( 41 ) BERPISAH

6.3K 270 23
                                    


Kirani keluar dari kantornya. Bersiap pulang saat tiba- tiba Irwan memanggilnya dari arah pintu masuk.

"Ran, tunggu!"

"Iya Pak?" Kirani menoleh.

"Bisa kita bicara sebentar? Kita makan malam dulu?" ajak lelaki itu.

"Maaf pak ... sebenarnya saya sudah ada janji dengan Arill. Dia pasti sudah menunggu di rumah," tolak Kirani halus.

"Oh ... begitu rupanya. Kalau gitu biar saya antar kamu pulang ya?"

"Enggak perlu repot Pak ... saya----"

"Benar. Dia sudah meminta saya untuk menjemputnya." Sebuah suara mengagetkan mereka.

Kirani dan Irwan mengarah pada pemilik suara.

"Ray?" Kirani tampak terkejut.

"Ya, aku sudah datang sesuai permintaan kamu," sahut Raynold santai.

Kirani mengernyitkan dahi. Kapan dia meminta Ray datang untuk menjemputnya? Wanita itu tak mengerti.

"Siapa ini, Ran?" Irwan menatap Ray dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Hallo ... Raynold. Temannya Kirani." Tanpa menunggu diperkenalkan, Ray mengulurkan tangannya kepada Irwan.

"Irwan." Lelaki itu menjabat tangan Ray.

"Baiklah ... kami mohon pamit. Mari Ran!" Seenaknya Ray menarik tangan Kirani.

"Permisi pak! Saya duluan." Tanpa punya kesempatan menolak, Kirani terseok mohon diri pada atasannya, kemudian berjalan mengikuti Ray yang terus menariknya ke arah mobil.

"Apa yang kamu lakukan Ray? Aku enggak pernah memintamu datang ke sini, kan?" tanya Kirani tak habis pikir.

"Aku sudah menunggu kamu sejak satu jam yang lalu, dan kamu mau pergi dengan orang itu?" Ray balik bertanya.

"Siapa juga yang mau pergi dengan lelaki hidung belang itu?" sanggah Kirani.

"Kalau begitu tak usah banyak protes. Ayo, masuklah!" Ray membukakan pintu mobilnya untuk wanita itu.

Irwan menatap mereka dari kejauhan dengan masam. Kesal bukan main. "Siapa orang ini?" geramnya.

Sementara di dalam mobil yang sudah melaju ....

"Kalau kamu tak nyaman bekerja di sana, aku bisa membantu mencarikanmu pekerjaan lain Ran," ujar Ray sungguh-sungguh.

"Apa maksudmu? Mana bisa seperti itu?"

"Melihat cara Irwan menatapmu membuatku khawatir. Dia seperti seorang bajingan," komentar Ray masih fokus pada kemudi.

Kirani tertawa pelan. "Dia memang terkenal hidung belang. Tapi aku tak mau terburu-buru meninggalkan pekerjaanku. Masih banyak tanggung jawab yang harus aku selesaikan di perusahaan itu. Tapi terimakasih atas tawarannya."

"Aku srius. Segera berhenti jika orang itu berbuat macam-macam padamu," jelas Ray tampak tidak main-main.

Kirani hanya mengiyakan.

"Apa kamu selalu pulang selarut ini?" tanya Ray kemudian.

Kirani menghela nafas. "Aku tak punya pilihan."

Ray terdiam. Nafasnya serasa sesak mendengar jawaban itu.
"Kalau kamu tak peduli pada dirimu, setidaknya pikirkanlah anakmu. Dia harus sendirian sepanjang hari, menunggumu pulang hingga larut. Aku bahkan tak bisa membayangkannya," komentar Ray.

"Aku tau. Tapi aku sudah katakan. Aku tak punya pilihan."

"Sekarang kamu punya pilihan," sela Ray. "Pikirkanlah tawaranku tadi," sambungnya.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang