Jeno sudah duduk di toko kue itu lumayan lama. Toko kue yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus. Jeno ingat, terakhir orangtuanya berkunjung, toko ini baru buka dan ibunya sempat berceletuk ingin coba mampir.
Ibunya ini kurang suka manisan, tapi sangat suka sponge cake. Pernah, Jeno tidak kedapatan makan sponge cake karena ibunya tidak sengaja makan bagiannya.
Itu bukan masalah tentunya. Jeno senang bisa mengetahui sebesar apa rasa suka ibunya terhadap kue yang satu itu, yang rasa lembutnya menjadi poin utama. Jeno juga senang sekarang akhirnya dia akan makan di sana dengan ibunya, walaupun mood ibunya sepertinya tidak sebagus itu.
Doyoung, ibunya ini masih enggan untuk bertatap mata. Dia terus melempar pandangan ke tempat lain tiap Jeno berusaha mengajaknya bicara.
"Bu, tart buah di sini katanya enak. Ibu mau? Aku pesankan kalau ibu mau," kata Jeno dengan suara pelan, takut makin menyinggung.
Dan benar, Doyoung masih belum mau menatapnya langsung. Jeno jadi menggeserkan tatapannya ke sebelah kanan ibunya. Ada Jaehyun, ayahnya, yang tersenyum kikuk. Dia seperti ingin membantu tapi kelihatan bingung juga.
"Aku mau tart buah." Chenle yang duduk di sebelah Jeno menarik lengan kemeja Jeno. "Buahnya pilih sendiri?"
"Tidak, Le. Tapi buahnya bukan yang aneh-aneh kok." Dia mengusap punggung Chenle dengan tangan kirinya. Sebisa mungkin, dia ingin menunjukkan gestur bahwa suasana tidak seburuk itu. Setidaknya, bagi Chenle harus begitu.
Jaehyun sempat mengkode Jeno untuk segera memesankan tart buah untuk Chenle, sekalian mengajak Chenle juga ke kasir. "Biar Chenle dikasih lihat juga bagaimana cara bayar di kasir. Oh, iya. Pesankan buat ibumu juga ya, Jen."
Jeno menurut dan segera menggandeng Chenle yang menyeret kakinya. Sesekali kepala kecilnya masih menoleh ke belakang, mendapati neneknya masih membuang muka dan kakeknya hanya melambaikan tangan.
Sepeninggal Jeno dan Chenle, Jaehyun meloloskan helaan napas panjang. "Sayang, apa-apaan sikapmu tadi?" Dia merangkul pundak istrinya yang juga jadi menolak melihat padanya. "Bukannya kita sudah sepakat semalam? Kita bakal mendengarkan penjelasan Jeno hari ini."
"Terus? Jeno juga belum menjelaskan kok. Tidak ada yang aneh dari sikapku."
"Ada. Aku paham kalau kamu kecewa pada Jeno, tapi setidaknya jangan tunjukkan itu di depan Chenle."
Chenle. Doyoung masih belum terbiasa dengan nama itu. Mendengar Jaehyun menyebut nama itu dengan sangat mudah, membuatnya merasa dicurangi.
"Ya? Nanti waktu mereka kembali, jangan kayak tadi. Kita sudah lama tidak bertemu Jeno. Aku yakin Jeno juga ingin bicara banyak denganmu."
"Kamu yakin bicara seperti ini padaku?" Doyoung menatap sengit Jaehyun. "Jeno masih 21 tahun! Dia masih kuliah! Masih bergantung pada kita! Di umurnya ini dia harusnya fokus kuliah, lalu cari pekerjaan... Tapi dia malah apa? Dia malah punya anak sebelum menikah! Dan kita juga tidak tau perempuan macam apa yang dia gauli!"
"Sayang...."
"Aku rasa, reaksiku wajar. Aku ibunya. Aku tau susahnya mengurus anak." Dia melempar pandangannya lagi. Kali ini, ke kasir yang antreannya lumayan penuh. Dia mendecih waktu melihat Jeno tidak sama sekali menoleh ke mejanya sedikitpun. "...dan dia kepikiran untuk menyimpan hal sepenting itu sendirian. Dia pikir, membesarkan anak itu hanya perlu dengan memberinya susu dan permen? Hah. Ngaco."
Jaehyun menarik senyum tipis. Malam sebelumnya, Doyoung sudah membicarakan itu di kamar hotel. Mereka sudah bicara banyak soal apa yang harus dilakukan.
Jeno sempat menelfon untuk melobi ayahnya. Jeno sudah mempersiapkan segala kemungkinan terburuk yang mungkin jadi keputusan ibunya, dan semuanya dia jelaskan pada ayahnya.
Lalu bagaimana reaksi Doyoung waktu Jaehyun menyampaikan isi nego Jeno?
'Menitipkan anaknya pada kenalanku? Yang benar saja! Lalu buat apa dia punya orangtua! Kalau bukan Jeno yang urus, ya berarti kita!'
Jaehyun ingin saja memberitahu Jeno soal itu, tapi rasanya, akan lebih baik kalau Jeno mendengarnya langsung supaya lebih meyakinkan. Jaehyun sadar diri kalau dia ini kurang ahli dalam meyakinkan orang lain.
"Tapi... Aku masih gagal paham."
Jaehyun membalas, "Apa?" Dia lihat Doyoung mengerutkan kening. Jarinya didekatkan pada bibir.
"Mau dilihat berapa kali, anak ini umurnya pasti di atas 3 tahun...," Kata Doyoung, yang lebih terdengar seperti ringisan. "Maksudnya, Jeno menyembunyikan anak ini sudah selama itu? Dan kita tidak tahu?"
Aneh. Doyoung memikirkan ini sudah dua hari. Dia sudah mengingat-ingat, apa memang dia selama ini secuek itu sampai-sampai tidak sadar? Secuek itu sampai tidak tahu kalau Jeno sudah mengurus anak selama bertahun-tahun? Tidak, Doyoung tidak merasa begitu. Dia memang jarang berkunjung, tapi dia sangat memahami Jeno. Dia juga sekarang bisa memergokinya di sana karena dia merasa ada yang berbeda. Dan dia merasakan itu baru akhir-akhir ini, makanya sekarang dia memutuskan menjenguk.
"Hah...." Doyoung memijat keningnya. "Aku bisa keriput lebih cepat kalau begini caranya...."
Jaehyun terkekeh sambil kembali merangkul istrinya yang mulai lebih seperti dirinya yang biasa. "Tidak apa-apa. Sudah punya cucu kan? Normal."
"Diam, kamu!"
.
.
.
.Tbc
A/n. Panjang kan ges 🤓🤳
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...