Sebagai penulis, biasanya kita cenderung ingin menyampaikan suatu pesan lewat tulisan yang menurut kita bakal berguna untuk target pembaca, entah itu remaja, orang yang sudah menikah, pembaca fantasi, dan lain sebagainya. Nah, ada kalanya, kita bablas, seperti guru atau orangtua yang ingin anaknya nurut nasihat baik, dengan tujuan itu pula kita ingin pembaca tahu mana yang baik dan buruk untuk mereka agar mereka tak tersesat. Di sinilah tulisanmu bisa dapat kecaman "menggurui".
Nah, gimana sih caranya biar kamu bisa menyampaikan pesan itu tanpa terkesan menggurui?
1. AJAK BERPIKIR, BUKAN DIDIKTE.
Secara mental/pola pikir, gantilah tujuan itu dari yang tadinya ingin menasihati serta memberi pesan mengenai baik dan buruk, ke mengajak berpikir mana yang baik dan buruk. Manusia itu pada hakikatnya demen mikir ko, selama mereka dapet rangsangan yang tepat. Hehe.
2. BIARKAN CERITA DAN KARAKTERMU YANG BICARA, BUKAN KAMU.
Kalau tokohmu remaja, jangan sampai dia bisa khotbah kayak orang dewasa. Yang dikhotbahin juga kalau memang bukan tipe yang nurut, ya jangan tiba-tiba manut-manut aja supaya kesannya "pesan" itu dah pasti bener. Bikin karakter lain bantah kalau perlu.
3. JADILAH SUDUT PANDANG TARGET PEMBACAMU.
Pahami target pembacamu dulu. Kata ahli psikologi, jika ingin orang lain mendengarkan nasihat kita, jangan langsung kasih nasihatnya meskipun nasihat itu benar. Pahami dulu kesulitan orang tersebut. Contohnya, anak remaja yang lari ke narkoba dan gak bisa berhenti, atau perokok berat, atau orang-orang bermasalah lainnya. Setelah kita dengarkan dia, berusaha paham, bilang kalau "iya, kondisimu sulit ya", maka di titik itu orang tersebut akan mulai percaya dan mau dengar omongan kita.
Sama dengan menulis. Pahami dulu kesulitan target pembacamu. Kalau dia remaja yang bermasalah, perasaannya gimana sih pas membangkang orangtua? Istri yang selingkuh? Perasaannya itu gimana? Anak buah di kantor yang malas-malasan? Semuanya terkesan jelek, tapi mereka punya sisi yang ingin dimengerti sebelum bisa dengar hal apa yang terbaik yang mereka harus lakukan untuk bisa berubah.
Maka di sinilah ada istilah "relatable" atau pembaca bisa merasa terikat/terkait dengan karakternya. Jika kamu sudah bisa menulis karakter seperti itu dan bagaimana perjalanan dia agar bisa berubah, niscaya pembacamu juga nantinya akan mau mendengar pesanmu, karena dia sudah merasa dimengerti. Simplenya, penulis dirasa sudah riset banyak soal masalah-masalah kayak dia. Hehe. Bukan "sok" tahu atau "sok" menggurui.
4. KESELURUHAN CERITA ADALAH PESAN.
Jangan cuma mengandalkan satu poin di cerita untuk kasih tahu pesanmu itu apa, tapi jadikan perjalanan karakter, tema, semuanya adalah kumpulan pesanmu. Quote yang bisa dipilih pembaca akan banyak, mungkin, dan itu yang menurut Animon lebih bagus daripada 1 quote yang khusus kamu siapkan untuk 1 momen terpenting itu, karena pada akhirnya, pembacalah yang akan memilih quote mana yang paling relatable (bisa dikaitkan) untuk mereka.
Itulah kenapa Animon adain games quote kemarin. Karena buat belajar juga, bahwa quote yang kita rencanakan belum tentu akan sama terkesannya bagi pembaca, sementara mungkin quote yang kita bikin sekadarnya, bisa jadi begitu berkesan. Kenapa? Karena yang kita bikin bukan quote-nya aja, tapi cerita itu sendiri :) So, jangan ngandalin 1 patah kalimat aja ya :D
******
Sekian teori untuk hari ini. Semoga bermanfaat buat memberdeul yang ingin menuliskan pesan dalam ceritanya. Animon lihat, banyak yang ingin bikin soal keluarga dalam teenlit. Bukan hal yang buruk, tapi coba pahami nomor 3, ya :) Jangan lupa, kalau kita ingin bikin cerita remaja, sudut pandangnya juga dari remaja dulu, bukan dari orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serba-Serbi Kepenulisan
De TodoDikumpulkan dari diskusi Komunitas Novel Online Indonesia. Semua hal menyangkut kepenulisan.
