Sudut Pandang (POV)

10.1K 322 13
                                        

Untuk kali ini, kita bakal bahas unsur penting lainnya dalam cerita setelah kemaren-kemaren bahas dan Sekarang waktunya atau yang biasa kita sebut POV (point of view). Nah apa itu Sudut Pandang (POV) ini dia penjelasannya.. 

Sudut Pandang (Point of View atau SP) adalah salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita. Meski begitu unsur ini tidak bisa dianggap remeh. Apa yang kamu lihat dan rasakan waktu menyaksikan sebuah mobil menabrak sepeda motor, tentu akan berbeda dengan yang dilihat dan dirasa oleh si pengendara mobil yang menabrak, atau si pengendara sepeda motor yang menjadi korban tabrakan. Akibat dari peristiwa itu pun akan berbeda bagi anda, si pengendara mobil, dan si pengendara motor. Sebab itu, pemilihan SP tidak saja akan mempengaruhi penyajian cerita, tetapi juga mempangaruhi alur cerita.

SP sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan demikian, SP pada hakikatnya merupakan teknik atau siasat yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokoh—atau tokoh-tokoh—dalam ceritanya.

Sudut pandang terdiri dari beberapa bagian yaitu :

1. SP Orang Pertama Tunggal
Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti "Aku" atau "Saya". Namun begitu, SP ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan "Aku" di dalam cerita itu. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya?

a. "Aku" tokoh utama
Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh "Aku" inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh "Aku". Tokoh "Aku" menjadi narator sekaligus pusat penceritaan.

Contoh :

Air mataku jatuh. Perasaanku jadi sesak. Kata-kata Kak Afryan memang benar. Mengharapkan Dafa kembali dengan membawa perasaan yang sama sepertiku adalah hal yang... tidak mungkin. Kami hanya sahabat. Teman sedari kecil. Dan aku tahu perasaanku hanya perasaan yang sepihak, namun entah kenapa aku tetap memeliharanya sampai sekarang. (Tokyo in Love – Aiu Ahra)

Kebanyakan penulis yang menggunakan POV ini, seringkali terlalu asyik menceritakan (tell) keseluruhan cerita, tanpa berusaha menunjukkan (show) atau memperagakannya.
Namun, karena cerita dituturkan oleh tokoh "Aku", kita harus menulis dengan bahasa tokoh "Aku", sesuai dengan karakter yang telah kita tetapkan. Tokoh "aku" pada contoh di atas adalah remaja cewek yang galau karena perasaan sepihak terhadap sahabatnya. Dia tokoh "aku" yang pendiam.
Untuk teknik menulis dengan "aku", mengenali dengan baik karakter tokoh adalah keharusan supaya pembaca dapat mengenali sifat dan segala tindakannya. 

b. "Aku" tokoh tambahan
Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan "Aku" di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh "Aku" bukanlah pusat pengisahan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama.

Contoh :
Tak ada yang pernah tahu siapa sebenarnya dia, orang yang sering berdiri di persimpangan jalan menuju ke arah sekolahku. Yang aku tahu dia adalah laki-laki jangkung dengan pakaian lusuh. Selalu berdiri di sana dengan wajah resah. Sikapnya seringkali membuat orang-orang yang lewat takut dan curiga.
Ketika aku baru saja pulang sekolah hari ini, persimpangan jalan itu tampak ramai. Begitu aku turut melihat pada keramaian itu, kutemukan di laki-laki itu berada dalam keadaan mengerikan. Ia tewas dibunuh.

Contoh di atas menunjukkan kalau "aku" di sana menjadi terbatas. "Aku" hanya melihat seorang laki-laki yang ia tak tahu siapa, dan hanya menceritakan sebatas sudut pandang yang ia ketahui  Bisa itu menurut penglihatan maupun pemikiran si "aku".

2. SP Orang Pertama Jamak
Bentuk SP ini sesungguhnya hampir sama dengan SP orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, "Kami". Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. Perhatikan petikan di bawah ini.

Kami bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran continental yang brengsek. Kami sebut restoran ini brengsek, sebab kami diwajibkan memasak sambil menangis. Bayangkan! Kami mengaduk kuah buntut sambil menangis. Kami memasak nasi goreng, merebus aneka pasta, membuat adonan pizza, memotong daging ayam, mengupas kentang, semua itu kami lakukan sambil menangis. Begitulah. Setiap hari selalu ada saja airmata yang meluncur dari sepasang mata kami; mengalir membasahi pipi, dagu, dan menetes ke dalam setiap masakan kami.
(Cerpen Resep Airmata karya Noor H. Dee dalam buku Sepasang Mata untuk Cinta yang Buta)—Maaf mimin Orionara copas habis di materi ini >__<

Serba-Serbi KepenulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang