Di dalam kamarnya, Arilla menyingkap kaos yang ia kenakan. Ia berdiri di hadapan cermin. Menatap pundak kirinya yang sempat jadi sasaran kegilaan Aryan. Dilihatnya beberapa kiss mark tampak jelas di sana. Menunjukkan betapa ganasnya Aryan barusan seakan ingin menandai tubuh Arilla sebagai daerah kekuasaannya.
Arilla meringis. Murka luar biasa melihat tanda kepemilikan itu. Ini pertama seumur hidup ada orang yang berani menjamah tubuhnya seintim ini.
Arilla ingat, beberapa teman wanitanya di sekolah yang lama sempat memamerkan tanda seperti itu di bagian tubuh mereka. Penuh kebanggaan hingga tanpa malu memamerkannya pada teman-temannya.
Arilla menganggap itu sangat konyol dan menjijikkan. Tapi kini ia mengalami sendiri bagaimana tubuhnya ditandai seperti itu. Dia memang mencintai Aryan. Tapi mengingat ia merasa diperlakukan sebagai pelampiasan sesaat, jelas itu terasa menyakitkan hingga ia merasa begitu rendah dan gampangan. Lebih konyol dan menjijikkan dari teman-temannya dahulu yang berbangga memiliki tanda itu.
Air matanya masih tak henti menetes. Seakan rasa sakit hati itu menghujam jantungnya. Bagaimana bisa Aryan berciuman dengan Olivia lalu kemudian mendatanginya hanya untuk melakukan pelecehan seperti ini. Arilla benar-benar merasa terhina.
"Cowok bajingan!" umpatnya seraya meremas bagian pundak yang ditandai Aryan. Bekas kemerahan itu pasti tak akan hilang dalam waktu satu dua hari. Melihat ada beberapa dari mereka yang berwarna merah keunguan.
Esok paginya di sekolah, Aryan mencegat Arilla di tangga dan langsung menariknya ke ruangan yang sepi.
"Ada apa lagi? Apa lagi sekarang?" Arilla langsung menyalak.
"Maafin gue soal semalam ... gue udah nyakitin lo." Aryan masih menunjukan rasa bersalah yang mendalam.
"Enggak semudah itu Yan." Arilla langsung menghindar tapi Aryan mencegahnya.
"Rill ... gue mohon ... jangan begini. Gue cinta sama lo Rill ... lo percaya dong, sama gue!"
"Cinta? Masih berani lo ngomong cinta?" Arilla kesal. Kemudian cepat membuka dua kancing paling atas seragamnya dan menyibak kerah seragam itu.
"Liat! Liat baik-baik!" hardiknya. Memperlihatkan jejak- jejak keberingasan Aryan semalam.
Aryan terperangah melihat hasil karyanya sendiri. Tak menduga akan separah itu. Ia tak sadar kalau perbuatannya bisa menghasilkan jejak begini banyak.
"Ini yang lo bilang cinta? Ha?" Arilla menatap penuh benci.
"Rill ...." Tangan Aryan bergerak hendak menyentuh pundak gadis itu namun cepat Arilla menepisnya dengan kasar. Aryan tampak khawatir dan makin merasa bersalah.
"Ini bukan lagi cinta Yan." Arilla merapikan kembali bajunya. "Ini nafsu namanya. Lo ngelakuin itu karna sebelumnya lo terpancing sama Oliv. Dan jadiin gue pelampiasan!"
"Cukup Rill!" sentak Aryan tak terima.
"Mesti berapa kali gue bilang, enggak seperti itu! Gue khilaf melakukan itu sama lo. Tapi sumpah, kekhilafan gue enggak ada hubungannya sama apa yang gue lakukan sama Oliv!" Aryan berang.
"Lo harap gue percaya?" Arilla tak mau kalah. "Sekarang gue tanya, gimana seandainya kalo lo tau gue pernah ciuman sama Galang?"
"Rill!" sentak Aryan marah. Matanya membundar seakan menyala menatap Arilla.
Arilla tersenyum kecut. "Jangankan kenyataan, baru gue kata seandainya aja lo enggak terima. Ngeliat gue boncengan sama dia aja lo sampe ngamuk sama gue. Lo bisa bayangin gimana perasaan gue, tau lo ciuman sama cewek lain? Dan setelah itu lo datang ke gue? Lo pikir gue cewek apaan? Di mana perasaan lo Yan?" pekik Arilla dengan keperihan tergambar nyata di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN (tamat) Lengkap ✅
Teen Fiction18+ Mengandung adegan kekerasan, hotkiss, vulgar. Yang di bawah umur tidak dianjurkan untuk membaca. Cerita pasaran tentang benci jadi cinta. Ini cerita pertama gue di wattpad. Aryan. Cowok dingin dan arogan yang bertemu gadis judes bernama Arilla...