Kembali bersama Animon di sini, hari ini, kita akan membahas salah satu hal terpenting dalam kepenulisan, yaitu NARASI.
Jika memberdeul sudah mengikuti dan mempelajari kelas-kelas sebelumnya, narasi, deskripsi, PoV, gaya bahasa, dan EBI sudah pernah dibahas oleh KANOI. Perlu diketahui bahwa hal-hal tersebut perlu dimatangkan terlebih dahulu, sebelum kita memasuki tahapan peningkatan narasi yang selanjutnya. Berikut beberapa rangkuman mengenai hal-hal yang perlu dimatangkan:
1. EBI atau Ejaan Bahasa Indonesia. Tidak perlu sempurna, tapi semua hal dasar seperti imbuhan, penggunaan tanda baca, huruf kapital, dan aturan-aturan lain, segeralah hafalkan secara mendetail. Untuk kata baku dan tak baku, biasakan untuk mencari di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jika tidak yakin benar atau tidak.
2. Cara membuat kalimat efektif dengan mengurangi pengulangan kata, dan membiasakan pembuatan kalimat utuh (SP/SPO/SPOK) agar narasinya jelas.
3. Deskripsi, PoV, dan gaya bahasa yang disesuaikan dengan tujuan dan jenis cerita.
4. Pembuatan kalimat pertama dan paragraf pertama yang menarik.
5. Show dan Tell.
Untuk lebih jelasnya, tentu kamu bisa coba buka-buka lagi pelajaran kita yang terdahulu, ya :D
Nah, hari ini, apa sih yang mau kita bahas jadinya? KEUNIKAN SUARA.
Mungkin kamu pernah membaca narasi yang pengandaiannya banyak, atau yang gak ada pengandaiannya sama sekali, atau yang lugas tepat sasaran, atau yang gaya bahasanya santai karena itu untuk anak muda, atau yang memang benar-benar unik. Jika kamu sudah menguasai cukup baik lima hal di atas, maka kamu akan bisa membuat narasi standar, baik, dan enak serta mudah dibaca. Langkah berikutnya, adalah membuat narasi standarmu naik lagi, menjadi narasi yang hanya bisa dibuat olehmu seorang.
Alasan meningkatkan narasimu ketimbang terus memakai narasi standar, bukan hanya karena semata-mata ingin berkembang, lho. Membaca itu layaknya bertemu dan bicara dengan orang lain. Narasi standar itu seperti bertemu orang baik yang santun. Ketika ketemu yang mirip, tentu kesantunannya membuat kita nyaman, tapi feeling excited ketemu orang barunya jadi sedikit hilang. Sementara itu, ketika dikasih narasi unik, itu seperti bertemu orang baru yang rasanya pingin kenal lebih jauh secepat mungkin. Namun, perlu diketahui juga bahwa tidak ada yang salah dari narasi standar. Narasi standar tetap lebih baik daripada yang di bawah itu. Bahkan, tiap penulis pastilah unik, jadi sebenarnya suara unik mereka sudah ada, tapi belum terlalu terpoles saja.
Nah, bagaimana cara memolesnya supaya terbentuk narasi unik yang menarik? Yuk, dicoba tips-tips berikut ini:
1. Mulailah berandai-andai dan menciptakan ungkapanmu sendiri.
Contoh: Tersenyum.
Kata "tersenyum" biasanya sulit digantikan karena minim sinonim, sehingga kebanyakan penulis akan menggantinya dengan "menyunggingkan senyum" atau semacamnya. Kita juga bisa menemukan "melengkungkan senyum" atau "bibirnya membentuk kurva", dst. Yang ini sudah lebih berusaha.
Bagaimana kalau: "Bibirnya melengkung seperti bulan sabit, memperlihatkan gigi-giginya yang bersinar cemerlang. Itu bukan senyuman. Itu cemooh. Itu tawa."
Terkadang, membuat pengandaian bisa berisiko kalimat menjadi panjang dan tidak efektif, sehingga biasanya ini untuk adegan-adegan yang ingin ditekankan, bukan untuk semua. Tidak ada salahnya, 'kan? Dan omong-omong, hindari pengandaian klise seperti "senyumnya bak matahari", karena klise berarti sudah dipakai. Itu bukan suaramu. Itu masih tiruan suara (narasi) orang lain.
2. Jangan takut untuk bereksperimen.
Takut bereksperimen sama aja kayak kamu takut bicara di depan orang baru. Kalau kamu mau bilang "Senyumannya tampak seperti nenek lampir, dengan bibir berkerut tak terawat dan giginya yang kuning." atau "Bibirnya itu ... uh ... melengkung kayak semangka saking besarnya (yah, memang mungkin kalau semangka agak berlebihan)." tulis saja seperti itu. Jangan ragu untuk gunakan tanda kurung. Jangan ragu untuk gunakan elipsis, meskipun itu adalah PoV 3. Yep! PoV 3 pun bisa dimain-mainin, kok.
3. Latihan dengan PoV 1.
Sebenarnya, PoV 1 itu sangaaaaatlah sulit, karena seringkali yang sebenarnya kita pakai itu bukan PoV 1 si karakter, tapi PoV 1 kita, alias si penulis. Sebuah senyum seorang karakter mungkin gak gitu berharga bagi kita sebagai penulis, sehingga di PoV 3, bisa saja kita tulis langsung: "Dia tersenyum." Tapi semua seharusnya berubah ketika narator menjadi "aku", alias pemeran utama. Jika untuknya senyum itu tidak berarti, maka mungkin kalimat soal senyum itu tidak ada sama sekali, dan tiba-tiba saja karakter yang tersenyum marah. Jika untuknya senyum itu berarti (dia sering perhatikan), maka kalimatnya mungkin akan mengungkit-ungkit (membandingkan) senyuman karakter itu sebelum-sebelumnya.
Dalam PoV 1, semua hal yang penulis biasanya lihat, akan berubah jadi hal-hal lain. Baju mungkin saja dianggap setara dengan kasta. Buku pelajaran dianggap seperti rantai belenggu. Murid-murid dianggap layaknya tentara pelatihan. Naaah, di sinilah, teknik pengandaian kita akan benar-benar dipoles.
4. Jangan berlebihan. Ketahuilah kapan pengandaian dan detail sebaiknya dipakai atau tidak dipakai.
Biasanya, pengandaian seperti ini dipakai untuk membangun suasana (adegan lambat), dan jarang dipakai dalam adegan aksi (adegan cepat).
KAMU SEDANG MEMBACA
Serba-Serbi Kepenulisan
DiversosDikumpulkan dari diskusi Komunitas Novel Online Indonesia. Semua hal menyangkut kepenulisan.
