81

4.6K 814 30
                                    

Mark menyangga dagunya pada telapak tangan. Sudah berusaha keras dia tahan untuk tidak menguap lantaran orang-orang yang katanya ingin menemuinya ini tidak datang-datang juga. Berkali-kali juga dia sudah bertanya pada Jaemin, tapi Jaemin seperti yang sedang sibuk sendiri dengan hapenya sampai pertanyaan-pertanyaannya tidak begitu dibalas dengan benar.

"Sebentar lagi, kak... Tunggu sebentar lagi...."

Oh, dia akhirnya membalas walaupun tidak menatap langsung pada Mark. Dia menjawab dengan kening mengerut, bibir mencucu, dan mata yang terfokus pada layar hape.

Melihat itu, Mark tanpa sadar menggigit bibir bawahnya lalu melempar pandangan ke tempat lain. Dia merasa seperti habis melihat sesuatu yang harusnya tidak dia lihat, entah kenapa.

Sebentar lagi ya? Oke, kalau Jaemin memang bilang begitu. Mark memutuskan mengikutinya lagi untuk menunggu sebentar lagi. Selain dia memang masih bisa menunggu lebih lama lagi karena dia tidak ada urusan lain lagi yang harus dikejar hari ini, dia juga tidak ingin Jaemin makin terbebani hanya karena teman-temannya si Renjun dan Jeno itu datang terlambat. Mark paham, itu bukan sesuatu yang bisa Jaemin atur sekarang.

Mereka hanya bisa menunggu, pikir Mark, bersamaan dengan akhirnya ada suara langkah kaki yang mendekat, lalu disusul ketukan pada pintu ruangan yang Mark dan Jaemin tempati.

Pintu pun terbuka lalu bisa mereka lihat yang pertama muncul adalah wanita muda berseragam karyawati restoran yang tersenyum sopan. Dengan tangan berjari lembut, dia mengarahkan dua tamu yang datang untuk masuk ke dalam.

"Renjun, Jeno!" Jaemin langsung bangkit dari kursinya, dan mengajak dua orang yang baru datang untuk segera duduk. "Kenapa kalian lama sekali sih? Padahal tadi aku sudah takut aku yang telat... Ternyata kalian lebih parah lagi!"

Jaemin terus bicara sambil menghadap Renjun dan Jeno, tanpa sekalipun menoleh pada Mark. Sengaja, supaya Mark tidak melihat bagaimana dirinya mengedipkan sebelah mata sebagai kode untuk kedua orang di depannya supaya mengikuti saja apapun yang dia omongkan.

"Maaf! Kami berdua tidak begitu familiar dengan daerah di sini, jadi kami berkali-kali tanya orang soal bus mana yang harus kami naiki!" Renjun yang mengerti maksud Jaemin, buru-buru membalasi. Dalam hati, dia merasa lega dia bisa mengartikan kata-kata Jaemin kemarin, soal bagaimanapun keadaannya, haruslah Jaemin duluan yang sampai di ruangan itu, sebelum Mark, sebelum Renjun, dan juga sebelum Jeno.

Renjun sempat menyikut Jeno untuk ikut menimpalinya, tapi Jeno tidak begitu tau tepatnya apa yang harus dia katakan. Dia masih sibuk memikirkan yang lain, yang sayangnya tidak bisa dia utarakan sekarang.

"Baik, aku yang kenalkan ya? Pertama, ini kak Mark Lee, orang yang selama ini aku ceritakan pada kalian. Dia baru saja kembali dari Kanada tadi siang, jadi maafkan saja ya kalau tampangnya sekusut ini!"

Renjun memaksakan senyum selebar mungkin, "Wah, akhirnya bisa bertemu juga dengan tunangan Jaemin setelah sekian lama!" Lidahnya sedikit kelu menyebutkan kata 'tunangan'. Dia juga menyadari Jaemin sedikit mengedutkan senyumnya mendengar itu. "Aku sampai sempat mengira Jaemin mengarang-ngarang ceritanya soal punya tunangan... oh, kenalkan! Namaku Huang Renjun! Aku teman sekolah Jaemin di SMA...."

Mark tidak langsung membalas, yang sempat membuat Renjun takut apa ada hal yang salah dari kata-katanya. Tapi lalu dia tersenyum, "Tunangan ya? Aku merasa senang mendengar Jaemin mengenalkanku seperti itu pada kalian," katanya, sambil merangkul pundak Jaemin untuk menariknya mendekat. "Karena Jaemin sempat merajuk padaku sampai tidak membalas satupun suratku bertahun-tahun, aku mengira dia sudah tidak ingin mengenalku lagi. Tapi karena dia ternyata malah banyak bercerita pada kalian, bisa dibilang sebenarnya aku lumayan dicintai ya?"

Jaemin membulatkan matanya, "D-Dicin...—?!" Dia coba dorong Mark menjauh, karena ya ampun, dia tidak ingin terlihat berdekatan dengan Mark di depan Renjun dan Jeno lebih dari siapapun!

Mark hanya tertawa pelan lalu melepaskan Jaemin, yang dimanfaatkan Jaemin untuk menjauhkan diri dari yang lebih tua. "Lalu, kalau begitu, kamu...." Mark melihat pada satu orang yang belum mengenalkan diri, tapi sudah dia tau namanya.

"Lee Jeno. Aku teman fakultas Jaemin."

Benar. Jeno. Mark menganggukkan kepalanya, ingin menunjukkan seolah dia tidak tau siapa namanya sebelum dia mengenalkan diri. Hal yang sama pun tadi Mark lakukan sejak melihat mereka masuk ke dalam ruangan, atau tepatnya, saat Renjun yang melangkah masuk.

Mark sudah langsung dapat mengenali, si tubuh kecil pasti adalah Renjun, orang yang dia lihat di masa depan, dan yang juga banyak memberinya penjelasan dari pertanyaan-pertanyaannya. Mark ingat, orang yang mengaku bernama Renjun di masa depan itu matanya juga sama sayunya dengan Renjun dari masa sekarang, yang saat ini benar-benar ada di depannya. Perawakannya juga masih sama-sama mungil dan terlihat ringkih. Bisa dibilang, Mark merasa Renjun tidak banyak berubah secara fisik dan beberapa aspek lain bahkan setelah 10 tahun terlewati.

Cukup soal Renjun. Mark juga mendengar sedikit soal Jeno dari Renjun di masa depan, yang akhirnya membuat Mark merasa harus untuk mengulas senyum padanya. "Senang akhirnya bisa mengenal teman-teman Jaemin. Aku sangat berterima kasih pada kalian yang sudah menemani Jaemin selama ini." Mark menjabat tangan keduanya, dengan senyum terus menghiasi wajahnya. "Lalu, kalau boleh tau, apa saja yang kalian dengar dari Jaemin soal aku? Dia tidak menceritakan yang aneh-aneh kan?"

Renjun menelan ludah. Takut, dia takut salah bicara. "Banyak sekali, kak... Tapi yang paling kuingat ya... Soal kak Mark itu peneliti? Teknisi? Aku tidak tau sebutannya apa, tapi kudengar kak Mark ingin membuat mesin waktu?"

"Wah, Jaemin cerita sampai situ ya? Benar, aku memang orang yang seperti itu, dan benar, aku memang sempat ingin membuat mesin waktu."

Sempat. Entah Mark menyadari atau tidak, tapi saat Mark mengatakan 'sempat', tiga lawan bicaranya ini menajamkan telinga.

Untuk pertemuan dengan Mark ini, mereka bertemu berkali-kali untuk membicarakan apa saja yang perlu dan yang tidak boleh ditanyakan dengan orientasi mereka ingin memastikan sesuatu dari Mark, yaitu apakah Mark masih ingin mengembangkan mesin waktu atau tidak.

Mesin waktunya gagal? Oke, kalau memang seperti itu. Tapi apakah dengan itu, kecurigaan pada Mark sebagai orang yang memainkan peran besar di sana langsung dapat dihilangkan? Tidak. Mark masih bisa mencoba lagi, dengan tingkat keberhasilan yang tidak seorangpun tau setinggi apa.

Jaemin menyadari mereka bertiga kelepasan menunjukkan antisipasi pada apa saja yang akan dikatakan Mark berikutnya, sehingga Jaemin harus memotong, "Sebelum itu, bagaimana kalau memesan dulu? Sebentar lagi akan masuk jam makan malam, jadi mungkin mengobrolnya setelah memesan saja?" Yang langsung diiyakan Renjun sambil membuka-buka buku menu.

Jeno? Jeno juga ditarik Renjun untuk ikut memesan dari buku menu yang sama dengannya, karena buku yang satunya lagi juga dipegang Jaemin untuk memberi lihat pada Mark menu apa saja yang pernah dia coba di sana.

Tapi Renjun sampai menarik Jeno seperti itu, bukan karena apa-apa. Hanya saja, Jeno seperti yang melihat pada Mark dengan sedikit aura yang berbeda dari yang pernah dia lihat sebelumnya. Dan Renjun tidak akan membiarkan Mark ikut sadar secepat itu. "Jeno! Cepat pilih supaya makanannya cepat datang!"

Jeno mengiyakan seadanya, masih memerhatikan Mark yang ketenangannya itu bukan ketenangan yang dibuat-buat.

Apa dia tenang karena memang dia bersih? Atau dia tenang karena dia meremehkan? Entahlah.

Jeno tidak ingin mengambil kesimpulan cepat. Pertemuan ini belum berada di penghujungnya, dan yang terpenting nanti akan ada di puncak acaranya. Tergantung dari bagaimana Mark merespon, Jeno baru akan merasa lebih yakin untuk menyimpulkan.

.
.
.

Tbc

A/n. Ahiy ahiy 😛🤘

—14 agustus '19

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang