Hipotesa Tentang Kepribadian by Putu Felisia

910 44 0
                                    

Halo, Readers ^^)/

Ketemu lagi sama Bigsis dalam kelas teori. Yuk ... sama-sama belajar lagi. Kali ini, Bigsis mengambil sebuah artikel psikologi dari:

http://psychology.jrank.org/pages/485/Personality-Development.html

(sebagian aja biar nggak pusing, wkwkwk)

Yep, kali ini kita akan membahas tentang KEPRIBADIAN. Teori ini memang cenderung berat. Akan tetapi, perlu dipelajari untuk membuat latar belakang karakter tokoh.

Konsep tentang kepribadian biasanya didasarkan pada pandangan yang stabil dari kepercayaan, mood, dan tingkah laku seseorang. Pola ini membedakan orang-orang dari kebudayaan dan tahapan-tahapan perkembangan peradaban. Mereka tidak akan sama (secara karakter-ed) karena profil-profil mereka disesuaikan dengan pola adaptasi dengan nilai-nilai suatu kelompok masyarakat dan era sejarah tertentu.

Sebuah esai tentang perkembangan kepribadian manusia dimulai 300 tahun lalu oleh masyarakat Puritan di New England (Amerika Serikat-ed). Mereka telah menyusun daftar kualitas kerelijiusan sebagai sifat-sifat psikologi tapi kemudian tidak diakui secara resmi. Pada akhirnya, dalam kebudayaan Amerika populer tidak ada kewajiban untuk memiliki sifat dan kepribadian tidak bercela.

Teori-teori kontemporer kemudian mengemukakan kalau sifat-sifat pribadi mempengaruhi seseorang secara individu, pikiran sadar dalam diri, kemampuan sosial dengan orang-orang sekeliling, kemampuan mengendalikan dorongan dan emosi yang kuat, serta penerimaan diri.

Alasan terpenting dari ketidaksempurnaan teori perkembangan kepribadian memiliki hubungan erat pada penelitian tidak efektif pada anak-anak dan orang tua. Karena adanya observasi kurang terhadap tingkah laku anak-anak pula, teori tentang perkembangan kepribadian menjadi tidak terlalu kuat.

Namun, hingga kini sudah ada 5 hipotesa awal mengenai kepribadian. Satu mengasumsikan kalau keadaan biologis yang diwariskan (temperamental bias), adalah sumber penting dari kepribadian anak di kemudian hari.

Alexander Thomas dan Stella Chess mengemukakan ada 9 dimensi temperamen yang menyertai 3 tipe keturunan: mereka menyebutnya sebagai anak yang sulit, anak yang mudah, dan anak yang lama berbaur dalam situasi tidak akrab. Studi-studi rutin kepada anak (di masa itu-ed) memperlihatkan seorang pemalu dan seseorang yang penakut memiliki reaksi taraf rendah dalam menghadapi hal-hal dan prediksi-prediksi baru. Mereka ini nantinya akan tumbuh menjadi orang-orang dewasa yang pasif dan cenderung menutup diri.

Hipotesa kedua didasarkan pada pendapat Sigmund Freud. Beliau mengatakan kalau bagian pikiran agresif dan variasi orientasi seksual, yang sebenarnya bersifat alami, dikombinasikan dengan pengalaman dalam keluarga, membawa perkembangan tertentu pada ego dan superego. Freud juga mengatakan kalau perbedaan sosialisasi dengan orang tua menghasilkan tingkat kecemasan yang bervariasi. Inilah yang kemudian membentuk beragam kepribadian.

Hipotesa ketiga mengarah pada hubungan sosial langsung dengan orang tua. Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat dan Eropa menggaungkan konsep idealis dan menekankan ajaran kebajikan pada anak. Hipotesa ini mengembangkan pengertian baru di mana hubungan dengan orang lain lebih berpengaruh daripada konsep diri sendiri (narsisme) dan pengaruh internal seperti yang dikemukakan oleh Freud sebelumnya.

Dalam hipotesa ini, John Bowlby mengatakan kalau sejak bayi, anak-anak memiliki hubungan emosi dengan orang tuanya. Bowlby menyatakan kalau secara alami, hubungan ini berkembang dengan para pengasuh, khususnya ibu yang menciptakan reaksi-reaksi emosional yang akan bertahan lama hingga si anak dewasa.

Hipotesa keempat bersumber dari kepribadian utama dan bagaimana kepribadian ini memberi reaksi perlunya seseorang melakukan reaksi memperhatikan, membaur, dan mengambil inisiatif. Ide ini didasarkan pada kepercayaan Judeo-Christian, di mana mereka menganggap perlu memberi penghargaan pada anak-anak. Jadi, anak-anak ini akan mampu memikul tanggung jawab atas perbuatan mereka nantinya. Sumber kedua hipotesa ini adalah penelitian pada anak-anak yang memiliki pengalaman-pengalaman obyektif. Mereka bertumbuh menjadi pribadi-pribadi berbeda yang membangun konsep-konsep berbeda tentang diri mereka dan orang lain. Konsep-konsep ini berbeda dengan pemahaman anak-anak dengan pengalaman-pengalaman monoton. Pemahaman bahwa tiap anak memunculkan interpretasi khusus dalam pengalaman-pengalaman tersebut kemudian membuat konsep baru mengenai self critic pada kepribadian anak-anak.

Kelebihan dari menghargai pentingnya konsep diri sendiri dan perkembangan kepribadian ini adalah sebuah proses identifikasi. Di mana peranan orang tua dan hal lain di sekitar turut andil. Semua anak-anak berharap mendapatkan nilai-nilai berkualitas dari kebudayaan yang berlaku. Sebagian dari kualitas ini adalah hasil dari identifikasi dengan orang tua masing-masing.

Hipotesa terakhir yang menitikberatkan pada kemurnian kepribadian, disimpulkan dari penelitian langsung pada tingkah laku seorang anak. Strategi ini didasarkan pada metode pemikiran yang bertolak dari kaidah, difokuskan pada karakteristik-karakteristik berbeda pada usia-usia berbeda. Seorang bayi bereaksi berbeda saat merasa tidak nyaman. Anak berusia tiga tahun berbeda-beda dalam menanggapi rasa malu. Anak berusia enam tahun bereaksi berbeda dalam keseriusan suasana hati. Masalah utama dari metode ini hanyalah: setiap klasifikasi perilaku bisa berbeda-beda tergantung periode sejarah yang sedang berlangsung. Selain itu, anak-anak yang lebih suka bermain sendirian memiliki alasan-alasan beragam. Beberapa di antara mereka mungkin sangat pemalu dan tidak mudah bergaul, sedang beberapa lagi bisa jadi lebih suka permainan yang dimainkan sendirian (hal ini menjadi kelemahan hipotesa ini-ed).

Pengelompokan-pengelompokan pada gangguan jiwa yang disebabkan oleh tingkah laku semasa anak-anak kemudian dipilih oleh para ilmuwan untuk diteliti. Ketakutan-ketakutan dan gangguan tingkah laku kemudian lebih membantu psikiater dan psikolog dalam memberi bantuan konsultasi. Ada kelompok yang menghindari tempat dan orang-orang asing, ketakutan pada binatang-binatang berbahaya, ketakutan pada orang yang tidak dikenal, lebih sensitif dalam hal penghukuman, dan rasa bersalah ekstrem. Mereka ini kemudian dikelompokkan sebagai internalizing profile.

Kelompok lain memiliki sifat tidak patuh kepada orang tua dan guru, cenderung memberontak dan sok berkuasa, mendominasi anak-anak lain, dan memiliki keputusan-keputusan berdasarkan dorongan emosi dikatakan sebagai externalizing profile. Anak-anak ini cenderung menyukai risiko melanggar peraturan dalam masa muda mereka. Ada sebuah hubungan antara ketidakmampuan seorang anak tiga tahun dalam menangkal ketidakadilan lingkungan dengan perilaku antisosial. Hal ini adalah prediksi paling valid dalam memperkirakan hubungan antara teladan perilaku yang didapat dalam masa-masa kecil, yang kemudian menjadi kepribadian yang utuh.

Nah, rupanya karakter dan kepribadian seseorang memiliki dimensi-dimensi rumit, ya ... ehehe.

Merupakan sebuah tantangan untuk menuangkan karakter-karakter ini secara utuh ke dalam sebuah karya fiksi. Tapi, tentu saja itu bukan hal yang mustahil.

Penulis adalah peneliti dan pewarta. Memang selayaknya memiliki pengetahuan dasar dalam meneliti dan menuangkan kejadian-kejadian dalam cerita. Karena itu, jangan bosan belajar. Satu hal yang paling mudah dalam mempelajari semua ini adalah dengan banyak membaca. Dengan membaca, kita dapat mempelajari teknik penceritaan masing-masing penulis. Dan tentu saja, teknik ini hanya bisa didapat dengan meneliti buku-buku karangannya.

Jangan pula ragu dalam menaikkan tingkat bacaan. Tidak usah takut tidak mampu mengimbangi si penulis dalam memahami tulisannya. Itu hal yang wajar. Pokoknya, jangan pernah bosan belajar dan membaca. Yang terpenting, selalu doa minta hikmat sama Tuhan, supaya pengetahuan kita bisa diaplikasikan.

Akhir kata, kalau ada kekurangan silakan komen di bawah. Yuk, saling sharing. Kita di sini sama-sama belajar. Kalau ada yang punya referensi bagus, jangan ragu untuk membagikan, ya :D

Salam sayang, Tuhan memberkati ^^)/

Putu Felisia

Serba-Serbi KepenulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang