74

5.4K 1K 633
                                    

Yang pertama menyambut Jeno di pintu kamar apartemen yang lumayan besar itu adalah wajah merengut Renjun yang sudah berganti pakaian tidur.

"Kenapa tidak bilang kalau bakal ke sini lagi... Aku sudah hampir tidur gara-gara kamu tidak mengirim kabar apapun...." Oh, dia mulai menggerutu, tapi tetap saja dia menyingkir dari pintu, tanda dia masih menerima kedatangan Jeno di sana. "Jadi, Jaemin bagaimana? Kamu jadi ketemu kan?"

Jeno mengiyakan sekadarnya sambil melepas jaket. "Jadi. Hmm... Katanya, dia ada masalah keluarga tiba-tiba. Jadi yang awalnya dia kira bakal sulit dihubungi karena sibuk panitia, ternyata malah jadi karena masalah keluarga...," Tutur Jeno, setelah tadi dia di jalan sempat memutar otak, sebaiknya dia menjawab seperti apa pada Renjun karena yakin pasti akan ditanya. "...dia bilang, dia nanti akan menceritakannya langsung padamu. Jadi, tunggu saja."

Renjun mengangguk-angguk. Masalah keluarga ya? Renjun jadi ingat, dari dulu dia tidak pernah sekali pun bertemu dengan orangtua Jaemin. Setiap dia bertanya, pasti Jaemin akan menjawab kalau orangtuanya itu super sibuk, sampai tidak punya waktu untuk datang ke sekolah baik itu untuk memenuhi undangan resmi dari sekolah maupun hanya untuk menjemputnya. Sangat berbeda dengan orangtua Renjun yang selalu menemukan kesempatan untuk main ke sekolahnya walaupun sebenarnya tidak ada kepentingan.

Waktu Jeno sudah duduk di sofa kecil di ruangan itu dan sempat bersandar untuk melegakan punggungnya yang terasa tegang, Renjun bertanya, lalu untuk apa Jeno sampai kembali ke apartemennya ini kalau tidak ada yang butuh disampaikan lagi terkait Jaemin.

"Kata siapa? Ada kok yang ingin aku bahas. Masih soal Jaemin juga."

"Oh? Ada?"

Jeno menaikkan alisnya sebagai jawaban, lalu menoleh ke sebelah kanannya. Dia lihat Chenle yang sudah tidur lelap berbalut selimut, dengan sebuah kotak susu kosong ada di genggaman lemah tangannya yang terkulai. Jeno bangkit dari duduknya dan mengambilkan kotak itu lalu membuangnya.

Ngomong-ngomong, Chenle dalam keadaan tidur seperti ini adalah timing yang pas. Jeno tidak ingin Chenle mendengar apapun yang akan dia bicarakan dengan Renjun.

"Jadi?" Renjun mendaratkan pantatnya di pinggiran kasur luasnya. "Apa? Ada apa soal Jaemin?"

Jeno terkekeh. Renjunnya ini tidak sabaran juga. Dia meminta Renjun mendengarkan, dengan syarat tidak boleh ada yang berisik.

"...? Kenapa?"

"Nanti Chenle bangun. Aku tidak ingin dia dengar, karena aku ingin membicarakan soal 'Om Mark'."

Renjun tanpa sadar menegapkan posisi duduknya. Om Mark. Orang yang kata Chenle, akan sering terlibat dalam perdebatan di masa depan dengannya. "...ada apa dengan dia?"

"Iya, jadi... Tadi Jaemin bilang padaku, sebenarnya dia bohong soal 'Om Mark'. Si Mark ini, dia itu orang yang dikenal Jaemin dari kecil. Dan sepertinya... Chenle mengenal Mark sebagai suami Jaemin."

Suami? Renjun mengernyit. "Kenapa begitu??"

Jeno lalu menjelaskan segalanya yang ia dengar dari Jaemin soal siapa itu Mark. Mulai dari bagaimana mereka kenal dari kecil karena pekerjaan orangtua, sampai tentang Mark ini adalah orang yang direncanakan akan menikahi Jaemin nantinya. Sebagai tambahan, Jeno juga menyebutkan tentang pertanyaan Chenle di hari pertama dia bertemu dengan Jaemin. "Dia mencari Mark begitu sampai di kamar Jaemin. Aku rasa, tidak ada kemungkinan lainnya kalau sudah seperti itu."

Renjun menyimak dengan tatapan jatuh ke lantai. Dia merasa kurang bisa paham dengan bagaimana ternyata orang bernama 'Mark' ini benar-benar ada, dan ternyata yang selama ini menghubungkan mereka dengannya adalah Jaemin.

Tapi Renjun juga merasa bodoh sendiri di sana karena baru ingat, Chenle memang bilang kalau di saat Renjun dan Mark akan berdebat, Chenle selalu berada dalam pelukan Jaemin yang menenangkan. Dari hal itu saja sebenarnya juga sudah sangat menjelaskan kalau keduanya kemungkinan besar berikatan.

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang