Selamat Membaca📖
Hari ini adalah pengumuman kelulusan SMP Karya Kencana. Seluruh anak-anak sibuk mencari dan melihat nilai mereka di papan pengumuman sekolah. Sementara di saat bersamaan, banyak sekali anak-anak yang memadati lokasi. Jadilah mereka kesusahan.
"Sya, liat nama gue gak?" tanya Vani pada Anastasya Adriella yang sering dipanggil Tasya.
"Belum nih, Van. Sabar ya, lagi usaha kok," balas Tasya ke Stevania Rafela atau yang lebih sering dipanggil Vani.
"Iya, lo mah enak, Sya tinggi, lah gue?" Vani mengerucutkan bibirnya.
"Iya... iya... sabar ya Van, ini udah jinjit kok. " Terdengar kekehan kecil dari Tasya.
"Ehh.." Saat Tasya berjinjit dan sesekali ingin melompat, ia malah hampir jatuh. Untung saja, saat yang bersamaan Aldo datang menampung Tasya, sebelum akhirnya bokongnya mencium lantai, karena Aldo hanya menahan kepala Tasya.
Tasya terjatuh, tapi tidak untuk kepalanya. Saat ini kepalanya sedang ditampung oleh seseorang. Dengan mata tertutup karena takut jatuh, Tasya tidak lagi melihat orang yang menolongnya. Kemudian, orang itu pergi sebelum Tasya melihatnya.
"Aduh... sakit banget, Van."
"Ya ampun, maaf ya, Sya gara-gara gue, lo jadi jatuh gitu."
"Gak apa-apa kok, Van. Kaki gue gak lecet. Cuma ini sakit aja. " Tasya memegang bokongnya yang baru saja mencium lantai.
"Tadi waktu gue jatuh, kayanya ada yang nahan deh, siapa ya Van?"
"Ehh itu tadi itu.. Hem...." Perkataan Vani menggantung, dan Aldo langsung menyambar, untuk menjelaskannya pada Tasya.
"Gue, Sya. Maaf ya, cuma nahan kepala lo. Habisnya lo berat sih." Tiba-tiba Aldo muncul, setelah ia sempat bersembunyi di balik salah satu badan Anak SMP Karya kencana. Jelas saja Aldo tak kelihatan, badan anak yang digunakan Aldo sebagai tempat persembunyian memang aangat subur.
"Aldo parah banget! Bukannya nolongin. Nih, badan gue jadi sakit begini tahu!" Gerutu kesal Tasya sambil memukul pundak Aldo tak kuat.
"Ya... mau gimana lagi, Sya. Maaf deh, gue kurang cepat tadi datangnya."
"Hem... Yaudah deh."
"Jadi ceritanya ngambek, Sya? Gara-gara gak digendong gitu, waktu lo jatuh. Biar kaya yang di sinetron ya, yang kalo jatuh terus ditahan pakai bridal style." Aldo menaik-turunkan alisnya pertanda sedang menggoda Tasya yang nampaknya sedang kesal.
"Ihh!! Apaan sih, Do? Gak lah. Tapi, makasih ya udah nolongin gue. Meski cuma nahan kepala gue aja." Mendengar balasan itu, Aldo hanya tersenyum geli, dia tak mau lagi berdebat dengan Tasya dan membiarkan Tasya dan Vani melewatinya begitu saja.
Akhirnya, setelah berjalan dari lorok kelas, Vani dan Tasya kembali masuk ke dalam kelas. Vani mengajak Tasya ke sana, karena merasa tidak enak pada Tasya yang terjatuh karena permintaannya untuk melihat namanya.
Susana di dalam ruangan mendadak hening, dan untuk mensiasatinya, Tasya membuka pembicaraan dengan Vani.
"Van, tadi gue liat nama lo di lembar pertama, sebelum jatuh," suara Tasya memecahkan keheningan yang ada.
"Ahh! Lo serius, Sya? Itu artinya, nilai gue masuk nilai terbaik dong, ya?" Vani sudah senyum sumringah, telapak tangannya dia gosok pelan dengan mata yang berbinar.
"Iya, Van. Kalau nama gue cuma di lembar ketiga sih. Bagian akhir malah."
"Gak apa-apa lah, Sya.
Yang penting, kita kan sama-sama lulus dari SMP ini. Oh, iya, Sya, nanti mau masuk SMA mana?" tanya balik Vani pada sahabatnya yang sejak tadi belum memberitahu ke mana dia akan melanjutkan pendidikannya."Gue bakalan ke SMA Mother Theresa Yogyakarta,Van. Soalnya Papa yang pilih, lagian gue bakalan pindah sama Papa Mama, Papa pindah tugas ke Yogyakarta."
"Yah... Tasya lo jauh banget di sana. Jadi, gue bakal sendiri nih ceritanya lo tinggalin di Jakarta?" Tampilan wajah Vani sudah cemberut. Ditekuktunya wajahnya, serta tangannya menopang dagunya.
"Ya enggak lah, Van. Kan masyarakat Jakarta banyak. Emang, lo merasa sendiri, gitu?" Cengir Tasya setelah mendengar perkataan Vani.
"Bukan gitu maksud gue, Sya. Maksud gue, kita 'kan dari kecil sama-sama terus. Nah, masa SMA kita pisah, malah beda kota. Jauh lagi lo di Yogyakarta."
"Gak apa-apa kali, Van. Masa iya, lo tega lihat gue hidup sendiri di sini? Karena Mama sama Papa gue ke Yogyakarta."
"Iya, gak tega juga lah, Sya."
"Nah, makanya itu, gue mau ikut orangtua gue, Van. Nanti kalau kita udah tamat SMA atau kuliah, mungkin kita bakalan jumpa lagi. Papa kerjanya mutasi terus."
"Iya, Sya. Tapi, gue pasti bakalan kangen sama lo. Lo tahu sendiri, temen gue dari dulu cuma lo, mana bisa tiba-tiba harus ngelepasin lo."
"Oke. Kalau gitu biar lo ga berat lepas gue, nanti perginya tiba-tiba aja ya, biar lo ga tahu." Candanya sembari tertawa geli.
"Ahh... Tasya curang. Bukan gitu maksudnya. Maksudnya, ayo kita rayain ya pesta kita sebelum lo pergi. Ya..ya..ya.. Sya!" Vani merengek sambil menggoyangkan tangan Tasya berharap Tasya mau mengabulkan permintaannya.
"Iya... iya... Bawel banget sih temen gue ini. Besok malam, datang ya ke rumah. Oh, iya, sekalian ajak Anak-anak yang lain ya."
"Iya, Sya pasti gue ajak!"
"Oke. Kalau gitu, gue pamit dulu ya, Van. Mau beres-beres baju sama perlengkapan lainnya, soalnya hari minggu ini kita berangkat."
"Yah cepat banget, Sya. Berarti 5 hari lagi dong, kan ini udah hari Selasa."
"Iya, Van."
"Ohh iya Van, mau masuk SMA mana?" Kini Tasya yang balik bertanya. Dia sampai lupa bertanya karena teringat dengan acara kepindahannya ke Kota Jogyakarta.
"Mau masuk SMA Negeri aja sih, Sya. Kalau Swasta, biayanya agak mahal. Gue mau bantu mama buat menghemat biaya, apalagi mama kan baru aja di PHK."
"Ohh... benar juga sih, Van. Sukses ya, buat sekolah lo nanti. Gue bakalan rindu sama lo, Van." kedua anak perempuan itu mulai terbawa emosinya masing-masing. Satu sedih karena akan pergi, dan satunya sedih karena takut kehilangan sosok sahabat.
"Sama, Sya. Gue juga bakal rindu lo. Nanti, lo hati-hati ya di sana. Jangan suka loncat-loncat lagi, kaya tadi." Vani berusaha menahan butiran bening yang mengalir di pipinya. Vani sadar, saat ini mereka masih berada di sekolah, meski di kelas sedang sepi.
"Iya, gue bakal hati-hati kok, lo juga ya. Jangan sampe telat buat besok malam ya. Lo orang pertama yang gue tunggu,Van!"
"Iya, Sya. Gue bakalan cepat kok ga lambat lagi kaya biasanya." Tasya tersenyum mendengar balasan dari sahabatnya itu. Dengan anggukan kecil dia meminta permisi untuk pulang.
"Kalau gitu, gue pergi dulu ya Van, bye." Sambil melambaikan tangan akhirnya Tasya semakin menjauh dan sudah benar-benar menghilang dari pengeliatan Vani.
"Bye, Tasya," balas Vani yang sudah tak terdengar oleh Tasya lagi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh [Completed✔]
Fiksi Remaja[Revisi 70 part] Diprivate acak demi keamanan, karena ada akun mirror. Follow kemudian re-login. Ini bukan sekadar cerita cinta anak remaja tapi, cerita fiksi berkombinasi dengan ilmu pengetahuan seputar Olimpiade dan pengetahuan lainnya. Bukan ceri...