"...jadi ceritanya, kemarin aku sampai menampar Jeno karena aku kira, Jeno menelantarkan kuliah demi perempuan klub yang identitasnya tidak jelas," gumam Doyoung, mungkin pada dirinya sendiri. Matanya lalu menatap Renjun yang sedari tadi terlihat jelas kalau dia nervous. "Tapi ternyata, kamu juga laki-laki. Dan Jeno juga tidak menelantarkan kuliah. Terakhir aku dengar, Jeno sukanya sama perempuan, jadi aku langsung berasumsi begitu."
Jeno tertawa garing. "Apa itu maksudnya kalau ibu tau Renjun ini laki-laki, ibu tidak akan menamparku?"
Doyoung memicingkan mata pada Jeno yang lalu merasa yakin dia menang di sana. "Aish, Jeno jadi pintar bicara. Persis ayahnya. Daripada itu, ehh, siapa tadi namamu?"
Renjun menjawab dengan terbata, "R-Renjun, tante."
"Ah, iya, Renjun. Apa yang kamu sukai dari Jeno, coba? Dia kalem-kalem begini tuh juga aslinya menyebalkan."
Apa yang disukai Renjun dari Jeno? Renjun langsung memerah di sana, berusaha memikirkan jawaban yang tepat dan sekiranya tidak akan membuat mood tiba-tiba canggung. "Hmm... Jeno itu---"
"Haha, bukan begitu, bu." Jeno memotong perkataan Renjun. "Di masa depan memang kami menikah, tapi sekarang kami belum ada perasaan yang seperti itu. Iya kan?"
Jeno meminta Renjun mengiyakan. Kalau sudah seperti itu, Renjun bisa apa selain menjawab dengan suara rendah? "...iya.... Kami belum ada perasaan apa-apa...."
Doyoung dan Jaehyun saling tatap, lalu hanya mengangguk seolah paham. "Renjun, yang semangat ya."
Semangat, katanya. Tapi dibilang seperti ini Renjun malah jadi ingin menangis. Ada pula Jeno yang malah celingukan, "Semangat? Semangat kenapa?"
"Semangat harus ngadepin papa yang nyebelin!" Chenle yang duduk di pangkuan Jaehyun ikut menambahkan. "Kemarin, papa ngatain mama! Katanya mama jelek!"
Doyoung langsung mendelik pada Jeno, "Maksudnya bagaimana itu, Jen? Masa' kamu ngatain istri sendiri...."
"B-bukan begitu maksudnya, bu...."
Jaehyun juga menatap Jeno miris. "Jangan begitu, Jeno. Ayah tidak pernah mengajarimu seperti itu...."
"Eh, lupa ya! Kamu juga tadi bilang aku keriputan!"
"Kapan!"
"Tadi!!"
"Tidak!"
"Iya!"
Melihat kelakuan ayah dan ibunya di sana, Jeno menggelengkan kepala. "Njun, lihat? Semuanya baik-baik saja pada akhirnya."
Renjun terkekeh pada pertanyaan Jeno. Dia jadi berpikir apa Jeno dari awal sudah merasa semua akan baik-baik saja perihal orangtuanya? "Aku tidak mau dengar itu dari orang yang kemarin terdengar sangat kewalahan menyusun penjelasan supaya tidak dianggap gila oleh orangtua sendiri."
"Itu beda cerita. Ini juga bentuk lain dari yang biasanya kamu bilang." Jeno melanjutkan waktu Renjun mengerutkan kening layaknya tidak mengerti, "Ini juga bentuk percayaku pada orangtuaku. Aku percaya orangtuaku tetap akan membantuku waktu aku melakukan salah, asal aku sudah mengusahakan yang terbaik sebagai bentuk tanggung jawab."
Jeno mengucapkannya dengan tampang luar biasa bangga, tapi setelahnya dia kelepasan tertawa sambil bertanya, "Aku berlebihan ya? Pasti tadi terdengar norak."
Renjun tersenyum dan menggeleng, "Tidak. Tadi itu keren."
Aku suka Jeno yang penuh rasa tanggung jawab. Jeno yang bisa diandalkan. Begitulah bagaimana hatinya berseru saat ini, waktu senyuman senang Jeno memenuhi pandangannya sebegini dekat.
Renjun yakin, kalau ibu Jeno lagi-lagi memberikan pertanyaan lagi, seruan tadi itulah yang akan jadi jawabannya.
.
.
.
.Tbc
A/n. Hellow!!!
Aku lagi nonton pengabdi setan🤓✊ dipaksa kakak huhu serem.Tida mau baca ulang!! Kalo nanti berasa ada yg aneh, unpub!!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanficJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...