Selamat membaca, jangan lupa Vomment untuk part ini🙏
"Sya, lo harus dengar penjelasan gue. Please lo dengarin gue." dengan tenang Tasya duduk menyandar di bangku kafe itu. Beberapa jam yang lalu Tasya mengajak Vani untuk bertemu. Tasya sudah siap untuk mendengar segala kemungkinan yang terjadi.
"Lo harus dengar dan jangan potong apapun, oke?" Tasya menganggukan kepalanya cepat.
“Gue sama Theodore gak ada hubungan apa-apa. Serius. Dia ngira gue itu elo, Sya waktu di prom night. Gue juga gak nyangka kalau orang yang dia maksud itu lo, Sya. Gue benaran gak nyangka. Dunia ini benar-benar sempit.” Tasya hanya terdiam.
“Lo kok diam aja sih, Sya? Lo gak percaya sama gue?” Vani mulai panik melihat respons Tasya yang masih diam.
“Tadi kan lo yang suruh jangan potong, Van,” Tasya malah terkekeh malah tersenyum ke arah Vani.
“Lo udah maafin gue, Sya?" Vani sungguh tak percaya. Matanya benar-benar berbinar menatap Tasya.
“Heumm. Gue juga udah mau pergi, Van. Masalah di sini gak mau gue bawa berlarut-larut. Gue bakal mulai kenagan dari awal.” Jawaban Tasya membuat Vani memeluknya Erat.
Dalam pelukan Tasya, Vani berkata, “Lo mau pergi lagi? Kali ini kemana? Hem.. lo gak mau kita barengan?”
Tasya juga sama. Wajahnya perlahan-lahan mulai berubah sedih. Matanya mulai sayu dan bibirnya masih mencoba untuk tersenyum, mengingat kepergiannya esok hari. Segera dihapusnya air mata yang sempat jatuh, melonggarkan pelukan mereka dan membalas perkataan Vani “Bukan gitu, gue Cuma mau gapai cita-cita kecil gue, Van. Lo tau itu kan?”
“Gue tahu, Sya. Tau banget. Semoga lo di sana sukses. Gue janji gak bakal buat lo salah paham lagi.”
Tasya hanya tersenyum. Sekarang hatinya sudah plong dan tak sesak lagi. Ternyata merelakan dan mengikhlaskan itu lebih nikmat daripada memaksakan ego sendiri.
***
Pandangan Tasya kini menyapu pada kedua oranguanya. Ada rasa tak rela sebenarnya, tapi rasa keinginannya untuk mewujudkan cita-cita kecilnya, jauh lebih besar.
Dilihatnya Ayahnya terlebih dahulu, lalu memeluk Ayahnya erat. Dalam pelukan itu, Tasya meminta izin untuk pergi. "Pa, Tasya pergi berangkat ya?"
"Iya sayang, kamu baik-baik di sana ya, jaga kesehatan," Papanya mengusap lembut kepala Tasya. Kemudian Tasya beralih pada Mamanya yang tak jauh dari keberadaan Ayahnya. Ayah Tasya melonggarkan pelukannya dan menatap Tasya seolah mengatakan iya, kamu harus bisa, Nak. Minta izin sama Mama dulu.
"Ma, Tasya pergi ya," ucap Tasya yang sudah ada dalam pelukan hangat Mamanya. Tasya mendengar pesan dari Mamanya. "Kamu jangan lupa ngabarin Mama ya, Sayang kalau udah sampai."
"Iya, Ma. Tasya pasti kabarin."
Kini Tasya mulai berpindah pada Sahabatnya. Vani, Tomi dan Jerry ikut mengatar Tasya. Sementara, Aldo Ia tak bisa, ia sudah di Bandung.
"Sya, gue minta maaf, maaf kalau selama ini gue banyak salah sama lo,"Vani memeluk Tasya dengan erat. Tanpa sadar, Tasya juga sedih. Lagi-lagi ia harus pergi meninggalkan sahabatnya. Malah kini, ia juga meninggalkan kedua orangtuanya.
"Gue udah maafin lo Van, sebelum lo minta maaf. Gue juga mau minta maaf, mungkin dulu gue sering salah sama lo,""Engga, Sya, gue yang salah," lagi, kedua anak remaja itu saling berpelukan dan menangis. Vani benar-benar merasa bersalah dan ia sudah menjelaskannya pada Tasya, bahwa ia tak memiliki hubungan dengan Theodore. Namun, hati Tasya masih sedih. Walau bukan kesalahan Vani, tapi ia sempat kecewa dengan Vani. Tapi, sekarang hati Tasya sudah lega, sangat lega. Setidaknya ia tak akan menyesal sudah menuduh Vani yang bukan-bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh [Completed✔]
Ficção Adolescente[Revisi 70 part] Diprivate acak demi keamanan, karena ada akun mirror. Follow kemudian re-login. Ini bukan sekadar cerita cinta anak remaja tapi, cerita fiksi berkombinasi dengan ilmu pengetahuan seputar Olimpiade dan pengetahuan lainnya. Bukan ceri...