Part.59

3.1K 389 48
                                    

Jakarta,

Rumah lama Raul, 21.15 WIB

Tama terbangun dengan kepala yang sangat berat. Linglung memperhatikan sekitar.

Sebuah kamar, dengan tempat tidur single, meja belajar dan lemari kecil di dalamnya. Dimana ini?

Rumah lama Dias! Ya! Tadi dia mengantarkan Dias ke rumah lamanya dan Raul kan? Apa ini masih di rumah yang tadi ia kunjungi?! Ah! Shit!

Ponsel! Mana ponselnya? Tama merogoh kantongnya! Ah! Di motor! Tadi ia meninggalkannya disana bersama dengan dompetnya! Shit!

Ia kembali merogoh kantongnya! Membuka ritsleting kantongnya, menemukan pulpen sadapnya. Aman!

Pengap! Tama kembali mengedarkan pandangannya, ada AC, tapi tidak dinyalakan, sementara jendela tertutup. Tama bergerak ke arah jendela dan membuka tirainya, ada mazda biru di depan jendela. Ah! Itu motor miliknya, sudah diparkirkan di sebelah mazda biru.

Dia masih di rumah tempat ia menurunkan Dias tadi!

Tama berusaha membuka jendela yang ada di hadapannya, nihil! Dengan kepala berat, ia kembali mengedarkan pandangannya, berusaha mencari cara keluar dari tempat sialan ini!

Ia membuka laci meja, lemari, melongok ke kolong tempat tidur, nihil! Anjing!

Tama mendudukan dirinya kembali di tempat tidur, menutup mukanya dengan kedua tangannya. Frustasi. Sayup-sayup terdengar suara orang. Berdebat kah? Pelan sekali suaranya sih!

Tama mendekatkan dirinya ke pintu kamar, menempelkan telinganya dan berusaha menajamkan pendengarannya.

"Ngga Ayah! Jangan Ayah!"

Itu suara Dias? Iya, sepertinya suara Dias, batin Tama

"Makanya! Kamu tuh jangan tolol! Capek Ayah kasih tau kamu!"

Raul? Batin Tama

"Aku minta maaf Ayah! Aku beneran ga ngomong macem-macem! Dia pikir aku mabok, itu doang!"

"Kamu mikir ga akibatnya kalau ada orang lain tahu yang Ayah kerjakan hah?! Kamu pikir buat siapa Ayah begini? Buat keutuhan keluarga kita! Berapa kali Ayah harus bilang sama kamu?!"

Terdengar isak tangis Dias.

"Tolol dipelihara aja kamu tuh! Apa susahnya jajakan diri kamu ke si Baron hah?! Sesimple itu aja kamu ga bisa! Malah deket sama supir ojek sialan! Pake keceplosan segala! Tolol!"

Tak lagi pelan, suara Raul menggelegar, sepertinya membanting sesuatu ke lantai. Tama yang sedang menempelkan telinganya ke daun pintu sampai mundur, ikut terkaget.

Suara isakan Dias semakin kencang.

"Ngga Ayah! Aku ga ngomong apa-apa! Aku ga keceplosan!" isak Dias.

"Ga usah nangis kamu! Ga percaya Ayah kalau kamu ga keceplosan! Pasti ada satu dua kata yang kamu omongin! Punya anak dua, ga ada yang bisa diandelin! Yang satu bebal! Yang satu tolol! Apa salah hamba ya Allah?!"

Seru Raul kembali.

Jahanam ni laki-laki satu, malah bawa Allah! Geram Tama dalam hati.

"Kamu tau Ayah lagi misi penting di Surabaya! Harus pulang karena ketololan kamu dan ketidakbecusan Kakak kamu!"

Sepertinya Raul menggebrak meja, karena terdengar suara Brak yang nyaring.

"Maaaf Ayah..maaaf!"

Dias mencicit.

"Tukang ojek kamu itu tetap harus kita kasih pelajaran! Supaya dia ga cerita yang nggak-nggak keluar sana!"

Kembali suara Raul mengeras. Isak tangis Dias semakin kencang. Kemudian suara cicitan Dias kembali memenuh ruangan.

Silent Mode Operation! (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang