"Supaya tidak sedih sendirian, katamu...?"
Sulit dipercaya, itu mungkin adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana Renjun mendengar yang barusan dikatakan dirinya di masa yang lain itu berkaitan kenapa dia membohongi Chenle. Itu karena dia tidak ingin jadi satu-satunya yang merasa sedih. Dia juga ingin anak sekecil itu merasakan sedih yang dia rasa....
"Aku tidak tau bagaimana pendapatmu soal itu, tapi yang bisa kuberitau padamu... Ya...," Dia tersenyum tipis, seolah menghina. Ya, menghina Renjun, "Kita sama. Kalau misalnya orang-orang dari kami di masa ini tidak memberi intervensi apapun untuk masa kalian —dan banyak masa lainnya—... Kita akan tetap sama saja. Kamu akan melakukan persis seperti apa yang aku lakukan."
Dia bilang, Renjun juga pasti akan membohongi Chenle? Dia juga bilang, Renjun pasti juga akan memilih selamatkan Jeno ketimbang Chenle?
"Kamu juga akan tetap hilang akal begitu dihadapkan dengan kemungkinan kamu akan hidup sendiri. Tanpa orangtua, tanpa teman... Tanpa Jeno juga. Kita penakut. Jangan lupa itu."
"...apa hubungannya soal penakut dengan jadi pembohong?"
"Hubungannya?" Katanya, yang mana sebenarnya mereka sama-sama bisa lihat Haechan di tempatnya sudah berusaha mencegahnya bicara lebih, "Penakut itu mudah dilukai. Mudah mendendam. Semua luka yang dirasa itu diingat terus... Sampai akhirnya kita merasa kita butuh berbohong supaya ditemani. Coba, berapa kali kamu berbohong di duniamu? Demi melindungi dirimu sendiri, demi menutupi sakit hatimu sendiri...."
"...."
"Kamu tidak mau menjawabku tapi aku tau kita sama... Kita masih sakit hati," napas ditariknya sebelum akhirnya dia juga berucap mungkin dengan menimang dahulu apakah baik untuk melanjutkan, "...pada papa. Pada papa yang dulu pernah bilang pernikahannya dengan mama adalah hal terpenting baginya melebihi apapun. Ya, melebihi kita juga."
Cerita tentang Renjun yang tenggelam bersama mamanya, di sana hanya Jeno yang tau. Untuk memberi sedikit pemahaman tentang itu, Renjun juga akhirnya bercerita bahwa dia sebenarnya tidak terlalu merasa bersalah mengirim Chenle ke masa lalu untuk menyelamatkan Jeno, dan itu karena papanya, Yuta, memang telah mencontohkan itu sejak lama, "Ini ajaran papa! Papa yang bilang anak itu nomor dua...! Maka dari itu juga aku sebenarnya tidak terlalu merasa bersalah."
"Kamu—...!!" Renjun benar kehilangan kata. Dia gagal mengerti kenapa dirinya yang satu itu, walaupun paham benar mereka masih sama-sama teringat sakit jika memikirkan kejadian lama yang pernah melibatkan papanya dan lautan luas, justru malah yang terkesan bangga karena mengulang apa yang papanya lakukan. Mereka sakit, tapi Renjun yang itu ternyata belum merasa lega kalau sakitnya tidak dia turunkan ke anaknya juga.
Kurang ajar. Renjun ingin sekali meneriakkan itu atas namanya. Tapi melihat ekspresi aneh mulai menggantikan, cacian itu juga akhirnya tertahan. Renjun tersenyum sambil menelan ludah susah payah, seolah yang ingin dia katakan itu sama sekali belum sampai di batasnya.
"...Tapi... tapi ya, tetap saja aku juga malah makin penasaran, kalau misalnya papa benar kehilanganku waktu itu, apa papa akan terus bisa hidup tenang? Karena aku di sini... Kalau terus-terusan begini tanpa Chenle, aku rasa... Aku bisa gila...."
Chenle datang dari penantian yang kedua, setelah penantian yang pertama harus gugur karena Renjun yang terlalu bersedih ditinggal. Di dunia mereka berdua itu, yang membedakan hanya detil-detil kecil di mana Renjun di dunia yang pertama sama sekali tidak tau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Tak pernah ia melarang-larang orangtuanya untuk bepergian dengan pesawat. Waktu dengar orangtuanya akan pergi ke luar negeri, gundukan oleh-oleh dimintakannya bahkan. Sampai malam tiba dan pesawat melesat cepat, Renjun tidak pernah mengira bahwa pamitnya papa dan mamanya untuk pergi ke luar negeri itu sama saja dengan mereka pamit untuk pergi dan tak kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...