( 45 ) MAMA ....

5.3K 267 18
                                    

Kirani tak bisa memejamkan mata. Kata-kata Ray di kafe tadi terus membayangi benaknya. Terdengar terus menerus seakan meneror pikiran wanita itu.

"Bagaimana aku tidak cemas, aku melihat Arilla bekerja menjadi petugas kebersihan di hotel. Anak seusia dia bekerja seperti itu. Kenapa kamu biarkan?"

"Dia punya mimpi! Dia punya masa depan. Dia harus melanjutkan hidupnya untuk meraih apa yang dia inginkan. Dan itu tidak bisa terjadi jika kamu tetap egois seperti ini. Jika kamu benci padaku maka hukum saja aku, jangan hukum anakmu. Dia tak tau apapun."

Juga kata-kata Arilla perihal rencananya kuliah tahun depan.

"Kayak teman baru Arill. Namanya Indri, dia enggak bisa kuliah karna enggak ada biaya. Arill jadi mikir, lulus SMA taun depan, apa Arill ada biaya untuk kuliah?"

Kirani menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Jiwanya terguncang hebat. Wanita itu berada dalam kebimbangan yang tampak tak berujung.

Sementara di kamar lainnya, Arilla juga tampak gelisah.
Memikirkan pertemuannya dengan Om Ray. Bagaimana jika Om Ray tak menepati janjinya? Bagaimana jika Om Ray memberitahu Aryan tentang pekerjaannya?

Ada dua kemungkinan. Pertama, Aryan pasti terganggu dengan hal itu. Dan bisa saja memecah konsentrasinya karna saat ini Aryan tengah fokus untuk pendidikannya.

Kedua, Om Ray akan meminta Aryan untuk meninggalkan dirinya. Karna punya hubungan dengan gadis malang seperti Arilla, hanya akan merugikan Aryan saja.

Tapi, tidak. Om Ray tidak sejahat itu. Dia bukan orang seperti itu. Arilla sangat faham.

Ahh ... biar bagaimanapun Om ray seorang Ayah. Dia pasti ingin yang terbaik untuk Aryan. Termasuk bisa memisahkan Arilla dan Aryan, jika Arila hanya akan jadi beban Aryan saja nantinya.

Berpisah dengan Aryan? Arilla tak akan mampu. Dia sangat mencintai pemuda itu. Tak mungkin bisa menjauh darinya barang sebentar saja.

Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat. Merasakan nyeri di ulu hatinya, membayangkan dia harus kehilangan Aryan karna kemalangan hidupnya.

Tiba-tiba saja Arilla jadi sangat merindukan kekasihnya itu. Nomor Aryan sulit dihubungi. Bahkan pesan untuk lelaki itu tak kunjung terkirim. Mungkin cuaca di Melbourne sedang sangat buruk sekarang. Membuat jaringan komunikasi terganggu sedemikian parah.

Arilla membuka galeri ponselnya. Menatap foto Aryan satu persatu. Termasuk beberapa foto kebersamaan mereka berdua. Itu sedikit meredakan rasa rindunya.

****

"Mama mau kemana? Pagi-pagi udah rapi banget?" Arilla melihat ibunya nampak tergesa-gesa.

"Rill. Mama berangkat duluan. Kamu hati-hati ya? Mama ada urusan penting."

"Urusan apa, Ma?"

"Mama harus ketemu seseorang. Ada yang harus Mama sampaikan sama dia. Mama buru-buru. Mama harus ketemu dia sebelum dia pergi ke luar kota. Mama berangkat ya, Sayang," pamit Kirani seraya mencium Arilla sekilas. Lalu keluar dari rumah.

Arilla menatap kepergian ibunya terheran-heran. "Hati-hati, Maa!" serunya.

****

Arilla dan Indri baru tiba di hotel. Masuk ke ruangan khusus pegawai kebersihan. Mereka mulai bersiap-siap. Membuka jaket masing-masing.

"Duh ... badan gue pegel-pegel banget Rill. Kayaknya gue kecapean deh," keluh Indri.

"Makanya, jangan lembur terus. Lo harus istirahat. Lo bisa sakit lho, kalo terus maksain diri."

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang