52-Kejutan!

358 27 71
                                    

Selamat Membaca😊

"Yo, aku bakal jawab pertanyaan kamu," kini Tasya dan Deo sudah berada di taman kota Paris. Mereka akan pulang besok sore.

Deo hanya melirik Tasya.

"Ak-u.. aku.."

"Gak perlu dilanjut," Deo menjeda kalimatnya sebentar. "gue tau kalau lo jawab sekarang itu sama dengan nolak gue. Oleh karena itu, jangan jawab sekarang, jawab kalau lo bener-bener siap, Nas,"

"Tapi, Yo, kamu yang bilang butuh kepastian,"

"Gue maunya kepastian hingga akhir. Lo pasti ngertikan yang gue maksud?" ada senyuman setelah kalimat itu lepas landas dan Tasya hanya mengangguk lemah dengan malu.

"Iya Yo, aku cuma belum diizinin. Makasih udah kasih aku waktu," Deo hanya bergumam.

"Bagi gue, menunggu emang hal yang membosankan. Maka dari itu jangan buat gue nunggu terlalu lama, Nas. Gue ngerti kalau lo emang belum diizinin tapi, asal lo tahu, gue bakal tunggu sampe lo benar-benar siap,"

Tasya hanya mematung setelah mendengarkan perkataan Deo.

"Ayo balik! lo mau diam di sini terus?" Deo mengulurkan tangannya pada Tasya dan Tasya menggapai tangan itu, lalu mulai bangkit.

***
"Bawaan lo banyak bener Lion," omel Abigael pada Miliion.

"Terserah gue dong, ini semua oleh-oleh buat keluarga gue. Lo tuh yang pelit!"

"Gue bukan pelit, gue cuma beli yang berguna. Ya kali, lo beli ginian di sini. Di Indonesia juga ada kali," Gael menunjukkan barang belanjaan Lion berupa baju, gantungan kunci, sandal bahkan jajanan.

"Terserah gue dong! kan belinya pake duit gue,"

"Tapi bawaan lo bikin sumuk! nih liat banyak banget, repot kan bawanya ke bandara gini," Gael dan Lion terus-terusan berdebat.
Hari ini memang hari kepulangan mereka ke tanah air.

Hingga memasuki pesawat, Gael semakin jengkel. Ia harus duduk bersebelah dengan Lion.

"Tasya, gue pindah ke tempat lo ya?"

"Gak bisa, setiap bangku kan udah ada pemiliknya masing-masing," Deo yang membalasnya karena ia yang duduk bersebelahan dengan Tasya.

"Ayolah, Deo please banget. Gue gak suka sebelahan sama si Lion singa ini," Gael ingin memulai kerusuhan lagi. Sementara Lion, ia tak ambil pusing. Ia memilih tidur karena kelelahan.

"Gak bisa!" tekan Deo. Setelah itu Gael tak berani lagi. Ia hanya duduk dengan wajah kesal.

"Nas, bentar lagi kita kan bakal balik, gue harap ini bukan akhir dari komunikasi kita," Deo berbicara tanpa melihat Tasya.

"Iya, aku pasti hubungin kamu, kamu juga ya?" Deo hanya mengagguk dan tersenyum.

***
Kini kontigen Indonesia sudah tiba di tanah air, setelah melalui jam penerbangan yang cukup lama. Mereka kembali ke bandara Soekarno-Hatta. Di sana sudah menunggu keluarga setiap peserta IGeO.

Ada banyak wartawan yang memotret dan ingin mewawancarai mereka. Kini saatnya penyambut dari kementerian pendidikan dan kebudaayan Indonesia. Di sana, mereka sudah disambut hangat, di beri sebuah bunga lingkaran yang dikalungkan di leher. Ada juga spanduk yang berisikan selamat atas keberhasilannya.

Selamat! kata itu yang sejak tadi terdengar di telinga mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat! kata itu yang sejak tadi terdengar di telinga mereka. Ada juga banyak pengunjung bandara yang tiba-tiba ikut meramaikan penyambutan. Tak lupa setiap medalist mengalungi medali mereka masing-masing. Sebagai bukti atas keberhasilan mereka. Sewaktu pemotretan, mereka semua kompak memegang lingkaran medali.

"Bagaimana rasanya menjadi absolute winner?" tiba-tiba seorang wartawan mewawancari Deo sewaktu penyambutan selesai.

"Rasanya bersyukur, saya gak nyangka, benar-benar di luar dugaan," balas Deo dengan antusias. Serta ada banyak lagi pertanyaan yang dilontarkan untuk Deo juga Million.

"Bagaimana kinerja kelompok sewaktu di sana?" tanya wartawan yang lain.

"Syukurlah kami kompak," Deo menjeda kalimatanya dan melambaikan tangannya pada Tasya sebagai tanda agar datang menuju keberadaan Deo dan Tasya mengerti ia segera ke sana, memecah keramaian akibat wartawan yang banyak. "Kebetulan waktu itu saya sekelompok bareng dia, dan kami klop, sangat kompak. Saya merasa beruntung bisa sekelompok dengannya," ucap Deo yang tiba-tiba merangkul Tasya.

Tasya terkejut, sementara pihak wartawan terus memotret. Hingga akhirnya wawancara itu selesai dan Tasya harus kembali pulang. Ia sudah ditunggu oleh Mamanya. Ayahnya Tasya sedang dinas, jadi Mamanya memutuskan untuk tinggal di Jakarta dulu dan lusa baru berangkat ke Jogyakarta, mengingat hari ini adalah hari jumat.

***
Tasya istirahat di kamarnya. Ia menatap langit-langit kamarnya tanpa henti, sama seperti yang dilakukan Deo. Pikirannya terus melayang pada perkataan Deo yang mengatakan akan terus menunggunya. Jujur saja, Tasya sebenarnya ingin menerima Deo. Namun, mau dikata apa? izin belum ia kantongi dari orangtuanya.

Pagi-pagi setelah merenggangkan badannya yang pegal, Tasya berniat memberi kejutan pada sahabatnya itu. Ia membantu pekerjaan Mamanya terlebih dahulu, lalu sorenya ia berniat menemui Vani dan memberi kejutan.

***
Tok.. tok.. tok..

"Iya tunggu sebentar," Vani berjalan menggapai gagang pintu dan alangkah terkejutnya ia melihat Tasya di hadapannya.

"Kejutan!!" teriak Tasya terlambat.

"Tasya, lo kok ada di sini? bukannya masih di Perancis?"

"Udah pulang, kemarin. Hubungin yang lain ya, tapi jangan bilang aku ada di sini,"

Vani menuruti permintaan Tasya dan segera menghubungi Jerry, Aldo dan Tomi.

Datang ke rumah gue sekarang, ya.

Send

Setelah mengirimkan pesan singkat itu, Vani mulai tertawa bersama Tasya. Ia segera membuka perbincangan tentang sahabatnya yang lama tak ia dengar.

"Lo tau gak, Sya. Jadi si Jerry itu sekarang udah suka sama seseorang,"

"Siapa, Van?"

"Gue juga gak tau, yang jelas Jerry belum bisa bagi tau ke kita-kita," Tasya hanya mangut-mangut mendengarkan.

Tok.. tok.. tok..

Lagi, bunyi ketukan pintu terdengar. Vani bangkit dari dusuknya dan membuka pintu itu.

"Ayo masuk!" ajak Vani pada mereka.

"Lo kenapa Van? tumben nyuruh kita ke rumah lo?" mereka sudah menyelonong masuk ke ruang tamu Vani.

"Tunggu gue suruh masuk dulu kali!" Vani melempar bantal ke wajah Aldo dan Tomi.

"Ya, kan gue udah anggap ini rumah sendiri, gimana dong?" Tomi sudah menganggap rumah sendiri.

"Yaudah terserah lo aja, kalian mau minum apa?"

"Terserah lo aja Van, ngapain capek-capek minta ini itu, toh nanti lo kasih es kosong," kata Aldo mengingat kejadian yang lalu, saat mereka bertamu ke rumah Vani dan hanya dihidangkan es kosong. Vani malah terkekeh geli mengingatnya.

"Yaudah, terserah gue ya," Vani berlalu menuju dapur dan mereka terkejut, ketika yang membawa nampan berisi minum dan makanan bukanlah Vani, melainkan Tasya.

"TASYA!!" jerit mereka bertiga.

"Surprise!" mereka semua melongo melihat Tasya, kecuali Vani.

"Lo beneran Tasya?" kalau ini jelas Aldo yang berbicara.

"Iya dong, emang kamu pikir siapa?" Tasya tambah geli melihat ekspresi kaget sahabatnya itu.

"Kok bisa?"

A/N
Oke, ini emang sengaja aku gantung. Soalnya kepanjangan kalau ketik lagi. Baca selanjutnya di part berikutnya ya.

Menurut kalian updatenya kebanyakan atau masih kurang? satu part ceritaku cuma 800-1100 kata, makanya banyak partnya.

TBC
30 Juni 2018


Bukan Salah Jodoh [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang