Bagi Chenle, tiap hari adalah bermain.
Dari pertama bangun tidur hingga tidur lagi, yang dia tau adalah bagaimana caranya menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Bisa dengan papanya, mamanya, atau yang lain. Atau bahkan sendirian juga dia bisa. Dia selalu tersenyum dan tertawa seperti yang tidak pernah mengerti masalah.
Hari ini pun dia akan tetap bersenang-senang, walaupun ada yang sedikit berbeda.
"Lele, mama tinggal dulu ya? Kamu yang baik sama tante---"
"Nggak. Nggak terima dipanggil tante."
Renjun tertawa datar waktu omongannya dipotong oleh sosok bermata kucing di sana, yang melipat tangan di depan dada. Dengan suara yang terdengar sedikit sungkan, Renjun bertanya, "...terus apa dong...."
"Kakak! Panggil kakak aja!" Katanya. "Aku masih muda, jadi panggil aku kak Ten aja!"
Kak Ten ya? Oh, oke. Ya sudah. Renjun menurut dan segera mengulang, "Lele jangan nakal ya selama di rumah kak Ten... Kak Ten ini yang bakal jadi gurumu mulai sekarang."
Chenle mendongakkan kepala pada Ten yang tingginya tidak berbeda jauh dengan Renjun. Dia sudah dijelaskan Renjun sebelumnya kalau dia akan dibawa ke rumah orang yang akan mengajari dan menjaganya selama baik Renjun maupun Jeno sedang sibuk.
Sempat Chenle menebak, apakah orang yang dimaksud adalah Jaemin? Dan Renjun menggelengkan kepala dengan berat. "Bukan, bukan Jaemin." Chenle pun terlihat kecewa, tapi tetap penasaran. "Namanya tante Ten. Dia temannya nenek Doy yang kebetulan tinggal dekat sini."
Mengetahui orang yang akan menjaganya bukan tante Jaemin yang disukainya, Chenle kecewa. Tapi mendengar itu adalah teman dari nenek Doy kesayangannya, dia jadi terlihat lebih bersemangat.
Dalam bayangannya, Ten adalah orang yang tidak jauh berbeda dari Doyoung. Dia kira, Ten akan cenderung lemah lembut atau keibuan dan segala macamnya, mengingat dia ini juga katanya guru SD yang tengah cuti hamil. Tapi....
"Pokoknya aku nggak bakal mau nyautin kalau kamu panggil aku tante. Panggil Doyoung boleh tante, tapi kalau aku ya jangan!"
Renjun mengomentari dalam hati. Panggilan tante itu kan tidak selalu berhubungan dengan umur, jadi Ten tidak seharusnya terlalu mempermasalahkan itu. Dan lagi, aneh sekali kalau dia sampai meminta Chenle juga memanggilnya kakak, padahal yang Chenle pahami, Ten itu sosok yang sederajat dengan neneknya.
"Kamu katanya kuliah pagi kan? Sudah jam segini, nanti telat." Ten bicara pada Renjun yang jadi diam (karena sibuk bicara dalam hati). "Kamu bisa percayakan anak masa depanmu ini padaku kok. Tenang."
Anak masa depan. Geli sekali mendengar cara orang lain menyebutnya seperti itu, tapi karena maknanya benar, jadi tidak ada yang bisa dibantah. Apalagi, yang diomongkannya itu benar soal kelas pagi. Kalau Renjun tidak buru-buru, dia bisa telat datang.
Untuk yang kedua kalinya, Renjun kembali memberi petuah pada Chenle untuk menjadi anak baik di sana sampai nanti antara dia, Jeno, ataupun Jaemin datang menjemput. Oh, dia sudah pastikan untuk tidak salah menyebut Ten sebagai tante, "Baik-baik sama kak Ten ya? Jangan merepotkan."
Chenle mengangguk dan tidak banyak membalas. Dia sudah terfokus pada Ten yang masih konsisten melipat tangan.
Renjun terlihat berat meninggalkan Chenle di sana walaupun Doyoung sudah meyakinkannya bahwa temannya ini bisa dipercaya, mengingat dia bekerja sebagai guru SD yang sudah biasa menghadapi anak-anak.
Chenle melambaikan tangan pada Renjun dengan semangat, "Dadah, mama!! Hati-hati di jalan!!" Terus begitu sampai Renjun sudah tidak menengok ke belakang karena sibuk melihat jam di layar hapenya, mengira-ngira apa dia masih bisa mengejar kelas pertama tepat waktu.
"Kamu nggak nangis?"
Chenle menghentikan lambaian tangannya, lalu menoleh tidak mengerti pada Ten yang baru saja bertanya padanya.
"Iya. Kamu nggak nangis? Ini kan harusnya hari pertamamu belajar." Ten mengulang pertanyaannya sambil mengajak Chenle masuk ke rumahnya. "Biasanya anak-anak seumurmu bakal menangis kalau harus ditinggal orangtuanya dengan orang asing seperti tadi."
Oh. Itu.
Chenle diam sejenak. Dia hanya menggeleng mantap sambil tersenyum. "Soalnya nanti mama yang repot kalau aku menangis."
Ten mengangguk, seperti mengapresiasi Chenle yang ternyata paham kalau misal dia menangis, mamanya itu pasti akan memilih untuk menetap di sana sampai dia tidak menangis lagi. Dan itu artinya, ada kelas pagi yang akan dikorbankan.
Memutuskan untuk tidak berkomentar lebih jauh, Ten mengajak Chenle untuk ikut makan pagi di sana, karena Renjun juga tadi sempat bilang dia tidak sempat menyiapkan sarapan untuknya.
.
.
.
.Tbc
A/n. Wehe ada ten
Ten nya hamil ges. Aku baru nyadar ini ff tu mpreg masa
Trus aku juga ga pake warning side pair. Pengennya si kek surpris surpris aja, toh juga pair lain selain noren cuma numpang lewat doang,, tapi ya monmaap kalo ada yg tida suka yuwin jaedo taeten yaw
Jadi ini ff mpreg ya, bukan gs he
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] decathect ; noren
FanfictionJeno yakin dirinya adalah lelaki baik-baik. Dia selalu mendengarkan kata-kata orangtuanya untuk tidak memperlakukan orang sembarangan. Kalaupun pada akhirnya dia melanggar, dia tau dia harus bertanggung jawab. Makanya waktu tiba-tiba ada anak kecil...