Dua pria yang sedang terbaring tak sadarkan diri mulai bergerak. Mula-mula pria yang berpakaian putih, lelaki itu mengerang sambil menggeliat, ketika matanya membuka maka tampaklah jika mata itu seterang dan setajam mata elang, sekalipun dalam kondisi tubuh yang lemah. Dia adalah Giri Prawara.
Selang beberapa menit kemudian giliran Hanggara yang sadar, lelaki berpakaian serba hitam terbuat dari bulu-bulu gagak ini terbatuk-batuk lalu semburkan darah. Keduanya saling pandang sejenak, lalu edarkan mata untuk melihat di mana mereka berada. Ternyata di sebuah goa dengan dinding putih bersih bak pualam.
"Syukurlah kalian sudah sadar." Dari mulut goa di mana mereka berada terdengar suara perempuan menyahut disusul masuknya seorang perempuan cantik jelita berpakaian putih. Jika diperhatikan seksama ada pendar aura tipus berwarna pelangi yang menyelimuti perempuan itu, dialah Peri Kasih.
"Salam hormat kami sembahkan kepada Peri Kasih," ujar Giri dan Hanggara berbarengan.
"Saya terima salam kalian kerabatku. Bersikaplah santai, seakan hanya bertemu dengan sahabat. Lagi pula kita sedang tidak berada di Megapura." Peri Kasih menerima salam hormat itu dengan ramah. Bahkan perempuan ini menuangkan air ke dalam dua buah cangkir lalu diberikan pada Giri dan Hanggara.
"Minumlah, itu adalah embun murni yang jauh lebih segar dari air biasa."
Giri dan Hanggara meneguk air itu dengan penuh dahaga, bahkan langsung tandas. Rasa sejuk dan segar serta merta memenuhi jiwa raga mereka.
"Kalau boleh tahu, di manakah ini Peri Kasih?" Tanya Hanggara.
"Kalian berada di Goa Batu Pualam, suatu tempat di dunia ghaib. Tak seberapa jauh dari Tebing Hantu."
Mendengar kata Tebing Hantu, sepontan Hanggara terlonjak.
"Bunga Pahit Lidah, saya harus kembali menyelamatkan bunga itu!"Peri Kasih unjukkan wajah sedih lalu gelengkan kepala, "Percuma Hangga, bunga itu telah dijuasai Iblis Naga dan Dewi Ular."
"Apa?! Kita harus merebutnya!" Giri juga tanggap dan bergegas bangkit, namun gerakan kedua orang itu tertahan akibat ucapan Peri Kasih.
"Di luar turun hujan darah. Hujan jahanam yang menjadi pertanda akan bangkitnya kekuatan dahsyat yang mengancam ketentraman dunia. Kita adalah golongan putih dan terikat dengan kerajaan peri. Jika kalian nekat menerobos hujan darah itu, maka di langkah kedua ratus kalian akan roboh keracunan, tubuh kalian akan leleh menjadi gumpalan darah "
Gleggg, Hanggara telan ludahnya dengan berat.
"Saat ini tak ada yang bisa kita lakukan selain mengatur rencana untuk merebut Bunga Pahit Lidah kembali." Ujar Peri Kasih, dia duduk di lantai goa. Giri dan Hanggara mengikuti.
"Saya akan kembali ke Megapura guna mengabarkan kejadian ini kepada Raja Peri," ujar Giri.
Peri Kasih cepat menggeleng, "Jangan! Biar aku saja yang melakukannya. Lagi pula sejak kunci sakti pembuka gerbang Tebing Hantu dicuri, aku merasa Megapura tak lagi aman. Aku yakin ada mata-mata bahkan penghianat di sana. Bukan mustahil apa yang akan kita bahas bersama Raja Peri akan bocor. Lebih baik kita berunding lebih awal di sini mengatur rencana sendiri."
"Lalu apa rencanamu, Peri?" Tanya Hanggara dengan hati kusut, dia benar-benar merasa gagal menjalankan tugas menjaga Bunga Pahit Lidah.
"Bunga Pahit Lidah adalah bunga keramat yang tumbuh di atas makam sebuah jasad yang semasa hidupnya berkesaktian langka dan ditakuti, Pendekar Pahit Lidah. Sudah lama bunga itu jadi incaran para tokoh dunia persilatan," tutur Peri Kasih.
"Aku masih belum banyak tahu akan kehebatan bunga itu?" Tanya Giri, dia heran mengapa Bunga Pahit Lidah bisa seberharga itu.
"Konon jika ada manusia atau siluman atau juga peri yang memakannya, maka satu kutukannya akan menjadi nyata." Ujar Peri Kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRU
Fantasy"Hridaya pravahita anugraha" Cinta adalah anugerah yang mengalir dari hati. Lintang Arganata seorang murid cekatan dari padepokan Linggabuana mendapatkan tugas memberikan undangan adu tanding Kanuragan ke Padepokan Kembang Dewa. Di sana Lintang Arg...