Bab 39

351 48 6
                                        

Malam harinya pharita terjebak
dalam kamarnya setelah berbagai hal buruk terus hari ini. Malam ini salju turun disertai badai, cuaca yang sama buruknya dengan perasaannya, membuat dirinya hanya ingin berada di kamarnya, sendirian sambil berpikir apa yang harus dilakukan saat ruka mendatanginya.

Pharita pikir tak ada gunanya untuk memikirkan tentang hal itu, bahkan tak ada keyakinan jika ruka akan benar-benar menemuinya.

Ia melihat suasana diluar, tak terlalu sepi namun juga tak terlalu ramai, beberapa orang memilih melewati badai salju untuk segera sampai ke tujuan mereka. Andai dirinya salah satu orang-orang itu, mungkin ia akan. melakukan hal yang sama.

Pharita kembali menutup tirai jendela di ruang tidurnya, kemudian duduk di salah satu sofa yang berada di ruangan itu. Cukup gila karena pikiran nya saat
ini hanya tertuju pada ruka.

Sebut pharita gila setelah ia memberikan. semuanya pada ruka, hatinya, tubuhnya dan pikirannya. Pharita tak pernah tahu apa niat ruka yang memilih bersama nya, jika itu niat buruk, ia akan berusaha menerimanya untuk mengurangi rasa sakitnya jika ruka tidak pernah ada bersamanya.

Pharita bisa mendapatkan segalanya dengan atau tanpa ruka namun, setelah terbiasa bersama ruka, ia rasa ruka itu adalah luka dan obat untuknya.

"Mungkin hanya karena aku tidak mengenal ruka " Ujar pharita, la telah memikirkan hal ini untuk kesekian
kalinya, dan masalah terbesarnya adalah pharita tak pernah tahu tentang ruka, bahkan apa yang wanita itu lakukan saat ini, pharita tak tahu meski cincin pernikahan telah melingkar di jarinya.

"Mencoba menghubungi wanita itu lagi?" Gumam pharita, ia kembali mencoba terhubung dengan ruka. Setidaknya ia bisa meminta ruka datang padanya dan membicarakan tentang yang terjadi hari ini.

"Maaf aku baru bisa menerima telepon mu"

Pharita berdiri dari sofa tempat ia
duduk setelah berhasil menghubungi ruka, akhirnya wanita itu bisa pharita hubungi meski dalam suasana seperti ini.

"Aku menghubungimu berkali-kali"

"Ku rasa kau benar-benar sibuk dengan hal yang tidak aku ketahui." Ucap
Pharita dengan nada menyindir,

suara pharita terdengar lebih tegas daripada biasanya, dengan ini dapat di simpulkan jika ia sedang dalam perasaan marah.

"Dan ku rasa kau sedang marah, benar
begitu?"

"Tidak, aku tidak sedang marah." Jawab pharita, ia menghela napas berat
kemudian kembali memperhatikan foto-foto yang masih berada di atas tempat tidurnya.

"Apa yang kau lakukan sepanjang hari?"

"Bekerja."

"Selain itu?"

"Bermain dengan, kucing yang ku pelihara."

Pharita menarik napas panjang, sebelum kembali menelisik tentang suaminya.

"Aku tidak bisa mempercayai mu." Ujar pharita.

"Apa kau benar-benar tidur sendirian?" Pharita bertanya, ia menyimpan foto-foto itu dan bersabar menunggu
jawaban dari ruka.

"Perlu kau tahu bahwa aku sudah dua hari tidak tidur."

Pharita tertawa singkat disaat jawaban
itu ruka katakan, ruka benar-benar
tidak bisa serius dengan pertanyaan dari Nya.

"Aku serius dengan pertanyaan ku,
bisakah kau menjawabnya dengan
serius?" Ujar pharita.

"Aku juga serius dengan jawaban ku,
bagaimana bisa aku tidur dengan orang
lain"

"Sedangkan aku tidak bisa menutup mata selama dua hari ini."

"Lantas kenapa kau tidak bisa ku hubungi, apa kau sedang menyiapkan sesuatu?" Pharita bertanya,

amarahnya tak lagi bisa ia kendalikan, jika tak bisa mencari tau tentang yang pharita alami melalui orang terdekat ruka, maka cara paling singkat adalah bertanya kepada ruka.

"Pernikahan mungkin" Ujar pharita.

"Kenapa kau bicara tentang itu?"

"Entahlah, kau memiliki perubahan besar sekarang " Jawab pharita, ia kembali. mengingat beberapa perubahan tentang ruka,

sering membuat pertengkaran di antara ruka dan pharita adalah salah satunya dan jangan lupa jika banyak hal yang selalu ruka sembunyikan dari Pharita.

Pharita harus mengakui ini bahwa
Ruka lebih baik sebelum mereka
menikah.

"Aku tidak pernah berubah"

"Kau tidak menyadarinya. "Balas
Pharita. Entah berapa banyak waktu.
lagi yang harus pharita habiskan untuk berdebat dengan ruka melalui telepon.

"Aku akan segera menemui mu."

"Ku rasa tidak perlu jika kau sibuk dengan kegiatan mu. "Ujar pharita,

ia mendengar jelas hembusan napas
Ruka, nampaknya wanita itu sedang lelah, pilihan terbaiknya adalah pharita harus mengakhiri pembicaraan ini.

"Tidurlah, sepertinya kau lelah. "Ucap
Pharita.

"Aku akan menemui mu secepatnya"

"Akan ku tutup telepon ini." Ujar pharita

sebelum akan mengakhiri telepon antara la dengan ruka.

"Aku mencintaimu" Ucap ruka sebelum
tak lagi terdengar suaranya di telinga
Pharita.

Pharita meletakkan ponselnya ke
sembarang tempat sebelum ia berbaring
di ranjangnya.

Ia kembali memikirkan tentang ruka, entah apa yang ada di otak ruka, setelah tak bisa di hubungi ia justru mengatakan cintanya pada pharita.

Pharita sungguh tak mengerti dengan
Ruka, mungkin dirinya harus mencari
tahu lebih jauh lagi tentang foto-foto
itu atau tentang wanita asing yang
memberikan foto-foto itu.

Pharita kembali meraih ponselnya,
di layar ponsel itu sudah ada sebuah
pesan yang ruka kirim untuknya, yang
bertuliskan..

["Aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu, akan secepatnya aku menemui mu."]

Pharita meletakkan ponselnya.

"Ku rasa tak ada gunanya foto itu, hanya Ruka yang bisa menjawabnya" Gumam Pharita.

:

:

:

San Antonio. Texas

Perkiraan pharita benar, ruka tak
benar-benar tidur sendiri,karena wanita itu berbaring bersama kucing
kesayangannya.

"Pharita sudah tau?" Ruka menatap
sumber suara itu, suara itu berasal dari
pria yang berdiri tepat di hadapan tempat Ruka sedang beristirahat.

"Sepertinya sudah, dia terdengar marah
saat menelepon ku." Jawab ruka,

ia nampak tak terbebani dengan semua
ini, wajar saja karena ruka selalu
menyelesaikan masalahnya sendiri
sekalipun itu masalah yang berat untuk di hadapi.

"Apa yang akan kau katakan?"

"Entahlah, aku yakin bisa mengatasi ini"
Jawab ruka, ia mengusap bulu di tubuh
Kucingnya dengan lembut lalu menariknya hingga kucing itu hampir melukai tangan Ruka.

"Malam ini ada pengiriman baru,
beberapa senjata dan-

"Urus itu, aku harus berangkat menemui istriku" Ucap ruka.

"Fiona?"

Ruka menatap tajam pria itu, ia
bangkit dari tempat ia berbaring untuk
menghampiri pria itu.

"Kau butuh otak tambahan?" Tanya
Ruka.

Tawa terdengar dari pria di hadapan
Ruka, pria itu berlari menjauhi ruka
sebelum amarah ruka tertuju padanya.

"Benar-benar bodoh!" Ruka mengusap
kasar rambutnya, ia mengendalikan diri dari amarah yang mencoba menguasai diri ruka lagi dan lagi.

"Sial! Aku tak pernah memikirkan resiko apa, yang aku lakukan."

ASSASIN (Rupha) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang