35- Video Call

406 36 105
                                    

Selamat membaca📖

Setelah melewati pelatnas I Tasya memasuki Pelatnas II. Ada banyak halangan yang ia dapat selama Pelatnas II. Jauh lebih berat dibanding pelatnas I. Mulai dari tingkat pengerjaan soal tertulis, praktikum, bahkan persoalan hati. Siapa sangkah bukan?

Selama pelatnas juga Tasya tidak pernah pulang. Ia beserta peserta pelatnas lainnya selalu berada di wisma Kartini, seperti asrama.

Kini rasa rindu mulai menghampirinya. Tasya berjalan menuju taman. Ia ingin menenangkan pikiran sejenak dan melepas penat.

Ahh.. ternyata ikutan Pelatnas beribu lipat sulitnya dari bayangkanku. katanya dalam hati.

Hingga tiba-tiba Deo menghampirinya.

"Sendiri aja?" tanya Deo yang sudah tau jawabannya.

"Engga, berdua nih sama handphone,"

Tasya masih kesal dengan kejadian beberapa hari lalu, saat seorang peserta dengan lancangnya memotong pembicaraannya dengan Deo dan  Deo tanpa ada usaha untuk memahami kepergiannya saat itu.

Aneh? ya namanya masih remaja, harap maklum ya. Masih masa peralihan menuju dewasa tahap awal.

Deo terkekeh mendengarnya. Ia merasa tak ada masalah apapun, padahal Tasya setengah mati mencoba untuk tidak kesal.

"Lo kenapa?"

"Aku bosan, Deo, aku rindu sama orang rumah, sahabat dan sekolah,"

"Gue tau solusinya, mau?"

"Apa?"

"Video call,"

"Ah.. iya benar juga, makasih ya,"

Deo hanya mangut-mangut.

"Kamu kenapa masih di sini? gak balik?" tanya Tasya bingung melihat Deo tak bergerak dari bangku taman.

"Mau liat, gak boleh?"

"Eh.. boleh kok," akhir ya Tasya sudah menelpon kedua orangtuanya. Namun, tak kunjung diangkat. Papanya sedang bekerja, sedangkan Mamanya sibuk mengurusi bisnis barunya.

"Gimana?" tanya Deo.

Tasya menggeleng lemah.
"Papa, Mama lagi sibuk,"

"Kalau gitu temen lo aja," saran Deo.

"Ehh.. iya benar Juga," akhirnya Tasya memilih video call dengan Vani.

"Halo Van.." Tasya melambaikan tangannya ke layar handphonenya.

"Halo Juga, Sya. Apa kabar?"

"Baik, Van. Ya tapi gak sebaik waktu ada kalian, kamu gimana?"

"Gue baik juga kok, yee.. lo mah bisa aja, Sya. Eh gimana pelatnasnya?"

"Sulit banget, Van. udah masuk pelatnas II sekarang,"

"Wih gila kece banget lo, Sya, ahh gue jadi pengen,"

Ingat, Vani bukan iri sama sekali, ia mengatakannya sebagai rasa kagum, hanya itu.

Melihat percakapan yang sangat akrab di antara kedua gadis itu, membuat Deo bosan. Ia kemudian beranjak dari tempatnya.

"Nas, gue duluan ya, bye," Deo berlari saat melewati Tasya yang sedang Video call . Hal itu membuat Vani melihat sekilas apa yang terjadi di dekat Tasya.

Tasya mengangguk-angguk cepat sebagai balasan perkataan Deo.

"Eh.. tadi itu siapa, Sya?" tanya Vani pada Tasya.

"Teman aku, Van. Dia baik banget. Selama di sini dia yang selalu bantu aku," terang Tasya jujur.

"Ciee.. jadi ceritanya pdkt-an nih?"  Tasya sudah mulai menunduk dibuat Vani.

"Engga, dia cuma teman, Van," jelas Tasya lagi.

"Iya sekarang teman, besok siapa tahu jadi teman hidup,"

"Apasih, Van kok jadi alay gini? Hahaha," Tasya terkekeh.

"Ye lo kata gue alay, lo itu, Sya yang alay, digituin doang langsung malu,"

"Ehh engga ya,Van,"

"Udah ngaku aja,"

"Astaga... engga loh Van,"

"Iya.. iya iyain dah, biar cepat Hahaha," Vani tak dapat menahan tawanya.

"Kok gitu? aku matiin ya nanti vcnya,"

"Jangan dong, Sya. Hahaha aduhh perut gue sakit banget, geli liat lo, Sya,"

"Van, aku beneran kesal loh,"

"Astaga... iya sorry, kasih gue waktu 2 menit buat ketawa ouas, setelahnya gue janji  gak ketawa lagi,"

"Oke,"

setelah dapat menghentikan tawanya, mereka kembali mengobrol.

"Sya, lo ada kenalan cogan gak?"

"Hem.. kenapa?"

"Ehh gue lupa cerita kemaren, gue nemu cogan, Sya. Malah baik banget anaknya, pengertian, jago nyanyi,"

"Menang banyak kamu, Van. Terus gimana kelanjutannya?"

"Ya gitu, namanya cowo susah pekanya, masa iya gue blak-balkan sama dia,"

"Jangan dong, kasihin kode bisa kali, Van,"

"Udah, kadang mah susah ya jelasinnya. Pokoknya dia da'best dah, cuma susah dapatinnya,"

"Hahahahaha..." kini Tasya yang terkekeh.

"Lo kenapa ketawa, Sya?" Vani mulai kesal.

"Loh aku baru tahu seorang Stevania Rafella, yang ambisius bisa jadi pesimis kaya gini? sejak kapan?"

"Ya, lo mah, Sya ngatain gue muluk. Nanti deh kalau lo udah demen sama cowok baru tahu kalau cowok itu spesies yang paling sulit peka,"

"Iya.. iya, jangan gitu dong, Van. Nanti cantiknya hilang,"

"Hem.. gue bingung Sya, apa gue gak cantik ya di mata dia? gue kurang apa menurut lo?"

Nah, ini Video callnya kenapa jadi Vani yang curhat, padahalkan Tasya yang menelepon. Tapi, yasudahlah.

"Kamu cantik banget kok Van, pinter lagi, rajin, anak OSIS kurang apa coba?"

"Nah, iya kan kurang apa gue?"

"Hemm.. tapi, ada satu si kekurangan kamu Van?"

merasa kebingungan kemudian Vani bertanya.

"Apa?"

"JOMBLO! Bahahakakaka," Tasya tertawa terbahak-bahak.

di sebrang sana Vani malah tak teringgung sama sekali. Ia justru ikut tertawa renyah.

"Hahahaha iya bener gue JOMBlO eh kaya lo gak jomblo aja, Sya ngatain gue,"

" Emang engga, Van,"

"Tuhkan lo udah jadian sama cowok mana?"

"Bukan itu juga,"

"Terus? masa iya lo jeruk makan jeruk,"

"Ya gaklah, ngaco kamu. Aku ini SINGLE, bukan JOMBLO,"

"Lah emang apa bedanya?

" Beda dong, kalau aku kan Single, berarti lagi sendiri tapi gak miris menanti pasangan. Nah, kamu kan Jomblo Van, berarti lagi penantian seorang pendamping,"

"Kagak! sama aja, Sya. Single mah cuma versi bahasa Inggrisnya Jomblo kali, Hahahaha,"

Begitulah seterusnya mereka meributkan hal yang tidak penting. Namanya juga perempuan, kadang perlu begini untuk mengekspresikan dirinya.

TBC
9 Mei 2018

Bukan Salah Jodoh [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang