35

7.9K 1.6K 149
                                    

Besok ketemu papa ya?

Suara Chenle yang bertanya demikian masih lumayan bisa diingat dengan jelas oleh Renjun dalam kepala sembari dirinya sedang menyiapkan sarapan.

Berkali-kali Renjun mengerutkan kening dengan perasaan cemas memikirkan soal Chenle yang bahkan sepertinya mulai menyadari papa dan mamanya ini sedang tidak akur. Inginnya, Renjun tidak melibatkan Chenle dalam masalahnya dengan Jeno yang jelas-jelas adalah masalah yang timbul karena dia yang kelepasan bodoh.

Sarapan pagi itu hanya roti selai panggang, tapi karena Renjun mengerjakannya sambil termenung, Chenle sampai tidak bisa menahan laparnya. "Ma, lapeeerrr."

"Eh, iya, bentar lagi ya!"

"Kapan kita ke papa? Mama janji kemarin kita bakal ketemu papa, tapi apa? Gak jadi."

Hm. Renjun membuang pandangannya. Memang, ini sudah hari minggu. 'Besok' yang dibicarakan Chenle dalam kepalanya adalah sabtu, tepatnya kemarin.

Bagaimana cara Renjun bisa mengulur waktu? Gampang saja. Renjun tinggal bilang Jeno tidak membalas pesannya untuk ketemuan, padahal aslinya Renjun memang tidak mengirim pesan apa-apa.

"Kan kemarin mama bilang apa? Papa tidak membalas pesan. Kalau kita datang tiba-tiba, papa nanti marah."

Chenle merengut. "Papa tidak akan marah kalau yang datang itu kita," katanya. "Kan papa sayang Lele. Papa pasti kangen Lele."

"Ya sudah, nanti mama antar ke tempat papa ya? Kamu nginep di tempat papa."

"Mama?"

"Mama pulang."

Chenle berlarian ke punggung Renjun lalu melilitkan tangan pendeknya di sekitar leher yang lebih tua, tidak terima. "Kenapa pulang?? Mama tidur sana juga dong!"

"Kalau banyak orang di situ nanti papa kerepotan, Le. Jangan bikin papa makin pusing."

"Tapi papa kan sayang mama juga! Pasti papa juga kangen mama!"

Sayang? Renjun tersenyum miris. Mana mungkin? Ketusnya dalam hati.

Tidak mau pembicaraannya jadi lebih dari itu, Renjun menyuruh Chenle cepat mengambil roti yang baru saja selesai dipanggang dan memakannya. "Hati-hati, masih panas."

Chenle makan dengan sedikit ramai, apalagi Renjun mulai menyalakan TV supaya Chenle fokus menonton saja. Renjun masih belum ada minat kalau-kalau nanti Chenle menyebut-nyebut nama Jeno lagi. Nama orang yang berusaha tidak dia pikirkan, tapi nyatanya tetap dia pikirkan.

Renjun merebahkan diri di kasurnya, dengan hape berada di genggaman tangan. Pekan ini dirasanya lumayan senggang karena ujian baru saja selesai. Tugas-tugas pun sudah dikerjakan kemarin, jadi sekarang dia benar-benar sedang tidak ada kerjaan, sehingga bayangan Jeno yang masih terasa dekat di sana jadi mudah menyeruak masuk ke dalam pikirannya tanpa permisi.

Ah, Renjun menghela napas waktu dilihatnya last seen whatsapp Jeno. Dia terakhir terlihat online malam sebelumnya. Apa itu artinya Jeno belum bangun? Padahal biasanya Jeno akan tetap bangun pagi walaupun itu hari minggu.

'Telfon nggak ya?' batin Renjun sambil terus memelototi layar hape yang menampilkan kontak Jeno, lengkap dengan foto Jeno sedang meminum kopi.

Pada akhirnya, Renjun tidak menelfon karena sudah ada yang menelfon lebih dulu padanya.

Jaemin.

"Ma, itu hapenya bunyi kenapa nggak diangkat?" Kata Chenle yang sepertinya terganggu oleh suara hape Renjun yang kunjung tidak berhenti.

Renjun tidak menanggapi keluhan Chenle. Dia masih lebih memilih memikirkan kira-kira apa yang ingin dibicarakan Jaemin sampai dia memutuskan untuk menelfonnya?

Bukan apa-apa. Tapi pembicaraannya yang terakhir dengan Jeno membuatnya jadi berpikir macam-macam soal Jaemin walaupun dia tau itu tidak baik.

"Ya, halo? Ada apa, Jaem?" Renjun membuka obrolannya dengan Jaemin di panggilan yang ketiga.

Baru saja Renjun ingin bicara lebih banyak lagi supaya terdengar tidak ada apa-apa, Jaemin mendahuluinya, "Njun, Jeno di tempatmu?"

Jeno? Renjun mengernyit. Kenapa Jaemin menanyakan soal Jeno? "Nggak. Kenapa?"

"Waduh... Berarti bener di kost ya... Gimana ini...."

"Ada apa sih?" Renjun tanpa sadar bangun dari posisi tidurnya, dan itu membuat Chenle menoleh. "Memang ada apa dengan Jeno?"

"Kata teman divisiku yang anak HI dan sekelas dengan Jeno, dia dimintai Jeno beli obat. Kan kost-nya Jeno pakai scan sidik jari, jadi kata Jeno kalau temanku sudah di lantai bawah kost-nya, telfon aja, biar Jeno nya nanti ke bawah, bukain pintu...."

"Obat? Jeno sakit?"

"Mungkin? Aku nggak tau detilnya. Yah, pokoknya pas ditelfon, Jeno-nya nggak ngangkat.... Takutnya dia pingsan di kamarnya." Jaemin menjeda. "Temanku katanya masih di lantai dasar kost Jeno. Kamu bisa ke sana nggak? Kasian dia bingung harus gimana soalnya katanya bener-bener nggak ada orang juga di dekat situ yang kira-kira bisa bantu."

Renjun meremat hapenya. Dia? Ke kost Jeno sekarang?

"Aku dengar dari Jeno kalian lagi ---"

"Iya, aku ke sana sekarang. Terima kasih, Na!"

Lalu sambungan dimatikan Renjun saking buru-burunya. Jaemin yang omongannya jadi terpotong itu hanya bisa mengedip kaget lalu tertawa pelan melihat Renjun ternyata bisa seperti itu juga.

"Mau ke mana, ma?" Chenle bertanya ketika melihat Renjun bergegas ganti baju sambil memasukkan obat-obat yang dia punya di sana ke dalam tas.

"Ke tempat papa," jawabnya tanpa berhenti bergerak sedikitpun.

"Oh??" Chenle langsung terlihat bersemangat memikirkan akhirnya mamanya ini menepati janji untuk menemui Jeno. "Aku ikut! Ya? Aku mau ikut!!"

"Iya, tapi pakai masker ya. Jaketnya juga." Renjun memakaikan masker pada Chenle yang sedikit rewel tidak suka masker karena jadi sulit bernapas. "Harus pakai! Takutnya nanti kamu tertular."

"Tertular??"

"Iya, katanya papa sakit. Jadi sekarang kita ke tempat papa."

Chenle tidak mengerti apa itu 'tertular', tapi mendengar papanya sedang sakit, dia langsung ikut terlihat panik sebelum mulai bergegas memakai sepatu sementara Renjun mengunci pintunya.

.
.
.
.

Tbc.

A/n.

Sekarang aku updatenya panjang panjang keren ga ges 🤡

Btw ga kerasa udah 30an chapter dah. Keknya ini ff terpanjang yang pernah w bikin hjgfffv

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang