Setelah akhirnya sekian lama berada di rumah sakit, Razka di izinkan pulang ke rumah dengan catatan tidak boleh terlalu kelelahan dan rajin minum obat. Selama seminggu sekali setidaknya ada pemeriksaan untuk mengetahui perkembangan Razka.
Sampai di rumah, Razka menatap rumah bernuansa eropa dengan gaya klasik modern. Tinggi gerbang nya saja sangat menjulang sehingga tidak mudah bagi nya untuk kabur begitu saja. Di sekitaran rumah nya terdapat belasan orang yang berdiri dengan gagah menggunakan jas hitam lengkap dengan kacamata hitam nya. Mereka tampak menyeramkan menurut Razka.
Ia jadi teringat rumah nya yang dulu— Aahh... Sudahlah. Walaupun ia sudah mati pun ayahnya pasti senang kan? Setidaknya beban ayahnya itu berkurang karena ia telah meninggal dunia.
"Langsung masuk saja, honey?" Pertanyaan lembut itu membuyarkan lamunan nya. Ratih sang bunda, menatapnya penuh kehangatan. Razka cepat cepat memalingkan wajahnya dan mengangguk.
"Biar Yohan yang dorongin adek, bun." Tawarnya yang langsung di angguki Ratih.
Yohan mendorong kursi roda yang membawa Razka ke dalam. Tidak cukup dengan kekaguman nya dari luar rumah. Di dalam nya justru lebih menganggumkan. Ruangan nya banyak, lapisan dinding nya berwarna putih dan emas, persis seperti kerajaan.
Sebenarnya ia hidup di mana sih? Di kerajaan apa di zaman modern? Lalu Mahesa kerja apa sehingga bisa mendapatkan rumah sebesar ini? Apa yang kakak kakak nya pikirkan setelah melihat sifat Razka yang barusan?
"Mau langsung ke kamar?" Tanya Kaivan juga. Razka mengangguk saja. Ia masih belum bisa berkata kata melihat rumah mewah ini.
"Tapi harus gendong, hehehe... Kamar kamu di atas sama abang. Jadi kursi roda nya gak bisa di bawa ke atas. " Sambung Kaivan yang membuat Razka mencebik kesal.
"Jalan sendiri aja, sekarang dah kuat." Jawab nya agak ketus. Sengaja Razka bertingkah begitu.
Ia tidak mau terus terusan di manja. Jika ia terpengaruh dan tenggelam oleh kasih sayang yang mereka berikan. Ia takut kembali terkhianati. Dan orang orang ini justru akan pergi menjauhinya lagi.
"Boong banget ngomong kayak gitu," Celetuk Yohan pula.
Yohan dan Kaivan saling tatap satu sama lain. Lalu seperti sudah memikirkan nya dengan matang, Kaivan mengangkat tubuh ringan Razka dan membawa nya ke gendongan Yohan. Ia pun membawa kursi roda nya, sedangkan Yudas dan Daniel hanya terkekeh sambil membawakan barang barang si bungsu.
"Turunin gue wei! Gue bukan anak kecil lagi!" Razka terus meronta minta di turunkan. Namun Yohan yang kuat itu justru mempercepat langkahnya karena takut Razka terjatuh.
"Abang tau kamu bukan anak kecil lagi, tapi kamu masih sakit! Kalau jalan sendiri nanti pusing terus ngegelinding ke bawah gimana? Abang gak mau liat kamu masuk rumah sakit lagi!" Omel Yohan panjang lebar.
Razka menganga tak percaya. Ngegelinding katanya? Weh emang nya dia tabung gas bisa ngegelinding gitu aja?
"Bukan tabung gas gue tuh bang, semena mena banget lah." Kesal Razka yang mencengkram bahu Yohan. Bukannya sakit malah ngerasa geli dia. Tenaga nya lemah gitu, nyubit ge gak akan kerasa.
"Ya kamu banyak tingkah Razka... Bisa aja ngegelinding kayak tabung gas—
"Udah lah bang, Cape Razka ngomong terus..."
Memang tidak berbohong. Agak ngegas dikit aja cape dan lemes. Mungkin karena baru bangun sakit makannya pengaruhnya agak besar ke tubuhnya.
"Nyampe... Ayo turun." Titah Yohan padanya.
Pelan pelan Razka turun dari gendongan abangnya. Pas liat ke sekelilingnya, dia terlonjak kaget.
"Buset bang! Ini apaan?! Gede banget!" Seru Razka berbinar. Daniel hanya tersenyum tipis melihat Razka dan keterkejutannya.
Giliran ia yang menghampiri adiknya dan merangkulnya. Mengajak nya untuk segera duduk di kasurnya yang sangat empuk.
Razka mengikuti langkah Daniel yang terbilang sangat pelan. Lalu ia mendaratkan bokongnya di kasur.
"Bang, kalau gede nya kayak gini, Gue gak akan bisa tidur sendirian." Cicit Razka yang menundukkan kepala nya. Kepala Daniel sedikit miring ke kanan.
"Kenapa...?"
"Razka takut gelap. Kegedean kayak gini malah bikin Razka takut," Jawabnya takut. Daniel terkekeh mendengar ucapan nya. Sejak kapan adiknya jadi penakut begini?
"Emang mau kalau tidurnya bareng kakak?" Tanya Daniel yang langsung di angguki Razka.
"Asal jangan seranjang berdua. Kak Niel ambil kasur aja. Kaya kan? Gak mungkin kasurnya cuma satu per kamar... " Goda Razka yang membuat Daniel mengerutkan dahi nya.
"Kak Niel?" Beo Daniel. Giliran Razka yang menautkan kedua alisnya.
"Salah ya?" Ia lalu menatap ke empat kakak nya secara bergantian.
"Biar gak susah, Razka singkat aja. Kak Niel, Bang Yo, Bang Kai, Kak Yu. Enak manggilnya, gak usah panjang panjang." Jelas nya.
Disini Kaivan lah yang paling tidak menerima karena di panggil 'Bang Kai'. Kan jadi kayak...
"Dek, panggil nya bang Ivan aja gimana? Kalau Bang Kai kayak mau jadi bangke." Ucapnya menyuarakan pendapat nya. Bukan nya gelengan atau anggukkan yang di dapatkan Kaivan dari Razka, justru anak itu malah memuncul kan senyum setan nya.
"Bang Kai itu panggilan kesayangan! Kalau gak nengok pas gue panggil, gue gak mau ngeliat loe sebulan!"
Uuuhh Hatinya kayak udah di patah patahin gitu. Ia pun mendatangi Razka yang lagi duduk di kasur dan mengusir Daniel agar ia dapat mendudukan dirinya di kasur dan memeluk Razka dengan erat.
"Abang suka buanget sama panggilan baru abang! Kalau ada apa apa, panggil aja Bang Kai yang penyayang ini ya dek?"
Cup.
"Abang sayang Azka." Bisiknya setelah mengecup keningnya.
Cup.
"Istirahat ya sekarang, nanti abang bangunin kalau udah sore." Kecupan kedua itu mendarat di pipi kanan nya oleh Yohan.
Cup.
"Jadilah anak baik ya, honey?" Kecupan ketiga itu di layangkan Daniel di pipi kirinya.
Razka merasa wajahnya sangat panas sekarang. Bibirnya membisu dan tak dapat berkata apa apa sekarang. Ia lalu melihat Yudas yang siap melayangkan kecupan terakhir. Dimana? Tidak mungkin di bibir nya kan?!
Razka sudah memejamkan matanya, takut kalau Yudas mengecup disana.
Cup.
Eh?
"Gua gak mungkin kecup bibir loe, najis."
Oke. Sudah di putuskan kalau Yudas akan menjadi musuhnya.
"Setan," Umpatnya sangat pelan.
Setelah semua kakak nya meninggalkannya, ia jadi bingung sendiri. Semua yang di lakukan oleh keluarga Ganendra itu membuat perasaan nya sangat aneh.
Perasaan nya sedikit menghangat.
The end.
Salam dari Bang Kai:')
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Raka Not Razka
Dla nastolatkówRaka Sahasya, laki laki yang hidupnya tidak pernah bahagia bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus itu meninggal dunia usai menyelamatkan seorang siswa yang terjatuh di jalan raya. Namun bukannya di berangkatkan ke surga, ia malah di...