Sebenarnya, baik Renjun maupun Jeno, dari awal memutuskan untuk menjenguk dan membawakan buah-buahan, mereka itu sudah sangat menebak dalam hati kalau yang akan membukakan pintu rumah tak lama setelah mereka membunyikan bel adalah Taeyong, yang mereka dengar kalau si Om ini mengambil cuti beberapa minggu untuk menemani istrinya di rumah.
"Ayo, sini, sini duduk. Aku baru bikin teh!"
"Kak Ten jangan repot-repot!"
Tapi ternyata Ten dengan senyuman cantiknya itulah yang menyambut mereka dari pertama kali mereka tiba di sana. Sempat membuat kaget mereka berdua karena Ten rasanya seperti terus berlari ke sana ke mari tak ada hentinya, asik menjamu mereka yang niatnya datang menjenguk.
Renjun berkali-kali meringis karena rasanya ngeri sendiri melihat Ten ternyata selincah ini tanpa perutnya yang membesar seperti kemarin-kemarin, tapi si yang lebih tua itu terus menyela, "Aku sudah lama tidak bergerak sebanyak ini! Lagipula, banyak bergerak seperti ini membuat pikiranku lebih segar!"
"Aku baru kali ini lihat kak Ten lari-lari!" Pekik Chenle yang daritadi juga mengikuti Ten ke sana ke mari. "Aku suka lari! Kenapa kak Ten tidak pernah mengajakku lari-lari seperti ini sih!"
"Kamu tidak lihat perutku sampai beberapa waktu lalu itu sebesar apa, hah!! Dasar anak nakal!!"
Chenle makin berteriak dengan suaranya yang luar biasa nyaring karena Ten mulai mengejarnya dengan kedua tangan seperti siap sekali menghujaninya dengan berbagai serangan kelitikan maut. Benar-benar ramai, bahkan terlalu ramai. Renjun jadi penasaran apa jangan-jangan memang selalu seramai ini di sana, dengan kombinasi Ten dan Chenle yang kalau digabung, hasilnya tidak ada yang tau.
"Ngomong-ngomong, om Taeyong di mana ya?" Jeno akhirnya bersuara di sana setelah sempat mencoba beberapa kue dalam toples yang dipajang di meja depan.
"Dia? Kusuruh beli cemilan waktu tadi kalian bilang akan ke sini!" Ten menjawab tanpa menoleh pada Jeno yang bertanya. Dia masih asik menakuti-nakuti Chenle yang juga masih terus berteriak-teriak. "Tapi ternyata kalian malah bawa makanan banyak. Paling nanti dia bingung sendiri."
"Kak, sudahlah, kak! Jangan lari-lari dalam rumah!" Renjun masih berusaha menahan agar Ten berhenti berlari. "Kak Ten kan sudah tidak muda lagi...."
"Kata siapa!" Ten berhenti sejenak hanya untuk menepukkan kepalan tangannya pada dada, seperti ingin menekankan suatu poin, "Aku masih muda! Doyoung lho yang bilang! Dia saja setuju, berarti sudah mutlak!"
Helaan napas lolos dari Renjun. Dia tidak melihat Jeno menganggukkan kepalanya begitu mengingat memang ibunya, Doyoung, sempat menginap di sana selama beberapa hari, menemani Ten yang waktu itu pastinya butuh teman bicara. Mungkin Doyoung memang sempat bicara soal Ten masih terlihat sangat muda di umurnya yang sama persis dengannya ---entah memang ikhlas dari lubuk hati terdalam atau sekadar untuk membuatnya merasa lebih baik.
Ten kembali mengejar Chenle yang sempat berteriak kalau dia sudah bersembunyi di suatu tempat yang tidak akan pernah Ten dapat temukan, menantang Ten yang diklaimnya sudah menyerah karena tidak lagi mengejar. Aish, Renjun ingin sekali jadinya menarik Chenle keluar dari persembunyiannya itu lalu memaksanya duduk manis di sebelahnya.
Bersamaan dengan pekikan Chenle yang memenuhi seisi ruangan lantaran ternyata Ten dapat dengan mudah menemukannya, Taeyong pulang dengan membawa sekantung plastik yang terlihat penuh. "Oh, sudah sampai. Maaf ya, Om lupa bawa hape jadi tidak tau."
"Iya, tapi baru sebentar kok, Om. Itu, Chenle juga daritadi asik main sama kak Ten." Jeno menyalami Taeyong dan juga membantunya membawakan belanjaannya. "Maaf ya, Om, jadi repot-repot. Tadi kak Ten juga sampai membuatkan teh...."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...