36

7.9K 1.7K 290
                                    

Kost Jeno itu pakai scan sidik jari. Selain Jeno dan penghuni yang lain, seharusnya tidak ada orang yang bisa masuk ke dalam.

Seharusnya.

Tapi Renjun sekarang sudah di depan pintu kamar Jeno, masih mengatur napas karena dia ragu apa sebaiknya dia benar-benar masuk ke dalam atau tidak.

"Ma, ayo masuk!" Chenle menarik ujung jaket Renjun, tidak sabaran melihat mamanya yang seakan membeku di sana. "Papa sakit kan? Berarti harus cepet diobatin!"

"I-iya, tau! Ini juga mama udah mau buka pintu----"

Tapi bohong. Renjun belum juga membuka pintunya sampai akhirnya Chenle mencakar-cakar pintu kamar Jeno. Tingkahnya itu membuat Renjun memekik panik. "Lele! Hentikan!"

"Papaaa! Papaaa! Bukain pintunya, pa!! Mama dateng nih!!"

Aduh, Renjun bersyukur di lorong itu sedang sepi. Dia tau pasti penghuni kamar lain bisa mendengar suara Chenle yang menggelegar, tapi setidaknya mereka tidak menyaksikan itu secara langsung bagaimana Renjun berusaha menarik Chenle menjauh dari pintu.

"Lele kalau nakal mama pulangin!!"

Ancaman Renjun itu rupanya tidak didengar. Chenle pun masih bersikeras. "Paaa!! Papa jangan mati di dalem!! Ketemu sama aku sama mama dulu kalo mau mati!!"

"Eh, ngomongnya kok sembarangan!!!"

Saat akhirnya Renjun berhasil menarik Chenle dari aksinya membuat gaduh, pintu yang jadi bekas cakaran Chenle tadi akhirnya terbuka dari dalam dan menampilkan satu sosok yang sudah tidak mereka lihat seminggu terakhir. Jeno dengan tshirt hitam dan celana training biru. Dia terlihat bingung melihat Renjun dan Chenle di depan kamarnya. "Kalian di sini udah lama?? Aku tadi di kamar mandi...."

Renjun tidak langsung menjawab karena dia sibuk memerhatikan Jeno dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia berusaha mencari tanda-tanda sakitnya Jeno, tapi... Dia tidak terlihat ada masalah.

"...kenapa?" Jeno bertanya karena merasa tatapan Renjun sedikit terlalu menyelidik. "Bajuku aneh?"

Bajunya aneh? Tidak. Kalaupun aneh, siapa peduli? Renjun berdiri dan menyentuh kening Jeno lalu juga keningnya sendiri, "Maaf ya. Mau cek."

Jeno tidak mengerti tapi dia tidak menghindar. Dia membiarkan Renjun menyentuh keningnya.

"...kamu nggak panas, berarti bukan demam ya. Jadi? Kamu pusing? Mual? Atau apa?"

"Hah?" Jeno menaikkan sebelah alisnya karena tiba-tiba dihujani pertanyaan.

"Kamu sakit kan? Aku dengar dari Jaemin kamu minta teman kelasmu supaya membelikan obat. Aku tadi tidak lihat ada siapa-siapa di bawah, jadi kayaknya dia sudah pulang," kata Renjun lalu mendorong Jeno masuk ke dalam dan memaksanya berbaring. "Tapi aku bawa persediaan obatku kok. Tenang, aku bawa lumayan banyak. Kalaupun ada yang kurang, aku bisa belikan. Jadi? Kamu sakit apa?"

Sakit? Jeno mengedip berkali-kali pada Renjun yang menatapnya dengan sedikit...galak. Dia terus melihat padanya, menunggu Jeno menjawab, "...kalau aku bilang aku nggak sakit? Kamu marah?"

Sekarang Renjun yang tidak mengerti. "Kamu sakit kan? Ayolah, jawab aja! Besok kamu kuliah pagi kan? Ini biar kamu cepat sembuh dan besok kamu nggak perlu surat izin sakit!"

"Ya tapi aku beneran nggak sakit!" Jeno menatap Renjun dan Chenle bergantian. "Siapa yang bilang aku sakit?? Jaemin??"

"Iya!"

"Kamu percaya Jaemin??"

Percaya!! ----...atau tidak?

Tanpa sadar Renjun mengambil langkah mundur waktu dirasa ragu untuk membalas Jeno dengan suara lantang, sementara Jeno menghela napas sambil mengusap kening, tidak percaya apa yang telah diperbuat teman fakultasnya yang terakhir dia temui kemarin lusa. "Jadi? Kamu langsung ke sini waktu dengar dari Jaemin aku sakit?"

Renjun mengangguk malu. Beda halnya dengan Chenle yang sekarang mulai berjalan ke belakang Jeno lalu menerkam punggung lebar sang papa. "Papa!! Papa bikin mama panik tadi!"

"Oh ya? Padahal kalian bisa menelfonku dulu sebelum ke sini." Jeno mencubit pelan pipi Chenle yang melingkarkan tangan di lehernya.

Renjun menyela, "Karena kata Jaemin kamu nggak angkat telfon! Dan kamu last seen-nya malam kemarin! Aku jadi nggak kepikir buat telfon kamu dulu...."

Last seen? Jeno butuh waktu sebentar sebelum ber-oh. "Aku lupa nyimpen hape di mana. Dari bangun tidur aku masih nyariin, sampai sekarang belum ketemu," katanya. "Mumpung kamu ke sini, bantu cari yuk? Nanti kalau ketemu aku traktir."

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Tbc.

A/n.

Yhaa jeno nya ga sakit ges. Pankapan aja lah sakitnya kalo aku lagi pengen

Btw ni serius aku takut ini book bakal nyampe 50+ chapter,,, udah mulai kebayang di palaku ending decathect tapi gatau butuh berapa chapter lagi sampe ending

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang