Razka mengelus dadanya karena terkejut melihat Kaivan yang sudah berada di kamarnya dengan tawa yang terbahak bahak sampai terbatuk.
"Heh! Seneng bikin adek lu kaget hah?!" Razka menggelengkan kepalanya, merasa tak habis pikir dengan tingkah konyol nya yang tak pernah habis ini.
"Adek nya Abang pasti capek, sini sini masuk. Abang dah siapin baju yang cocok buat adek." Ucap Kaivan mempersilahkan adiknya untuk masuk ke kamarnya sendiri.
Razka meletakan tas nya dan mulai membuka kancing seragamnya. Sambil bersiap untuk mandi, ia juga sempat bertanya kepada Kaivan tentang kepulangan nya dari rumah sakit.
"Abang pulang jam 10an pas kamu masih sekolah. Di Anter bang Yohan," Jawabnya yang langsung mengangguk .
"Emang beneran dah gak papa? Gue mah gak mau kayak kemaren, kaget tau. Dah tau ngancem nyawa, masih beralasan demi gue, apaan coba." Omel Razka yang dengan ekspresi yang dibilang sangat... Menggemaskan? Yah, ia selalu terlihat menggemaskan di mata Kaivan.
"Iya dah! Abang janji gak akan gitu lagi. Kamu juga tau Abang gak selemah itu,"
"Kentut mu gak selemah itu! Dahlah, cape banget nasihatin elu." Razka akhirnya pergi ke kamar mandinya.
Kaivan hanya mengedikkan bahu nya. Bukannya ia tidak peduli kepada tubuhnya, hanya saja sekarang ia sudah pasrah. Mau sekeras apapun berjuang, ia tetap harus menerima kenyataan nya kalau ia tidak akan pernah bisa sembuh.
Jadi, sambil menunggu waktunya tiba, tidak ada salahnya kan bermain main dulu?
Tanda bekas di dadanya menjadi saksi perjuangan nya yang begitu panjang dan menyakitkan. Itu adalah hal yang paling menakutkan bagi Kaivan. Hampir saja ia kehilangan nyawanya jika saat itu tidak ada yang mau mendonorkan jantungnya.
Orang baik itu dengan senang hati memberikan jantungnya karena ia sendiri juga menderita kanker otak stadium 4.
Yah, memang tidak sepenuhnya sembuh. Hanya saja jantung itu memang sedikit berguna karena tidak terlalu memberatkannya, hanya waktu tertentu saja yah... Jika ia bisa menjaga kesehatan nya dengan baik.
Razka dan Yudas adalah salah satu alasan mengapa ia ingin bertahan hidup lebih lama. Yudas yang sempat menjadi sasaran nya di uyel uyel itu menangis kencang melihat keadaan sang kakak.
Karena keinginan nya untuk mempunyai adik sangatlah besar sehingga sangat di sayangkan jika ia meninggalkan dunia ini dengan cepat.
Lalu Razka? Yah, anak itu juga sangat menggemaskan. Apalagi anak itu memanggilnya duluan, dari pada kedua orang tuanya.
Masih ingat sekali anak itu dalam pangkuan Ratih dan di berikan padanya ketika ia tengah berada di rumah sakit.
"Bababang,"
Mengingat itu ia jadi tertawa. Bisa bisanya si adik bilang gitu. Sudahlah, ia akan turun ke bawah untuk menyiapkan makan siang untuk adiknya.
"Lagi apa bang?" Sahutan lembut itu membuatnya menoleh, mendapati adiknya yang sudah duduk di meja makan sambil memperhatikan nya yang tengah memasak.
"Lagi ngupil ka," Jawabnya usil. Razka berdecak lagi. Sama Kaivan mah bikin dia naik darah Mulu. Kudu sabar.
"Pas banget kamu turun. Makan nih, Abang dah siapin makanan sehat dan bermanfaat buat kamu. Enak banget kok ini, gak beda jauh sama yang sering di buatin bi Wendah. Abang belajar dari dia,"
Razka mah tak peduli. Yang penting dia makan dengan tenang, tak peduli siapa yang membuatkan asalkan enak ketika menyentuh lidahnya.
Kaivan ikut duduk ketika menyelesaikan pekerjaannya. Razka mengambil satu piring dan mengambil nasi secukupnya, lalu tangan nya bergerak untuk mengambil ayam goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Raka Not Razka
Teen FictionRaka Sahasya, laki laki yang hidupnya tidak pernah bahagia bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus itu meninggal dunia usai menyelamatkan seorang siswa yang terjatuh di jalan raya. Namun bukannya di berangkatkan ke surga, ia malah di...