Kejadian beberapa menit yang lalu membuat nya sedikit syok sampai kedua kaki nya kembali lemas. Jadi sebenarnya Kaivan juga pasien?!
Kenapa kakak nya yang lain tidak ada yang memberitahukan nya hal penting seperti ini???Kalau Razka tahu, ia sudah pasti melarangnya. Lagipula kenapa ia baru sadar kalau memang gerak gerik Kaivan itu patut di curigai. Menyelinap lewat jendela, memakai pakaian tertutup dan masker, juga suara parau yang melengkapi dan meyakini nya kalau Kaivan juga sakit.
Bisa bisa nya ia tidak menyadari pergerakan yang jelas seperti itu. Menurut informasi dari suster cantik bernama Violet, Kaivan nekat menemui Razka karena merasa tidak enak hati.
Ia juga mendengar kalau Kaivan itu semalam drop karena terlalu kelelahan juga stress. Razka juga baru tahu, kalau abang usil dan ceria nya itu mempunyai penyakit yang berat.
Penyakit jantung bawaan dari lahir.
Mungkin bisa di sebut parah, bahkan mematikan. Tapi ia jadi merasa dongkol melihat si abang yang malah cengengesan di balik masker oksigen nya sampai uap itu berhembus memenuhi masker tersebut.
"Emang gak habis pikir kalau sama elu bang, " Razka berucap. Ia bahkan menyilangkan kedua tangan nya di depan dada karena melihat si abang yang malah cengengesan lagi ketika mendengar ungkapan nya.
Padahal suster Olet bilang kalau Kaivan ini hampir beberapa kali berada di ujung tanduk karena kenakalan yang ia buat. Seperti tidak mentaati peraturan dan larangan yang sengaja dilanggar karena katanya akan sedikit menantang.
Taunya balik lagi ke rumah sakit, berurusan lagi sama dokter Dimas.
"Abang mau bikin kamu seneng... Ka..." Ucapnya lirih. Walaupun tidak begitu jelas, tapi Razka dapat mendengarnya dengan baik.
"Kalau ngebahayain nyawa mah jangan, yang repot elu. Yang sakit juga elu, bukan aku. "
Emang, bahasa nya si Razka ini campur campur. Elu-aku, bukan Gue-elo ataupun aku-kamu. Sengaja, katanya biar agak sopanan dikit.
"Nggak... Tadi abang cuma... "
"Istirahat aja bang, gak usah banyak ngomong dulu. Napas masih berat kayak gitu, jangan di paksain. Nanti aku kesini lagi buat jenguk. " Razka meraih puncak kepala Kaivan dan sedikit mengusapnya guna menenangkan sang abang. Kaivan sedikit memejam tatkala elusan lembut itu ia dapatkan. Adiknya memang penyayang, mau dilihat dari sisi manapun.
Kaivan mengusap tangan adiknya yang hangat. Ia tidak tega meninggalkan nya sendiri di ruangan nya.
"Diem di sini sebentar lagi ya...? Temenin abang... " Ujarnya terdengar sangat lirih. Razka hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia hanya diam menikmati usapan Kaivan di tangan nya.
Sampai tak lama dari sana, Kaivan berhasil tertidur efek obat yang sudah di suntikan oleh dokter Dimas. Yudas datang dan membawa adiknya kembali ke kamar untuk beristirahat.
Kata Yudas, Kaivan emang punya kebiasaan megang tangan orang sebelum tertidur. Makannya agak susah di lepas juga tadi.
"Eh, tadi gue baru jalan jalan ke taman bentar. Soalnya bang Kai pingsan. Loe bisa anterin gue kesana gak? Gue lagi males nonton TV soalnya. Hp aja gak diizinin. Minimal minimal... Jalan jalan lah, "
Yudas sedikit berdecih. Sekarang Razka udah berani ngomong Gue-elo sama dia. Tapi... Ya gak papa sih, mungkin agak canggung juga karena dia sama Razka cuma beda setahun.
"Iya, " kata Yudas yang akhirnya mendorong kursi roda berisi penumpang yang bawel macam Razka.
Sepanjang perjalanan nya menuju taman belakang itu, ia tak berhenti mengoceh. Menceritakan semua hal kepada Yudas yang membuatnya sedikit lelah. Padahal adiknya yang ngomong tapi dia nya yang cape.
"Nah... Haah... Bentar Yud, bengek lagi nih gue. " Razka mencoba menarik nafasnya dalam dalam dan mengusap dada nya ketika kembali merasa sesak.
"Harusnya pasien kayak loe gak banyak ngomong, " Celetuk nya yang membuat Razka menoleh ke belakang.
"Lu pikir enak kalau di diemin? Kagak lah, daripada diem macam batu kayak loe, mending gue story telling. Biar gak sepi juga, "
"Terserah." Katanya tak peduli.
Baru saja menginjakan kaki nya di taman dan mendudukan si adik di atas kursi panjang, si Razka yang sedikit menyebalkan ini menyuruhnya untuk membeli susu kotak cokelat dan bakso.
Geram? Sudah pasti, tapi kalau di cuekin adek kesayangan juga gak bisa. Alhasil dia terima aja lah permintaan sang adik walaupun dia tidak akan membawa bakso karena tidak baik untuk kesehatan nya sekarang.
Alhasil Razka dibiarkan sendiri di taman. Sesekali ia menyapa pasien lain yang melewat di depan nya, sesekali juga ia melamun menatap hamparan bunga bunga yang tertawat sangat apik di taman itu.
Sampai akhirnya obsidian nya tak sengaja menangkap seseorang yang sangat ia kenali. Yang ia rindukan mungkin?
Razel. Dia ada di rumah sakit dan tepat berada di taman, di dekatnya.
Ia sadar kalau ia tak dapat bergerak dengan bebas sekarang, sehingga ketika ia ingin mengejar Razel yang sudah hampir beranjak, ia justru terjatuh. Hingga pada akhirnya Razel tertuju padanya.
Ia cepat cepat menghampiri Razka dan menolong nya untuk kembali duduk.
"Loe gak papa? " Pertanyaan dengan nada khawatir itu masih sama seperti dulu. Razka hanya mengangguk kamu dan menjawab pelan. "Gak papa, "
Aish! Ngapain malu malu kayak gini??? Kesan nya dia kayak di hadapkan dengan wanita pujaan hatinya.
Najis banget dah!
"Kalau gitu gue—
" loe... Mau ajak gue ngobrol gak? " Potong Razka yang menahan tangan Razel sebelum ia beranjak pergi.
Razel tampak melihat tangannya yang di tahan Razka, lalu menatapnya heran. Mereka tak saling kenal. Pikir nya.
"Gue sendirian soalnya, lagian kucing gue lagi ke kantin beliin gue susu. sambil nungguin dia dateng dan bawain pesanan gue, ajak ngobrol gue ya? "
Basa basi nya sangat tidak masuk akal! Pasti setelah ini Razel menolaknya. Tapi pikiran nya berubah kala melihat Razel yang tertawa sebelahnya. Ia lantas mengangguk dan duduk di sebelah Razka.
"Persis kayak temen gue. kalau bercanda suka garing, ahahaha. "
Tawanya yang renyah membuat Razka tersenyum tipis. Ia harap bisa mengobrol dan bertemu setiap hari dengan Razel meskipun tidak mungkin.
"Oh iya, gue Razel. Salken, " Katanya mengulurkan tangan. Razka cepat menerimanya.
"Razka."
Deg.
Ada perasaan aneh yang mengganjal dari hatinya ketika mengingat kembali nama tersebut. Razka, dan Raka. Hanya berbeda satu huruf. Namun mampu membuatnya kembali sedih.
Razka mengernyit melihat perubahan raut wajahnya. Kenapa? Dia gak suka?
"Razka... Raka, persis kayak temen gue. "
Giliran Razka yang diam tak bergeming sekarang. Peka sekali perasaan Razel ini, atau hanya sebuah kebetulan?
"Kenapa? "
Namun mau bagaimana pun ia tidak bisa kembali. Jasadnya pasti sudah di kebumikan, walaupun ia tak tahu letaknya dimana.
Namun saat ini ia ingin mendengar pengakuan nya tentang sifatnya yang dulu dari Razel. Sebagai teman yang cukup dekat dengannya, ia pasti memiliki penilaian terhadapnya.
"Kenapa? " Razka kembali mengulang pertanyaan nya.
Razel menatap Razka dengan tatapan yang sulit di artikan. Namun di sisi yang lainnya ia tersenyum.
"Dia mati, karena kecelakaan. "
The end.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Raka Not Razka
Dla nastolatkówRaka Sahasya, laki laki yang hidupnya tidak pernah bahagia bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus itu meninggal dunia usai menyelamatkan seorang siswa yang terjatuh di jalan raya. Namun bukannya di berangkatkan ke surga, ia malah di...