"Ya Allah! Anak gue! "
Luna buru buru menghampiri Razka ketika anak itu datang ke kelas. ia mau memeluknya, tapi tertahan. Soalnya ada Yudas, kakak dari anak yang suka ia manjakan seperti anaknya sendiri.
Razka sedang dalam mode tidak baik, jadi ketika semua para betina mengkhawatirkannya, anak itu tidak menyahuti, bersikap biasa saja.
"Ka kenapa ke sekolah? Emang udah sembuh? Gue jadi ngerasa bersalah karena nyuruh loe buat ikutan jadi maskot... Maaf ya, " Dea meminta maaf kepada Razka, sebab dirinya memaksa Razka menjadi maskot akhirnya Razka tumbang.
"Gak papa, gak usah minta maap. "
Varent dan Kavi saling tatap. Mereka lalu menghampiri Razka yang langsung menidurkan kepalanya di atas meja dan kedua tangan sebagai tumpuan nya.
"Pagi pagi udah kuyu mukanya. Biasanya semangat kalo masuk sekolah, kok bete sih? " Tanya Varent yang merangkul sang sobat.
"Diem ah, jangan ngomong ama gue. Jelek muka loe, " Celetuk Razka yang membuat Varent tersenyum getir. Sejelek itu kah mukanya dalam pandangan Razka?
"Ganteng ih gue mah, bilangin mama lho, "
"Ngadu sana, gak takut. " Tantang Razka tetap terlihat bocil walau sedang ngambek.
"Ka, " Kavi mencoba memegang bahunya, tapi di tepis Razka. Namun Kavi tidak berhenti untuk membuat Razka berbicara perihal masalahnya.
"Kalo loe mau gini terus, gua dah gak mau peduli sama loe lagi. " Celetuk Kavi yang membuat Varent terdiam.
"Vi, jangan berlebihan. "
"Loe tau gua gak pernah becanda, jangan bikin gua ngomong buat yang kedua kalinya. Loe pendem masalah loe sendiri, sakit sendiri, gua gak akan peduli lagi. "
"Jangan ngebebanin diri loe sendiri, padahal tau loe sendiri gak bisa mendem masalah. Tau kalau loe gampang sakit, "
Razka berdecak. Perkataan Kavi itu menusuk hatinya tau!
Gak tau aja hati Razka jadi terluka sekarang."Gue ada masalah sama bang Ivan. Paham? "
Kavi menggeleng. "Gak paham kalo gak cerita, "
"Ish! Nyebelin ah! " Wajah Razka semakin memerah, menandakan kalau ia benar benar kesal.
Keduanya terkekeh pelan.
Varent dan Kavi lalu saling pandang. Dari wajah Razka, mereka tahu ini bukan masalah sepele.
Kavi akhirnya menarik kursi dan duduk di depan Razka, memandangi sobatnya dengan serius.
"Lo bilang masalah sama bang Ivan... Masalah apaan, Ka?" tanya Kavi, nada suaranya mulai melunak.
Razka menghela napas panjang, menenggelamkan wajahnya di kedua tangan.
Setelah beberapa detik hening, dia mengangkat kepalanya dan menatap kedua temannya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Gue... kemarin maksa bang Ivan buat mau operasi jantung," gumam Razka, suaranya nyaris tak terdengar.
"Operasi jantung? Serius, Ka?" tanya Varent, kaget.
Razka mengangguk. "Iya. Kondisinya makin parah, Vi, Rent. Dokter bilang dia harus segera operasi kalau mau bertahan lebih lama. Tapi dia keras kepala banget! Dia gak mau dengerin gue sama sekali. Gue bilang... gue bilang dia egois kalau dia gak mau operasi."
Kavi dan Varent terdiam. Mereka tahu Razka sering blak-blakan, tapi ucapan itu pasti menyakitkan bagi Kaivan.
"Akhirnya dia nangis," lanjut Razka dengan suara serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Raka Not Razka
Teen FictionRaka Sahasya, laki laki yang hidupnya tidak pernah bahagia bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus itu meninggal dunia usai menyelamatkan seorang siswa yang terjatuh di jalan raya. Namun bukannya di berangkatkan ke surga, ia malah di...