Cium aku.
Itu kata Jaemin, yang langsung membuat Jeno hampir berdiri dari kursinya dan mengambil langkah mundur. Jaemin melihat dengan jelas bagaimana tubuh Jeno secara tak sadar menolak.
Tapi Jaemin tidak ingin meloloskan kesempatan lagi. Dia sudah banyak penyesalan karena yang sudah-sudah.
"Kumohon, Jeno...." Jaemin merendahkan suaranya, tidak ingin menarik perhatian karyawan minimarket yang sepertinya sudah mulai penasaran kenapa mereka duduk di luar sangat lama, padahal angin malam ini tidak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya. Masih sangat menimbulkan gigil tak karuan, kalau saja Jaemin tidak baru saja minum anggur.
Jaemin sudah memohon sedemikian rupa. Lalu bagaimana dengan Jeno?
Jeno menelan ludah sebelum menarik napas. Dia sibak rambutnya ke belakang, menimang-nimang jawaban. Jaemin mulai tersenyum karena Jeno jelas terlihat akan menyanggupi permintaannya.
Dalam hati, Jaemin yakin sebenarnya Jeno juga masih menyimpan sisa-sisa perasaan untuknya.
"...'maaf'...," Bisik Jeno. "...itu yang kamu katakan waktu kamu menolakku dulu. Dan... Aku, aku rasa, aku juga harus menolakmu dengan cara yang sama."
Tapi jawaban Jeno sayangnya tidak membuatnya senang.
Jeno? Jeno menolaknya?
Jaemin gagal memproses apa yang tadi dia dengar. "...? Kamu serius...?" Tangannya gemetar. Jawaban Jeno tadi sangat di luar harapannya. "Kamu yakin, Jeno? Aku... Aku benar-benar janji ini yang terakhir...."
"Tidak perlu jadi yang terakhir. Aku bahkan tidak ingin ada yang pertama."
"Jeno...!"
Air mukanya keras. Dia seperti yang ingin menunjukkan pada Jaemin, kali ini dia juga bisa tegas.
Jaemin menatap tidak suka. Dia tidak biasa dengan Jeno yang seperti ini. Bukan, Jeno yang keras ini bukan Jeno yang dia kenal. Dan lagi, kenapa juga Jeno harus menolak dengan cara yang sama? Apa itu sebagai bentuk balas dendam? Kalau benar begitu, sebenarnya pun Jeno saat ini hanya ingin memenangkan egonya!
"Aku yakin kamu tidak mengerti apa maksud omonganku tadi itu soal 'maaf'."
Ya. Terima kasih sudah peka.
"Aku tidak tau bagaimana cara supaya tidak terdengar membual di sini, tapi jujur saja, waktu kamu menolakku dengan kata 'maaf', aku seolah bisa merasakan...," tutur Jeno, terus menatap mata Jaemin untuk membuatnya percaya. Dia ini serius. "...kalau perasaanku untukmu langsung menguap entah ke mana... Kata 'maaf'-mu waktu itu seperti langsung menghapus semua rasa sukaku padamu."
Jaemin terdiam. Maaf?
Kata maafnya waktu itu adalah penghapus perasaan Jeno untuknya?
Kenapa bisa? Bukan, lalu kenapa Jeno menolaknya seperti itu juga? Apa itu artinya Jeno juga sedang mencoba menghapus perasaan Jaemin padanya? Seperti itukah?
"...apa...kamu juga menolak Renjun dengan cara yang sama?"
Jeno sempat memastikan dulu, apa Jaemin mendengarnya dari Renjun juga soal dia menolak. Jaemin mengiyakan.
"Iya. Aku juga bilang maaf."
"Kenapa? Kamu juga ingin menghapus rasa suka Renjun?"
Jeno menarik napas dalam. Soal itu, dia sendiri juga tidak begitu yakin. Dia rasa, itu karena dia menyalahkan diri sendiri yang ternyata belum bisa membalas Renjun waktu itu. Saat itu, ucapan maafnya bisa dibilang spontan.
"Walaupun begitu, aku juga mengantisipasi, kalau kata maafku mungkin saja akan berefek sama padanya, sama saat kamu menggunakan kata itu padaku. Aku sudah mengira, setelah kutolak, dia kali ini ke depannya tidak akan bisa aku raih lagi...."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...