133

2.7K 435 50
                                    

"Chenle pulang hari ini...?!" Renjun berteriak tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya dari Lucas. Bohong kah? Iya? Lucas bohong padanya juga sekarang? Karena yang dia tau, yang semua orang tau, Chenle itu pulangnya masih sehari lagi! "Kenapa bisa?! Bukannya kamu bilang—...!!"

"Iya!! Ini juga di luar perhitunganku, jadi kalau kamu menuduhku bohong, aku tidak terima!!"

Uh. Dia tau jelas bagaimana Renjun pasti akan bereaksi. Renjun benar ingin mengatainya berbohong atas sesuatu yang sebenarnya juga tidak terlalu meleset jauh. Perhitungan mereka hanya meleset sehari. Itu tidak banyak. Tapi yang membuat Renjun sekarang benar-benar merasa berat itu bukan karena sebesar apa kekeliruan yang dilakukan mereka dalam perhitungan, melainkan karena adanya sesuatu yang belum selesai dilakukan Renjun untuk Chenle yang duduk di kursi belakang. Chenle yang sekarang memeluki tas tempat dia menyimpan album foto.

Telfon dimatikan dari pihak Lucas setelah Lucas lagi-lagi menekankan Renjun sudah harus membawa Chenle ke apartemen Mark yang tidak pernah Renjun dengar itu dalam waktu kurang lebih satu jam, "Atau dua jam juga mungkin bisa... Tapi yang pasti tidak akan lewat siang. Pokoknya, cepat ke sini kalau kamu benar mau mengembalikan Chenle ke tempat asalnya karena mesin sepertinya sudah tidak dapat digunakan lagi setelah ini!"

Kata-kata Lucas menyisakan Renjun terduduk lemas di kursi penumpang. Pilihan tepat untuk Jeno memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, karena ternyata memang telfon Lucas ini datang menyajikan dua pilihan yang sederhana tapi juga berat. Pilihan untuk tetap dengan rencana awal dan pergi ke makam, atau untuk putar balik dan memulangkan yang harus dipulangkan.

"...sayang...." Jeno berusaha berkali-kali menarik Renjun mendekat, dan berkali kali juga Renjun menepis. "Bagaimana? Kita putar balik?"

Renjun menatap Jeno nyalang, tapi tatapan matanya Jeno lihat tidak tertuju pada apapun. Gerakan matanya yang terus mengabur dan mulutnya yang tidak bersuara sama sekali bahkan saat aliran darah sudah memerahkan keseluruhan wajahnya, Jeno tau Renjun sama sekali tidak setuju untuk putar balik.

Bagaimana caranya Renjun bisa setuju? Dia ini sudah dari lama sekali ingin pergi ke makam orangtuanya. Bukan sekadar pergi pula. Dia ingin Chenle juga ikut dengannya. Dia ingin Chenle yang memintanya untuk tidak lupa pada orangtuanya itu ikut juga. Renjun sudah dibawa semua perasaan senang sejak malam tiba karena akhirnya dia bisa mendapatkan lagi rasa lega telah berhasil membawa Chenle menemui kakek neneknya lagi di tempatnya ini. Dan sekarang tiba-tiba dihadapkan pada keadaan di mana dia sadar rasa leganya itu ternyata hanya akan berakhir jadi pengandaian, bagaimana caranya dia bisa setuju saja untuk putar balik?!

"Aku mau Chenle ke tempat papa mama, Jeno!" Dia berujar dengan kepala digelengkan. Dalam hati, dia juga tidak menyetujui apa yang mulutnya katakan. "Aku mau Chenle ke makam... Aku mau jadi yang mengantar Chenle ke makam...!"

"Iya, aku mengerti! Itu juga yang kita lakukan dari pagi!" Jeno menggenggam pergelangan Renjun yang mulai melemparkan tangannya ke asal arah. Memberontak, padahal tidak ada yang menyerangnya atau apapun itu. "Aku mengerti perasaanmu... Tapi kali ini juga, tolong pikirkan Chenle."

Pikirkan Chenle, katanya. Dia pasti merujuk pada omongan Lucas yang katanya kalau Chenle tidak pulang hari ini, maka dia memang tidak akan bisa pulang lagi. Mesin waktu yang mereka terima jadi itu katanya kemungkinan tidak akan bisa digunakan lagi setelah ini. Makanya, kalau memang Renjun dan Jeno punya itikad baik memulangkan Chenle, Lucas berekspektasi mereka akan menuruti instruksinya untuk cepat membawa Chenle ke lab Mark di apartemen bernama Allington.

"Kita bisa ke makam setelah ini. Mau sekalian menginap semalam? Kita bisa check-in hotel di dekat sana. Besok senin sih, tapi kalau kamu mau, kita bisa usahakan."

[✓] decathect ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang