38- Alasan

392 33 62
                                    

Selamat membaca📖

"Lo udah siap?" tanya Theodore pada Tasya dan dibalas anggukan cepat darinya. Mereka pergi dan melihat pengumuman.

Hari ini adalah akhir dari pelatnas. Akan ada 4 orang siswa yang bahagia juga 4 orang siswa yang sedih. Entah bagian yang mana mereka.

Setelah menarik napas panjang dan menetrakan detak jatungnya yang berdegub kencang, Tasya sudah yakin.

"Siap gak siap kita liat pengumumannya," Tasya maju dengan langkah gemetar menuju papan pengumuman.

"AHHH!!!" teriakan kencang itu bukan dari Tasya, melainkan anak laki-laki bernama Million yang berada pada peringkat 1 delegasi IGeO.

Tasya memutar bola matanya dan langsung melihat pengumuman di sana.

"Gimana, Nas?" tanya Theodore yang belum melihat pengumuman akibat tinggi Tasya yang menutupi.

Namun, Tasya hanya diam dan segera berlalu ke taman. Theodore pun akhirnya mengejar.

"Hey, Nas! lo kenapa?"

"-------"

"Lo kenapa? nama lo gak masuk? jangan sedih,"

"------" masih tak ada jawaban dari bibir terkunci Tasya.

"Gue akui gue bodoh soal merangkai kata, tapi satu yang harus lo tau, Nas. Gue juga pernah gagal dalam hal ini, jangan sedih ya,"

"-----" Theodore semakin frustasi.

"Jangan sedih, nanti hadiah dari sana dan semua mimpi lo bakal gue bawa, anggap aja gue wakil lo, gimana?" tawar Theodore yang tak bisa memikirkan hal jernih lagi.

"Emangnya kamu udah termasuk 4 orang bahagia hari ini?" tanya Tasya dengan nada ahh.. campur aduk.

Kikuk itulah yang dialami Theodore saar ini.

"Belum sih," ucapnya sambil menggaruk kepala.

"Yaudah, liat sana," ucap Tasya dengan nada sedih.

"Yaudah gue pergi dulu, tapi lo jangan kemana-mana. Ingat kalo gue lolos, gue jadi wakil lo, dan kalau gue gak lolos, gue jadi temen lo. Kita senasib," Tasya membalasnya dengan anggukan lemah.

Kemudian Theodore berlalu dan Tasya pergi. Tasya tak mengindahkan kata-kata Theodore padanya.

"YESS!! GUE LOLOS! Peringkat 2," Tapi siapa 2 lagi ya? lanjut Theodore dalam hati.

"Peringakat 3, Abigael Larasati," baca Theodore.

"Nomor 4 siapa ya?" tanyanya sendiri karena anak-anak sudah sepi. Baru Theodore ingin mengarahkan jarinya ke bawah namun terlambat seseorang sudah memutar pundaknya dan meninggalkan rencananya membaca. Dia adalah Tasya.

"Lo kenapa si Nas?" tanya Deo entah untuk kesekian kalinya.

"Udah, jangan sedih lagi. Gue lolos dan itu artinya gue bakal jadi wakil lo, Nas,"

"Kata siapa?" tanya Tasya.

"Ya kata gu--" Deo terpotong karena Tasya sudah nyengir kuda dengan selembar kertas hasil pengumuman yang ia tunjukkan.

"See, namaku ada di sini, itu artinya aku bakal ikut, Yo. AHH SENANGNYA!!" Tasya sudah berlarian ke taman lagi.

"Jadi, tadi lo nipu gue?" tanya Deo yang ikut berlari menuju taman.

"Bukan, aku gak nipu kamu. Ini KEJUTAN!!" kini Tasya girangnya bukan main.

"Jadi, tadi lo lagi acting?"

Tasya malah membalasnya dengan cengiran kudanya lagi.

"Jangan marah ya calon pak absol, nanti absolnya gak jadi loh," Entahlah Tasya saat ini sangat bahagia. Sepertinya dia bukan salah satu dari 4 orang bahagia saat ini. Tapi, orang yang sangat amat bahagia hari ini.

"Oh baguslah," kini nampaknya Deo ngambek.

"Kamu marah yo?"

"Gak,"

"Ya ampun, maaf deh, Yo. Bukan maksud hati mau nipu kamu. Tapi, ya aku mau ngasih kejutan. Just it,"

"Nope," balasnya singkat

"Kamu beneran marah samaku, Yo?"

"Engga sama sekali, Nas. Gue justru senang akhirnya lo lolos, kita bisa sama," ungkapan Deo berbanding terbaik dengan ekpresi wajahnya.

"Kalau kamu senang harusnya tuh kamu gini," Tasya mendekati Deo lalu menarik kedua ujung bibirnya dengan kedua tangannya. Seperti menarik untuk membuat satu lengkungan di sana. Sebuah senyuman.

"Nah, gini baru namanya ikut bahagia," ucap Tasya yang masih berada di hadapan Deo.

"Makasih," balas Deo.

Kening Tasya berkerut seolah bertanya 'buat apa?'

Deo justru semakin melebarkan senyumnya.

"Kamu aneh, yo," balas Tasya ngeri melihat seseorang yang tadinya murung kini secepat kilat bahagia.

"Makasih," ucap Deo lagi.

"Buat?"

"Buat gue selalu punya alasan untuk senyum dan bahagia,"

Kini Tasya yang gerogi.

"Hehehe iya, sama-sama, Yo," Tasya pura-pura terkekeh untuk menghilangkan sedikit kadar geroginya.

"Lo selalu punya cara buat gue senyum dan bahagia. Apa lo gak mau kita gantian?"

"Maksu-dnya, Yo?" tanya Tasya sedikit gugup. Tidak, tidak, sangat gugup tepatnya.

"Sampai saat ini lo selalu jadi alasan gue tersenyum dan bahagia. Kapan lo bisa ngizinin gue buat jadi alasan lo senyum dan bahagia?"

***
TBC
19 Mei 2018

Bukan Salah Jodoh [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang