138

3.1K 452 158
                                    

"...bunuh diri...?"


Mark menoleh ke sebelahnya. Jaemin barusan bilang apa?

"Aku bunuh diri?" Dia mengulangnya lagi sambil melihat satu persatu kepala di ruangan, sebelum akhirnya berhenti pada Mark yang melihat padanya dengan tatapan yang... Jaemin tidak suka. "Kak... tadi Renjun bilang aku bunuh diri ya?"

"...Jaem...." Mark hanya bisa mengucapkan namanya dengan penuh rasa tak tega.

Kenapa? Kenapa Mark tidak menjawabnya? Kenapa Renjun juga tidak? Kenapa semuanya juga diam dan tidak menjawab padanya? Jaemin terus menoleh kanan-kiri mencari siapa yang kira-kira akan menjawab, sampai dia tau, diamnya mereka itu adalah cara mereka mengiyakan.

Dia memang bunuh diri. Dia menelantarkan dirinya sendiri, dan itu karena dia kalah dengan rasa kecewa yang didapatnya dari ketiadaan orang yang berjanji untuk selalu ada untuknya. Rasa sedih yang tak ada ujungnya akhirnya membuat dirinya tidak ingin berjuang lagi.

Seketika itu juga, Jaemin, yang merasakan keringat dingin mengucur deras membasahi tubuhnya, menjerit dan menangis tersedu-sedu dengan tangannya yang bergerak tak tentu arah, seolah ingin mencakar apapun yang bisa dijangkaunya.

Semua orang yang ada di ruangan berjengit terhadap teriakan Jaemin yang tak dari satupun mereka menyangka. Beberapa dari mereka terpikir untuk mengusahakan sesuatu untuk membuat Jaemin tenang, tapi Mark yang ada di sebelahnya tentu jadi yang tercepat. Dia genggam tangan Jaemin yang terus mencari-cari.

"Jaem, Jaem... Jangan begini, kumohon," dia membisiki Jaemin tepat di telinganya, "Tenanglah. Tarik napas."

"...a-aku mati... Aku akan mati...," kata Jaemin di sela isakannya. Napasnya hilang-timbul layaknya di ruangan memang tidak tersisa oksigen untuknya lagi, "kakak akan pergi lagi. Lalu aku bunuh diri-...."

"Tidak, aku tidak akan pergi. Kalaupun aku pergi, kamu tetap akan selalu kubawa." Mark sempat meminta siapapun yang bisa untuk mengambilkan minum karena suara tangis Jaemin makin tidak terkontrol, "...kamu tidak akan mati. Ingat kata dokter Wendy? Kamu sudah sehat, sayang. Kamu sudah sehat. Beritau aku, apa yang kamu rasa sekarang?"

Apa yang dirasa? Saat Mark bertanya tentang itu, tangisan Jaemin makin pecah dengan matanya terpejam erat. Gemetar bibirnya meloloskan dua kata yang membuat siapapun yang mendengar meringis dalam hati, "...aku takut...."

Rasa takutnya menjalar ke mana-mana. Kepada Mark juga, bahkan. Mark singkirkan rambut yang menempel dengan basah keringat wajah Jaemin, "Iya. Sekarang coba tarik napas, ikuti aku," katanya lagi, "Lihat, tanganmu kupegang erat, sayang. Kamu di sini. Kamu tidak akan pergi... aku juga tidak...."

Tapi isakan dan gemetarnya tak juga hilang, tak juga mereda. Mark pun akhirnya memohon izin sebentar untuk membawa Jaemin ke ruangan lain karena Jaemin bilang dia tidak ingin dengar isi pembicaraan lagi, "Di sebelah ada kamar kosong. Aku antar Jaemin ke sana dulu," katanya dengan Jaemin berpegangan padanya, "Kalian lanjutkan saja, tidak usah tunggu aku kembali. Lucas, aku titip ya."

Lucas yang Mark panggil di sana adalah Lucas yang dari masa ini, yang tadi sudah membawakan minum tapi Mark malah lupa mengambilnya. Dia buru-buru mengiyakan karena dia terlanjur tertangkap tidak siap dengan reaksi macam itu dari Jaemin perihal mendengar tentang dirinya yang akan mati dalam keadaan serba menyedihkan.

"Jadi... Apa masih mau dilanjut?" Tapi yang kemudian bertanya kelanjutannya adalah Lucas dari seberang, "atau lebih baik kalian langsung kembali saja? Waktunya masih lumayan sih, tapi kalau-...."

"Lanjut! Ceritanya sama sekali belum selesai!"

Renjun yang menjawab tanpa sedikitpun dia terlihat menahan. Dia sama sekali tidak terpikir untuk meminta pendapat yang lain, mungkin karena dia tau, dari semuanya yang tersisa di sama, tak ada yang ingin pertemuan itu ditutup setengah-setengah.

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang