Sudah beberapa hari ini Jeno mempertanyakan satu kalimat yang sama; apa yang telah mereka lakukan ini benar?
Beberapa hari. Ya, sudah berhari-hari Jeno harus merasa bersalah tiap kali dia mendapati Chenle terus meringkuk di sudut ruangan dan menolak bicara.
Kalau kalian merasa narasi ini dilebih-lebihkan, sebaiknya kalian berubah pikiran, karena tidak ada satupun dari kata-kata yang barusan kalian baca ini ditulis dengan niat melebih-lebihkan, mengada-ada sesuatu yang harusnya tak ada. Chenle ini benar-benar hanya meringkuk, terdiam, tidak banyak merespon pada apapun yang Jeno usaha lakukan untuk membuatnya bicara.
Makan? Bagaimana dengan makan? Oh, kalau Jeno tidak sampai memutuskan untuk tidak masuk kelas beberapa hari ini supaya bisa terus memantau perkembangan Chenle, mungkin juga Chenle sampai hari ini tidak akan makan. Chenle ini benar-benar mengkhawatirkan.
"Le, makan dulu yuk?" Jeno menghampiri sambil memberi lihat apa yang baru saja dia siapkan untuk Chenle yang memeluk kedua kakinya di pojokan. "Papa tau kamu sudah terlalu besar untuk ini, tapi sepertinya bubur bayi bisa kamu cerna lebih mudah untuk sekarang. Mau ya?"
Chenle tidak merespon seperti biasa. Jeno sudah mengira hal itu, tapi tetap saja hembusan napas dia loloskan lantaran kecewa. Usahanya gagal lagi. Dia putuskan untuk menggendong Chenle naik ke ranjang supaya lebih mudah untuk menyuapinya, karena dia rasa, yang terpenting saat ini adalah dia harus tetap menjaga agar perut Chenle tidak dalam keadaan kosong.
Untungnya, walaupun Chenle tidak banyak bicara, dia masih menuruti Jeno untuk membuka mulut dan mengunyah sedikit-sedikit. Jeno sampai memutuskan untuk membeli bubur bayi pun karena kemarin Chenle benar-benar tidak mengunyah ketika diberi roti.
Di saat seperti ini, Jeno juga masih harus dibuat khawatir soal Renjun, lalu juga Jaemin.
'...tapi dia tersenyum....'
'Aku lihat Chenle tersenyum waktu melihat kak Mark! Dia tersenyum sesaat sebelum wajahnya berubah takut lalu lari tunggang langgang...!'
Itu kata-kata Renjun tempo hari, yang merupakan penyebab kenapa Renjun pun menjadi alasannya khawatir sekarang. Itu karena dia bilang 'mungkin kamu salah lihat' pada Renjun yang bersikeras.
'Aku tidak bohong, Jeno! Aku benar-benar melihat Chenle sempat tersenyum, senyuman lega seperti melihat sesuatu yang...—'
Omongannya itu tidak pernah selesai, karena Jeno ingat jelas bagaimana dia memotong. Dia bilang, dia tidak mengatakan Renjun berbohong. Dia hanya bilang, mungkin Renjun salah lihat, yang mana omongannya ini sama sekali tidak membuat keadaan tiba-tiba jadi baik. Dia juga ingat bagaimana Renjun langsung berdiri dan pergi dari tempat itu, tanpa terpikir untuk mencari dulu ke mana Chenle melarikan diri.
Jeno tidak menyalahkan, karena dia juga entah kenapa tidak terpikir sedikitpun untuk mengejar Renjun yang saat itu ia lihat sedang kalut dengan pikirannya sendiri. Dia lebih terpikir soal Chenle, yang khawatirnya kabur ke tempat-tempat yang tidak seharusnya.
Jaemin? Bagaimana dengan Jaemin?
Tak lama setelah Renjun pergi, Jeno lihat Lucas yang masih ada di sana sama sekali tidak berhenti menemani Jaemin yang terisak, sehingga dia bisa menyimpulkan, dia bisa segera menyusul Chenle entah ke mana.
Jaemin bisa ditinggal, karena ada Lucas di sana. Singkatnya seperti itu, dan untungnya begitu. Karena Jeno menemukan Chenle di kawasan khusus untuk karyawan dalam keadaan Chenle sedang diusir keluar dari sana. Bisa gawat kalau misal Jeno memutuskan untuk mengejar Chenle lebih lama beberapa menit lagi. Chenle sudah dalam keadaan trauma saat itu, tak perlulah harus ditambah lagi dengan bentakan karyawan di sana yang merasa terganggu dengan kedatangan tiba-tiba dari seorang anak kecil yang diajak bicara pun tidak bisa.
Chenle lalu dibawanya kembali ke tempat semula. Jeno lihat di sana, di ruang makan yang tadi mereka tempati itu pun tidak ada yang berubah. Meja masih penuh piring kotor. Jaemin juga masih sibuk menyeka airmatanya sambil menarik napas tercekat, ditemani Lucas yang mengusap-usap punggung yang lebih muda.
Sempat Jeno rasakan Chenle menggenggam lengan bajunya begitu dibawa mendekat pada Jaemin dan Lucas. Reaksi seperti menolak itu tentu saja buat Jeno aneh, karena Jeno tau bagaimana dua orang ini merupakan orang-orang yang disayang Chenle hampir seperti Chenle menyayangi Jeno dan Renjun.
"Le, ini tante Nana dan Om Lucas... Kamu tidak usah takut begitu...." Jeno bisikkan kata-kata itu di telinga Chenle, yang ternyata tidak begitu memberikan hasil. Chenle masih menolak, sampai saat Jaemin memanggil namanya.
"Chenle...." Dia memanggil lirih. Tangannya terentang, meminta Chenle mendekat. "Kemari?"
Oh, ada apa sebenarnya dengan suara Jaemin? Kenapa hanya dengan satu kata itu Chenle langsung terlihat jelas menenang? Dia juga tidak memberontak lagi saat Jaemin, dengan kedua tangannya, mengangkat Chenle dari gendongan Jeno, membawanya masuk dalam pelukannya yang mengerat diiringi isakan yang mulai kembali terdengar.
"Le, maafkan Om Mark ya?" Kata Jaemin dengan suara pelan yang masih bisa didengar baik Lucas maupun Jeno. "Lele takut sama Om Mark? Om Mark ada salah sama Lele?"
Chenle pun masih belum berubah. Dia tidak menjawab. Menambah lagi alasan bagi Jaemin untuk terus memintakan maaf atas Mark, "Kumohon, maafkan Om Mark... Aku yakin Om Mark masih bisa memperbaiki ini... Aku tau Om Mark orang baik, dia juga pasti sayang Lele...."
Dia juga pasti tidak akan terpikir untuk memisahkan Chenle dari orangtuanya dengan mengirimnya ke masa di mana orangtuanya bahkan belum saling mengenal.
Jaemin tidak mengatakan pikirannya yang satu itu. Biarlah dia saja yang menyimpan, karena dia tau kedua orang lainnya yang dia yakini sudah dewasa tidak perlu diberi tau soal sesuatu yang menurutnya sudah sangat jelas. Mark bukan orang jahat dan Jaemin percaya itu.
Tapi yang dipercaya Jeno jelas berbeda. Dia mengedepankan bagaimana Chenle bereaksi pada Mark. Melihat Chenle yang beberapa jam lalu masih tertawa girang tiba-tiba jadi pucat pasi seperti itu, bagaimana Jeno jadi bisa ikut mengiyakan apa yang diyakini Jaemin? Bagi Jeno, Mark sangat bersalah di sana.
Kilas balik ingatannya akan kejadian tempo hari harus terputus begitu dia sadari Chenle menitikkan airmata untuk yang kesekian kali sejak itu. Mulutnya yang sedikit dipenuhi bubur pun perlahan menumpahkan isinya, yang ditanggapi Jeno dengan cepat untuk meraih handuk kecil terdekat. "Lele, jangan begini terus... Kamu harus makan...."
"Kenapa Om Mark di sini?"
Jeno terus mengelap bubur yang mengotori pakaian Chenle. Pertanyaannya ini bukan hal baru. Tidak ada alasan bagi Jeno untuk terus terkaget-kaget oleh pertanyaan yang sama berulang kali.
"Kenapa papa sama mama ketemu Om Mark?"
Masih. Masih pertanyaan yang sama.
"Padahal aku sudah bilang Om Mark jahat sama mama...."
Masih. Belum ada pertanyaan yang baru untuk saat ini. Dan sepertinya juga hal yang sama masih akan terus Chenle pertanyakan, karena dari sekian kali dia bertanya, tak sekalipun Jeno menjawab dengan jawaban yang sedikitnya bisa membuat puas.
"Maafkan papa, Le," kata Jeno. "Maafkan kami semua. Kami salah...."
Yang Jeno lakukan di sana berkali-kali hanya sebatas minta maaf. Maaf yang untuk Chenle juga untuk saat ini tidak begitu berkesan. Sekarang, semua serba salah.
.
.
.
.Tbc.
A/n. Hellaw! Lama tida bertemu, ada yg menunggu tida :( atau malah udah lupa hu nangis ni
Traktiran aq ini hehe!! 👉👈
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...