"...ke mana dia?" Lucas kelepasan menggeram saat mendapati di layar TV tidak ada tanda-tanda penghuninya akan segera menampakkan diri. Maklum, dia sudah buru-buru pulang hanya untuk menyalakan TV dan berbincang tentang beberapa hal pada orang yang selama ini memang selalu bicara dengannya melalui si layar persegi yang tidak salah apa-apa tapi malah jadi mendapatkan tatapan kesal. Siapa orangnya? Haechan, tentu saja.
Kesal. Iya, dia kesal karena bahkan di jalan juga dia sudah menyempatkan untuk meninggalkan pesan di aplikasi yang dikembangkannya sendiri supaya dia bisa lebih mudah menghubungi Haechan selain lewat TV. Memang hanya bisa memberi pesan yang sebenarnya juga sama sekali tidak bisa disebut pesan karena tidak bisa mengandung huruf di dalamnya, tapi si yang menerima pesan juga sudah tau apa yang harus dilakukan berikutnya. Pesan itu selalu dia dapatkan kalau Lucas memintanya untuk sign-in ke dalam sistem mesin waktu dalam waktu sekitar 30 menit. Lebih atau kurang sedikit dari itu juga tidak apa-apa, tapi yang pasti kalau Lucas sudah mengirim pesannya, artinya ada hal yang sangat penting yang harus dia sampaikan.
Makanya, saat mendapati portal milik Haechan masih belum terbuka bahkan setelah 40 menit terlewat, Lucas jadi merasa berhak untuk setidaknya menyumpahi layar TV-nya yang sekali lagi tidak salah apa-apa.
Baru saja Lucas memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dulu sebelum kembali menunggu, portal —dulu selalu dia sebut kanal— yang ditunggu-tunggunya akhirnya berubah warna. Tandanya, Haechan si berisik itu sudah ada di sana.
"Kakak! Tumben sekali mencariku! Kenapa nih? Kangen yaa?"
Hm. Belum apa-apa Lucas sudah merasa pegal. Haechan sudah berisik dari pertama video mulai bisa ditampilkan.
"Mana ada. Aku menghubungimu seperti ini karena—...."
"Ah, jangan malu-malu! Semalam ini kakak mencari-cari aku, itu pasti kan gara-gara kakak kangen!"
"Hah, bukan! Dengar—!"
"Dan, oh, ini hari sabtu! Mau mengajakku malming jarak jauh ya? Boleh kok, boleh! Aku—...."
"Kubilang dengarkan aku!"
Ow. Lucas kelepasan meneriaki Haechan. Sikapnya tadi baru disadarinya salah tepat saat dia selesai mengucapkannya, tapi juga, dia tidak merasa terlalu bersalah. Haechan lah yang menyebalkan di sana.
Tapi Haechan juga sama sekali tidak terlihat tersinggung. Dia hanya tertawa, "Iya, iya! Bercanda!" Katanya. "Jadi mau bicara apa nih? Aku tau kok, kak Lucas kan hanya bicara padaku duluan kalau ada perlu!"
Hanya kalau ada perlu? Ya memang kalau tidak perlu, buat apa mereka bicara? Lucas tidak mengerti kata-kata Haechan, tapi juga entah kenapa dia tidak terlalu senang mendengarnya.
"Oh, iya. Maaf ya, aku munculnya telat. Soalnya," Haechan meraih sesuatu dari sebelah kanannya, lalu memberi lihat selembar kertas yang berisi lumayan banyak tulisan tangan. "Lihat! Ini naskah yang harusnya disampaikan besok, tapi karena kak Lucas memanggil lebih cepat, jadi aku menunggu izin dari kak Mark dan kak Yukhei dulu untuk barangkali sekalian menjelaskan tentang ini juga!"
Lucas memang pernah dengar Haechan bicara soal apa yang disampaikan selama sesi komunikasi yang diikuti Mark juga, itu semuanya diatur dalam naskah yang dibuat para perangkat masa depan. Mereka serba membatasi apa yang sebaiknya diketahui orang-orang di masa kini dan mana yang tidak —atau barangkali, belum perlu. Jadilah mereka membuatkannya untuk Haechan, juru bicara mereka, sebuah naskah yang dijadikannya acuan selama komunikasi berlangsung.
Tapi bukan berarti naskah itu selalu jadi acuan di semua perbincangan Haechan dengan Lucas, karena faktanya, naskah hanya dibutuhkan saat Mark ikut serta. Dan Haechan juga tidak jarang tiba-tiba iseng untuk sign-in ke dalam sistem tanpa permisi hingga mengagetkan Lucas yang tidak selalu dalam keadaan bersiap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...