00

40.2K 3.8K 221
                                    

A/n. Dimohon untuk membaca blurb terlebih dahulu 🙏 di ff ini akan ada banyak sidepair yang kemungkinan besar anda tidak suka, semua sidepair tercantum di tag. Pastikan anda tidak bermasalah dengan sidepair sidepair di ff ini sebelum melanjutkan karena ff ini lumayan panjang, supaya anda juga tida menyesal nantinya

.
.
.
.
.
.
.
.
.

JENO yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Ya, dia yakin orangtuanya mendidiknya dengan benar dan dia juga menurutinya dengan baik.

Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil yang menarik ujung kemejanya sambil memanggil 'papa' padanya, Jeno merasa anak itu salah orang.

"Paaa!" Dia mulai merengek, apalagi Jeno tidak merespons dan malah lanjut mencuci tangannya di wastafel sebuah restoran fast food. "Paaapaaa!!"

Jeno yang awalnya ingin bersikap cuek, jadi tidak bisa lantaran anak itu sepertinya akan menangis dalam hitungan detik. Dia bisa disangka yang macam-macam kalau anak itu menangis dalam keadaan sedang ditempeli seperti itu.

"Hei, jagoan! Jangan menangis! Kamu terpisah dari orangtuamu, hm?" Jeno menyamakan tingginya dengan anak itu yang sekarang benar-benar sudah menitikkan airmata. "Mau kakak temani sampai papamu ketemu? Oh, apa mamamu juga ada di sini?"

Anak itu diam sejenak sebelum menunjuk ke wastafel sebelah. Tepatnya, ke orang yang sedang menggunakan wastafel di sebelah yang Jeno gunakan tadi.

Seorang lelaki kira-kira seumuran Jeno. Dia juga sedang mencuci tangannya, seperti yang tidak sadar ada anak kecil yang tengah menunjuk padanya.

"Uh, permisi," kata Jeno dengan nadanya yang tersopan. "Apa kamu wali anak ini?"

Orang tadi menoleh sambil masih mengeringkan tangannya. Dia meminta Jeno mengulang kata-katanya karena tidak terlalu mendengar ---barangkali karena pertanyaannya juga bukan pertanyaan yang pernah dia dapatkan sebelumnya.

"Anak ini terpisah dari orangtuanya, dan dia bilang kamu ibunya...."

Kening orang itu berkerut, tidak mengerti. Ya, Jeno paham. Orang itu terlihat sepantaran, dan rasanya tidak mungkin di umur mereka yang masih sangat muda ini sudah punya anak yang kelihatannya berumur 3-4 tahun.

"Aku masih kuliah. Aku tidak mungkin punya anak...," Jawabnya dengan suara tawa yang juga terdengar bingung. "Mungkin dia datang ke sini dengan kakaknya. Coba ganti pertanyaannya."

Jeno mengikuti sarannya, tapi kali ini anak itu menggeleng. Dia tidak punya kakak, katanya.

"Ah, kalau begitu, kamu datang ke sini dengan siapa, nak?" Orang itu juga jadi ikut menyamakan tingginya. Dia berjongkok dan menggenggam tangan si kecil. "Di mana orangtuamu? Kami antar ke meja mereka ya?"

Jeno rasanya ingin memotong pertanyaan laki-laki ini soal orangtua. Dia sudah menanyakannya barusan, dan jawabannya itu dia rasa belum akan berubah. Dia yakin anak ini pasti masih akan memberi mereka jawaban yang akan membuat mereka pusing seharian.

Dan benar saja. Anak itu kembali menunjuk Jeno sambil menyebutkan 'papa', lalu menunjuk laki-laki yang tadi kebetulan menggunakan wastafel di sebelah Jeno dengan 'mama'.

.
.
.

Tbc

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang