Part.58

3.3K 372 54
                                    

Tama baru saja menghabiskan donatnya. Ia memperhatikan Dias yang sedari tadi hanya diam.

"Di! Lo ga apa-apa?" Tama membuka pembicaraan.

"Eh, ga apa-apa kok Mas!"

"Tadi katanya ada yang mau diomongin? Apa?" tanya Tama.

"Mmmh..Mas, maaf, yang tempo hari aku repotin kamu gara-gara mabok itu loh!"

"Ohh, iya! Santai aja Di!"

"Aku ngomong apa sih Mas?"

"Maksudnya?"

"Perasaan aku ga enak dari kemarin..aku takut ngomong yang nggak-nggak Mas!"

Tama bimbang. Haruskah ia jujur pada Dias kalau Dias menceritakan hampir segalanya? Ataukah ia akan berpura-pura tidak ada apa-apa? Jika ia jujur, apakah mungkin bisa menolong Dias bebas dari ayahnya yang toxic itu?

"Mas?" Dias kembali bertanya, membuyarkan pikiran Tama yang sedang berkelana.

"Eh?"

"Aku ngomong aneh-aneh ga?" tanya Dias kembali.

"Ya, lo cerita kalau bokap lo toxic. Lo disuruh ngejebak cowo yang namanya Baron?" Tama memutuskan untuk jujur, siapa tahu Dias mau membuka diri tanpa mabuk, dan Tama bisa menolongnya. Selain itu, Tama juga bisa mendapatkan pengakuan Dias di pulpen sadap, karena dalam pengakuan sebelumnya tidak terekam kan.

Dias tampak terkejut dengan ucapan Tama. Wajahnya memucat. Kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Di?"

"Aku ngomong apa lagi Mas?" tanya Dias, ia membuka tangannya dari wajahnya.

"Ya, katanya lo berusaha buat jebak Baron, tapi belum berhasil, terus bokap lo marah sama lo!" jawab Tama kembali.

Dias yang sudah pucat, menjadi semakin pucat.

"Kenapa emang Di? Emang itu semua bener? Namanya juga lagi mabuk Di! Biasa orang ngomongnya ngaco! Ga usah dipikirin banget!" Tama berusaha menenangkan Dias.

"Kamu ga percaya semua yang aku omongin kan Mas?" tanya Dias

"Ya ngga lah! Yang namanya Baron siapa juga gue ga tau!" ucap Tama.

"Jangan percaya ya Mas! Ayahku ga toxic! Ayahku ga nyuruh aku buat pura-pura dilecehkan Baron! Ayahku ga nyuruh aku racunin Baron! Ngga Mas! Ayahku ga mungkin ngelakuin itu semua! Aku anak kesayangan Ayah!" Dias mengoceh, intonasi suaranya turun naik, air mata mulai keluar dari matanya, wajahnya semakin pucat.

Wanita ini ketakutan! Alih-alih membuat Tama tak percaya, ia justru membeberkan semua rencana ayahnya yang bahkan ketika mabuk kemarin tidak ia ceritakan.

Tama bingung, tak tahu harus berbuat apa. Wanita ini jelas butuh pertolongan ahli! Walau dalam hati Tama berharap ucapan Dias terdengar jelas di pulpen sadap.

"Iya, gue percaya Di! Udah ya, jangan nangis!" ucap Tama lembut, berusaha menenangkan gadis dihadapannya.

Dias resah, bolak balik melihat ponselnya.

"Baron itu laki-laki licik! Gara-gara dia keluargaku berantakan! Dia jahat!" kali ini Dias marah. Ia berkata penuh kebencian.

"Pantes kalau dia mati atau minimal masuk penjara! Dia harus rasain apa yang Ayahku rasain!" cicit Dias, pelan, namun terdengar jelas di telinga Tama.

Tama bingung membaca Dias. Awalnya dia takut, seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi sekarang tiba-tiba marah, dipenuhi kebencian.

"Mas! Kamu bisa anter aku pulang?" ucap Dias. Air mukanya kembali berubah tenang.

Silent Mode Operation! (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang