52

6K 1.2K 16
                                    

Keguguran.

Chenle mendengar kata itu untuk yang pertama kali di sana, dari Taeyong yang berkali-kali menarik napas dalam sambil menyeka dengan jari matanya yang basah.

Saat itu, Chenle merasakan pelukan Renjun yang menyelimuti tubuhnya mengencang, sebelum akhirnya Renjun juga meneteskan air mata yang dibiarkan mengalir. Dia perhatikan juga Jeno mulai menunjukkan gerak-gerik gelisah, seperti membuang napas keras lalu menengadahkan kepala. Jeno terlihat sangat menyayangkan sesuatu, dan sesuatu itu Chenle tidak mengerti wujudnya apa dan sepenting apa.

Sepeninggal Taeyong dengan alasan ada yang harus diurusnya di bagian administrasi, mereka bertiga menunggu di dekat ruangan yang seharusnya ditempati Ten saat itu.

"Tante Doyoung...," Ucap Renjun dengan nada lirih. "...sudah kamu kabari lagi soal kak Ten?"

Jeno mengangguk tanpa menoleh. Perhatiannya masih tertuju pada layar hape yang menampilkan halaman chatroom-nya dengan Doyoung. "Katanya bakal berangkat ke sini malam ini. Ayah belum pulang kantor, jadi ibu harus menunggu dulu."

Renjun mengulum bibir bawahnya, tidak terlihat ingin menambahkan beberapa kata lagi yang sekiranya menanggapi Jeno tentang ibunya. Tangannya yang sedari tadi menggenggam tangan lainnya benar-benar menunjukkan dia ini sangat cemas, tentang Ten, tentang Taeyong, lalu juga tentang Chenle yang mulai meraih lengan bajunya, "Ada apa, Le? Lapar?"

Chenle menggeleng lalu berbisik, "Om Taeyong tadi kenapa?"

Renjun terdiam sebentar, baru menyadari sedari tadi Chenle tidak mengerti apa yang membuat mereka sedih dan termenung. Dia sempat menoleh pada Jeno yang juga mulai memerhatikan. "Om Taeyong lagi sedih, Le. Kak Ten keguguran...."

Keguguran. Kata itu lagi. Chenle menggoyangkan lengan kemeja Renjun sekali lagi, "Keguguran itu apa?"

Chenle itu pintar bicara. Untuk anak yang tidak bergaul dengan teman sebaya karena tidak pergi ke sekolah biasa, kosakata Chenle ini terbilang sangat luas. Berkali-kali Renjun dan Jeno dibuat terkejut dan terheran-heran bagaimana caranya Chenle bisa sepandai itu bicara dengan pengucapan yang juga lancar, sampai-sampai Renjun merasa dia bisa dengan mudah bicara dengan Chenle menggunakan bahasanya sehari-hari tanpa banyak mempertimbangkan apa kata-katanya bisa dimengerti oleh yang lebih muda atau tidak.

Tapi tetap saja kata keguguran itu mungkin terlalu sulit dan asing di telinga anak kecil satu ini.

"...itu artinya, bayi dalam perut kak Ten tidak bisa lahir lagi...." Renjun mengusap pelan kepala Chenle yang mendongak padanya. Yang lebih muda mengerutkan kening, merasa aneh dengan jawaban yang dia dapatkan. "Lele tau kan, di perut kak Ten ada apa?"

Pertanyaan yang terlalu retoris. Tapi Renjun tetap tanyakan karena dia kira, Chenle tidak mengerti dengan omongannya yang sebelumnya.

"Ada bayi." Chenle menjawab pelan tapi tidak terdengar ragu. "Lalu bayinya tidak akan keluar?"

Renjun menggeleng lalu kembali memeluk Chenle, lagi-lagi membentuk asumsi sendiri tentang Chenle, mengira dia akan menangis karena walaupun Chenle tidak banyak cerita soal apa saja yang dia lakukan di rumah Ten selama dititipkan, Renjun tau Chenle pasti menunggu makhluk kecil yang menghuni perut gurunya itu supaya cepat keluar dan mungkin nanti jadi adik untuknya juga.

Tapi Chenle tidak berkata apapun lebih jauh. Dia hanya diam dalam rengkuhan Renjun yang tidak bicara.

.
.
.
.

Tbc

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang