( 36 ) LDR ???

7.2K 328 27
                                    

"Pagi Paah ...!" Aryan menyapa Ayahnya yang tengah menikmati kopi pagi.

"Pagi, Nak."

Aryan terus saja ngeloyor menuju pintu depan. Namun sang Ayah memanggil.

"Tunggu sebentar!"

Aryan tercekat. Kemudian berbalik perlahan-lahan.

"Tidak sarapan dulu?" tanya Papa Ray.

"Di sekolah aja Pah. Bareng temen-temen." Aryan menjawab canggung.

"Kenapa wajah kamu? Sepertinya memar?" Ray menatap putranya lekat-lekat.

"Oh, ini ... bukan apa-apa kok Pah ... cu-cuma ...."

"Dengan siapa kamu berkelahi?" Ray memotong kalimat Aryan.

Aryan tertunduk. "Anu Pah ... kemarin ... pas pulang sekolah ... Aryan berantem sama anak sekolah lain," jawabnya hati-hati.

"Sini, duduk dulu!" panggil Ray. Meminta Aryan duduk di sofa. Pemuda itupun menurut.

"Kamu mulai berkelahi sekarang? Hmm?" tanya Ray. Santai, namun jelas dari matanya ia tak senang melihat wajah memar Aryan.

"Bukan Aryan yang mulai Pah. Anak-anak itu ... mereka gangguin Arill yang lagi nunggu bis," sahut Aryan masih agak takut.

Ray terdiam sejenak, "Apa ... jawaban kamu ini bisa papa percaya?" selidiknya.

"Papa bisa tanya Arill kalo enggak percaya."

Ray mangut-mangut, "Baiklah, kali ini alasannya Papa terima. Tapi Papa harap, jangan sampai kamu harus berkelahi hanya karna alasan yang tidak seharusnya. Kamu tau maksud Papa?"

"Iya pah. Aryan ngerti."

"Satu hal lagi," lanjut Ray.

"Kenapa Pah?"

"Apa kamu bertengkar dengan Nadia?"

Aryan tertegun. "Kenapa Papa nanya begitu?"

"Papa ketemu orang tuanya semalam. Katanya kamu nyakitin Nadia. Benar begitu?"

Aryan menghela nafas dalam. "Aryan enggak nyakitin dia. Cuma ngancam dikit," jawabnya terus terang.

"Mengancam?" Ray terkejut.

"Iya. Nadia enggak suka Aryan deket sama Arill. Di pesta ulang tahun Olivia, dia ngedorong Arill ke kolam renang. Hampir aja Arill celaka. Aryan cuma ngingetin dia kalo jangan coba-coba gangguin Arill lagi."

Ray menelengkan kepalanya.
"Bijaklah dalam bersikap Aryan. Selama ini Papa selalu percaya sama kamu. Jangan menghianati kepercayaan Papa."

Aryan hanya mengangguk.

"Bulan depan kamu sudah ujian. Tolong sriuslah. Papa ingin kamu melanjutkan pendidikan di Australia. Seperti yang sudah kita sepakati jauh-jauh hari. Papa tidak mau kamu main-main dengan pendidikan kamu. Hanya kamu yang Papa miliki. Jadi jangan kecewakan Papa dalam hal ini." Ray sungguh-sungguh.

"Iya Pah ...." Aryan menundukkan pandangannya.

Ray menatap lekat putranya itu.
"Jadi ... kamu dan Arill?"

Aryan mengangkat pandangan.
Menatap canggung pada Ayahnya itu. Ray tersenyum saja.

"Seperti yang Papa sudah duga kan? Kamu mengganggu dia karna untuk cari perhatian saja." Ray mendelik.

Aryan tersipu. Tak berani menatap Ayahnya.

"Ya sudah sana! Nanti kamu terlambat."

****

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang