( 48 ) HARAPAN

5.1K 252 18
                                    

"Bangun Ran ... kasian Arill. Dia sangat takut kehilangan kamu." Sudah hampir satu jam Ray bicara di samping Kirani yang masih terbaring lelap.

Tangannya menggenggam erat tangan Kirani, seakan tak ingin melepaskannya. "Baik. Bukan hanya Arill. Tapi aku juga takut kehilangan kamu. Aku sudah pernah mengalami itu delapan belas tahun lalu. Aku tak mau itu terulang lagi. Bangunlah Ran ... banyak sekali yang ingin aku bicarakan sama kamu."

Ray menatap wajah pucat wanita itu. Wajah yang selalu ia rindukan. Wajah yang tak pernah bisa ia lupakan.

"Aku janji, saat kamu bangun nanti, aku tak akan lagi menahan semua yang ingin aku ungkapkan sama kamu. Aku akan katakan semuanya. Tentang perasaanku, yang tak pernah berubah sama kamu. Aku ingin kamu kembali padaku, Ran. Aku ingin melindungimu, melindungi Arill. Mencintai kalian. Ya ... aku akan menyayangi Arill seperti anakku, sebelum kelak dia jadi menantuku juga." Ray tersenyum pahit.

"Kita akan menyaksikan indahnya pernikahan mereka. Melihat mereka bahagia. Percayalah, Arill akan bahagia. Tak perlu kamu cemas akan masa depannya." Lelaki itu mencium tangan dingin Kirani. Merasakan nyeri dalam hatinya menyaksikan wanita yang ia cintai tak berdaya.

"Kamu tau, kenapa aku tak menikah lagi? Bukan karna aku tak ingin. Tapi karna kamu tak memberikan tempat bagi wanita lain di hatiku. Kamu memenuhi semuanya. Hingga aku tak berdaya menghadapi perasaanku."

Ray menghela nafas. Mengingat kembali masa lalunya bersama Kirani. Saat mereka masih menjadi suami istri. Tak lama, kurang dari setahun mereka bersama. Lalu harus berpisah karna keinginan ibunya yang tak pernah merestui pernikahan mereka. Dadanya menyesak tiap kali mengingat kenangan itu. Kenangan yang tak terlupakan seumur hidupnya.

"Kamu tak perlu cemas. Aku akan menjaga Arilla. Tak kan membiarkan dia sendirian menghadapi ini. Jadi, fokuslah pada dirimu. Kamu harus segera bangun," ujar lelaki itu seakan tak bosan bicara padahal ia tahu, mungkin Kirani tak kan bisa mendengar apa yang ia katakan.

Tiba-tiba Ray tercekat. Merasakan jari Kirani dalam genggamannya bergerak lemah. Ia bergegas bangkit dari kursinya. Mendekat pada wajah wanita itu. Menatapnya seksama, ingin mendeteksi kalau-kalau ada tanda Kirani akan sadar.

"Ran?" panggilnya pelan.

Terlihat mata Kirani bergerak. Kemudian bibirnya juga mulai terbuka perlahan. Hingga akhirnya terdengar sebuah rintihan.

"Oh, ya Tuhan ...." Ray terkejut.
"Ran ... kamu dengar aku?" Ia kembali memanggil.

Kirani masih terpejam. Namun rintihannya kembali terdengar.

"Aku panggil dokter." Cepat Ray beranjak dari ruangan itu.

****

Ray tampak gelisah. Menunggu Dokter yang sedang memeriksa Kirani di dalam sana. Berkali-kali ia melirik jam tangan. Karna setelah hampir setengah jam lamanya, belum ada kabar tentang perkembangan kondisi Kirani.

Mendengar pintu terbuka, Ray lansung bangkit. Melihat Dokter keluar dari ruangan tempat Kirani berada.

"Bagaimana Dok?" tanya lelaki itu tak sabar.

"Puji syukur pada Tuhan, Nyonya Kirani telah sadar dari komanya. Kondisinya masih lemah. Tapi ini perkembangan yang sangat positif. Anda boleh temui dia sebentar. Jika kondisinya terus membaik, kita bisa pindahkan ke ruang perawatan segera," jelas Dokter.

Ohh ... Ray menghempaskan nafas lega. Memejamkan mata seraya mengucap syukur berkali-kali dalam hati.

"Terimakasih Dokter ... terimakasih," ucapnya tak bisa menutupi rasa bahagia.

"Saya permisi kalau begitu. Mari pak!" Dokter pun pamit.

Ray segera masuk ke dalam ruangan. Tak sabar ingin menemui Kirani. Dilihatnya wanita itu masih ditemani seorang perawat yang sedang mengecek beberapa alat medis yang terpasang di tubuhnya.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang