.
.
."Hhnng!" Jeno mengangkat kedua tangannya ke atas dengan mata terpejam, merenggangkan tubuhnya yang sudah terasa pegal harus duduk berjam-jam di depan laptop. Tugas kah? Benar. Tugas.
Dari pagi Jeno menyesal kenapa juga dia malah menunda-nunda mengerjakan tugas yang sudah diberikan seminggu, padahal diminta mengumpulkannya pada pertemuan berikutnya? Entahlah. Memang akhir-akhir ini banyak yang harus dia selesaikan dulu mengenai guru yang akan mengajar Chenle.
Kalau ditanya, rasanya seperti Chenle akan les privat. Gurunya ini akan mengajari Chenle tanpa ada teman seumur. Juga, gurunya dengan senang hati menerima Chenle belajar di rumahnya karena kebetulan dia sedang cuti hamil sehingga sering berada di rumah.
Lalu di mana Chenle sekarang?
"Papa! Kapan tante Nana ke sini??"
Jeno menoleh sekadarnya. Dia masih menjaga agar konsentrasinya dalam mengerjakan tugas tidak buyar lantaran Chenle daritadi terus menanyakan hal yang sama berkali-kali. "Sebentar lagi, paling. Kamu tau sendiri jalan ke sini belokannya banyak." Dia membicarakan soal Jaemin yang daritadi juga berkali-kali bertanya di chat soal arah ke sana.
Benar sekali! Jaemin sedang di jalan menuju kost Jeno untuk menjemput Chenle! Biasanya Jeno yang akan mengantar ke gang depan kost Jaemin, tapi karena tugasnya ini lumayan mendesak, dia minta tolong supaya Jaemin yang datang ke sana. Untungnya Jaemin tidak keberatan.
Chenle terus mendapat jawaban yang sama dari Jeno, sampai akhirnya dia bosan juga. Dia hanya duduk di tempat tidur Jeno sambil menekuk kaki. Dia benar-benar sudah tidak sabar untuk menemui lagi tante yang akhir-akhir ini dia rindukan karena dia merasa entah kenapa mamanya jadi sedikit lebih diam dari biasanya.
"Kangen tante Nana...." Chenle mulai bersenandung sendiri, sesekali melirik pada papanya yang tidak menggubris. "Pa, pa."
"Apa?"
"Aku kangen tante Nana."
"Kamu sudah bilang itu berkali-kali."
"Papa tidak kangen juga?"
"Sama siapa?"
"Tante Nana."
Jeno berhenti mengetik.
Kangen pada Jaemin? Jeno mengerjap, merasa aneh sekali pertanyaan seperti itu datang dari Chenle.
Setelah beberapa saat berpikir, Jeno menjawab, "Kangen." Dia mengira itu adalah jawaban yang akan membuat Chenle senang.
"Lebih kangen sama tante Nana atau sama mama?"
Aduh. Jeno mulai susah berpikir. Dia berbalik dan menatap langsung Chenle yang memasang wajah tanpa dosa. "Tante Nana sebentar lagi datang, oke? Kamu duduk yang tenang, dan berikan papa waktu sedikit untuk mengerjakan urusan papa."
Oke, tadi itu sedikit keras. Chenle langsung menutup mulut dan memeluk bantal. Tapi Jeno benar-benar sedang tidak ada waktu untuk itu.
Tak lama, hape Jeno bergetar lagi dan notifikasi yang datang adalah dari Jaemin. Dia bilang dia sudah di pintu depan dan minta dibukakan pintunya.
"Nah, itu tante Nana sudah sampai. Ayo," kata Jeno, mungkin dengan nada yang terlalu tidak sabaran. Dia mengajak Chenle keluar kamar lalu turun ke lantai dasar.
Jeno tersenyum waktu melihat Jaemin berdiri di luar, membelakangi pintu kaca yang terkunci. Jeno menekan tombol di sebelah pintunya dan kuncinya terlepas, sempat membuat Jaemin yang tidak sadar, akhirnya melonjak. "Jeno!!"
"Kaget?" Jeno tertawa melihat guratan kesal pada wajah Jaemin. "Mau ke atas dulu?"
"Tidak. Kamu sedang ada tugas kan?" Jaemin lalu menekuk kakinya, berjongkok, untuk menyapa bocah kecil yang daritadi sudah terlihat ingin menerjangnya. "Halo, lama tidak ketemu." Dia acak-acak rambut Chenle, yang mana sama sekali tidak mengganggunya. "Siapa yang katanya kangen aku?"
Aku!! Adalah jawaban yang diharapkan Jaemin, karena memang dia dengar dari Renjun kalau Chenle sudah merindukannya. Tapi ternyata Chenle memberikan jawaban yang tidak dikira siapapun di sana. Dengan riang dan tanpa beban, Chenle menjawab, "Papa!"
Jawaban Chenle membuat baik Jaemin maupun Jeno jadi bingung sendiri.
"Eh, maksudnya bukan seperti itu, Jaemin. Tadi itu—...."
"Tadi aku tanya papa, papa kangen tante Nana tidak? Katanya kangen!"
Oh, kalau Jeno lupa Chenle itu siapa, pasti dia sudah membungkamnya saat itu juga. "Bukan seperti itu! Ah, aku tidak tau bagaimana menjelaskannya, tapi pokoknya bukan yang seperti itu...."
"Haha, tidak apa-apa." Jaemin tertawa, sedikit dipaksakan. Dia berdeham sebelum mengembalikan topik, "Jadi...aku tidak mau mengganggumu lebih lama lagi, jadi mungkin aku akan segera mengajak Chenle ikut denganku. Dan kudengar, Chenle sudah dapat guru yang akan menjaganya tiap hari?"
"Ya. Aku baru selesai mengurus soal itu kemarin." Jeno mengusap tengkuknya, mengingat-ingat bagaimana dia juga sempat menjelaskan secara singkat kepada gurunya Chenle tentang latar belakangnya. "Jadi nanti kamu sudah tidak perlu kami repotkan lagi."
"Apa-apaan itu? Aku tidak merasa repot sama sekali." Jaemin menggandeng tangan kecil Chenle lalu berkata padanya, "Le, karena sepertinya ini yang terakhir, kita maksimalkan waktu yuk? Kita bakal movie marathon. Bagaimana?"
"Apa itu?" Chenle tidak pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya.
"Artinya, kita akan menonton banyak film dalam sekali duduk!"
Chenle yang pada dasarnya sangat suka menonton langsung memekik girang, tidak sabaran. Jeno hanya menggelengkan kepala. "Maksimalkan waktu santaimu ini sebelum minggu depan kau mulai belajar ya, Le." Begitu kata Jeno, tapi sayangnya tidak begitu didengar oleh Chenle.
Jaemin dan Chenle lalu pamit dengan melambaikan tangan. Hari hampir gelap, mereka harus cepat pulang kalau mau menghindari macet.
Tapi Jeno sempat menahan mereka. Atau tepatnya menahan Jaemin.
"...ada apa lagi?" Tanya Jaemin. Dia tidak mengerti kenapa Jeno memanggil padanya dengan tampang...yang sulit dijelaskan.
"Aku mau tanya sesuatu. Kurasa juga tidak begitu penting...." Jeno mulai menyusun kata bersamaan dengan pikirannya yang terus bertanya apakah baik untuk bertanya langsung pada Jaemin soal.... "Mark. Kamu punya kenalan bernama Mark?"
Mark. Ketika Jeno menyebutkan nama itu, Chenle langsung berwajah tidak suka. Jeno sudah tau soal Chenle tidak menyukai siapapun yang bernama Mark ini, jadi dia paham kenapa Chenle langsung mengernyit.
Tapi yang Jeno tidak mengerti adalah kenapa mata Jaemin sempat membulat, tepat saat nama Mark disebut.
"...M-Mark?" Jaemin mengulang. Sebelah tangannya terangkat untuk menyematkan sedikit rambutnya ke belakang telinga. "...Aku tidak tau... Aku tidak pernah kenal orang bernama Mark. Namanya bukan nama orang Korea, jadi aku tidak mungkin lupa kalau pernah punya kenalan seperti itu."
Benarkah? Jeno sulit percaya di sana, karena reaksi Jaemin sedikit tidak biasa. "Tapi...."
"Sudah malam. Aku takut ada penjahat berkeliaran di sini. Jadi maaf, aku pamit duluan ya. Chenle, dadah sama papa." Dia menyuruh Chenle melambaikan tangan lagi, tapi dia menarik Chenle pergi dari sana sebelum dia bisa mengangkat tangannya.
Jeno kali ini tidak menahannya lagi. Dia tidak sempat bertanya banyak, tapi yang pasti dia bersyukur karena dia masih dapat mengartikan tingkah Jaemin itu sebagai jawaban dari pertanyaannya tadi.
Jeno masih tidak tau siapa Mark itu, tapi yang pasti, Jaemin mengenalnya. Informasi itu cukup untuk hari ini.
.
.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...