108

3.9K 563 186
                                    

Kabar baik terus berdatangan. Tentang Chenle yang sudah bisa masuk sekolah nonformal dengan berbagai cara yang sulit dijelaskan, tentang Jaemin yang memasuki tahap akhir masa pengobatan, juga tentang persiapan pernikahan Renjun dan Jeno yang semakin matang. Ya, Renjun dan Jeno sudah menetapkan tanggal! Selamat!

Waktu Jeno melamar untuk yang kedua kali, Renjun bertanya padanya, "Apa mimpimu waktu itu, Tuan Muda?"

Dan Jeno pun menjawab padanya, "Duta negara, Yang Mulia."

"Lalu? Kulihat jalanmu masih jauh sampai sana?"

Renjun, dia bertanya sambil mendelik-delikkan alisnya. Jeno sampai tertawa geli melihatnya, "Oh, apa kamu mengira aku masih belum berkembang? Jangan salah. Mimpiku sekarang sudah berubah. Menjadi jurnalis ternyata bisa membuatku menjelajah lebih jauh lagi tentang isu dunia sembari menyampaikannya kepada masyarakat awam," katanya. Dia raih tangan Renjun, dan dia kecup punggung tangan itu, "Kamu sendiri? Apa bekerja di kepolisian pernah jadi mimpimu? Dan sekarang kamu melakukan itu."

Ya, Renjun sebenarnya tidak berhak mengomentari Jeno soal perubahan tujuannya. Sepanjang kuliah, Renjun hanya membayangkan dia ingin bekerja dekat dengan kucing dan anjing kesukaannya, di klinik atau rumah sakit yang ia dirikan sendiri. Tapi ternyata, setelah menyelesaikan tahap koasnya, entah kenapa —ya, entah kenapa, dia merasa ingin sekali kembali ke klinik di kepolisian di mana dia pernah ditempatkan untuk bertugas. Jadilah dia coba mengurus surat-surat setelah disumpah dan ternyata dia diterima.

Renjun menahan tawanya susah payah. Tidak pernah dia sangka sebelumnya, di saat semuanya terasa sudah pada tempatnya, Jeno benar-benar datang lagi dengan buket bunga peony di tangan kanannya.

"Bunga peony ini," dia menunjuk pada satu tangkai yang berwarna merah. "Memiliki makna deklarasi cinta, pernikahan, kemakmuran, juga nasib baik. Tapi di beberapa negara tertentu, bunga ini juga dipandang sebagai simbol amarah karena peony sendiri dalam mitos Yunani berasal dari Paeon, nymph yang parasnya menarik hati dewa Apollo dan juga mengundang amarah dewi Aphrodite."

Renjun mendengarkan sambil berusaha menebak, apa yang Jeno ingin sampaikan dari penuturannya, karena entah kenapa dia merasa Jeno menekankan arti bunga itu sebagai 'amarah' ketimbang arti romantis lainnya.

"Karena... Ingat? Sisi pemarahmu itulah yang pada akhirnya membuatku jatuh. Amarahmulah yang membuatku menyimpan rasa cinta yang ingin kudeklarasikan dengan penuh harap supaya kita bisa maju ke pernikahan dan menghidupi nasib baik yang sejak lama kita idamkan... —Renjun, sekali lagi, aku ingin kamu jadi pasanganku."

Sisi pemarah Renjun membuat Jeno cinta? Sumpah, sudah lebih dari dua tahun sejak pertama Renjun meninggikan suaranya di depan Jeno. Selama dua tahun itu, Renjun merasa sudah menunjukkan banyak sisi lainnya yang menurutnya lebih baik dan lebih pantas, semua demi membuat Jeno lupa. Tapi apa? Dia datang melamar lagi dengan buket bunga dan cerita panjang, itu karena dia masih ingin menghidupkan gambaran Renjun dengan wajah memerah, napas memberat, dan mata menatap tajam? Oh, ayolah, Jeno! Bukan gambaran dirinya yang seperti itu yang dia inginkan untuk kamu ingat-ingat!

Tapi Renjun bisa apa? Wajahnya memerah lagi. Napasnya memberat lagi. Tapi matanya kali ini menatap Jeno dengan penuh rasa malu dan senang bercampur jadi satu. Semua pikiran warasnya hilang entah ke mana, menyisakan hanya keinginannya untuk mengangguk berkali-kali dan memberi kekasihnya ini banyak dekapan dan ciuman. Hari itu Renjun ingat berlangsung penuh haru, walaupun dia juga harus mengoreksi Jeno tentang bunga yang memiliki arti deklarasi cinta itu bukan peony, melainkan tulip merah. Dan Renjun tau itu, karena tulip merah adalah bunga yang ingin ia berikan untuk Jeno di hari gajinya yang pertama.

Oh, apalah artinya bahasa bunga? Baik itu dia dengar sendiri dari penjual bunga maupun hasil browsing dalam belasan menit di internet, bunga tetap hanya bunga. Kalaupun yang Jeno bawa adalah bunga seruni dan dia sebut itu bunga yang melambangkan deklarasi cinta, tangan Renjun tetap akan terentang untuk menerimanya dengan rasa senang membuncah. Toh, di sana, bukan hanya Jeno yang menyimpan cinta yang sudah berteriak-teriak minta dideklarasikan. Ya, bukan hanya Jeno. 

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang