( 61 ) LEBUR

6.2K 283 37
                                    



"Sekolah?" Ray mengernyit. "Apa tidak terlalu cepat? Arill baru saja pulang. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan mengingat kondisinya masih labil. Dan akan sulit memantaunya di sekolah. Kita enggak mungkin mengikuti dia ke sekolah kan? Dan lingkungan sekolah juga enggak tau kondisi Arill, kecuali kepala sekolahnya."

"Ya ... aku pikir juga begitu. Tapi, Arill terus memaksa," jawab Kirani.

"Aku akan bicara dengan Aryan. Biar dia yang akan membujuk Arill supaya mengurungkan dulu niatnya untuk kembali ke sekolah. Aku tak bisa mengizinkan. Terlalu beresiko. Keadaannya baru saja membaik. Aku tak mau terjadi sesuatu di lingkungan sekolah karna tempat itu sulit kita pantau," jelas Ray.

Kirani mengiyakan.

"Aku akan ke kamar Arill. Aku tidur di sana!" ujar Kirani. Sebenarnya ia tak sungguh - sungguh minta izin. Hanya formalitas saja. Mengingat sampai hari ini, ia dan Ray belum pernah tidur dalam satu kamar.

Ray tak menyahut. Membiarkan istrinya itu meninggalkan kamar, menatap punggungnya dengan perasaan tak menentu.

Saat masuk ke kamar Arilla, gadis itu sudah tertidur. Beberapa obat yang masih harus dikonsumsi membuatnya seringkali cepat mengantuk.

Kirani merebah di samping Putrinya. Memeluknya penuh rasa sayang. Ia bersyukur, Arilla sudah melewati masa tersulitnya. Masa yang sempat membuat Kirani putus asa.

****

Pukul dua pagi, Kirani terjaga. Mendapati Arilla masih terlelap di dekatnya. Wanita itu bangkit. Merasakan tenggorokannya kering. Ia edarkan pandangan di kamar itu, namun tak menemukan air. Hanya ada sebuah gelas kosong saja. Kirani membetulkan selimut yang menutupi tubuh Arilla. Lalu memutuskan keluar kamar untuk mengambil minum.

Berjalan menuju dapur, Rani melihat lampu di ruangan itu masih menyala. Saat ia tiba di sana, dilihatnya Ray tengah membuat kopi.

"Kamu belum tidur, Ray?" tegur Kirani, menatap suaminya itu.

Ray tersentak. Cukup terkejut karna tiba-tiba Rani sudah di belakangnya.

"Kamu mengagetkan aku, Ran!" ujarnya.

"Oh ... maaf." Kirani tersenyum kecil. Menuju kulkas dan mengambil sebotol air putih.

"Arill tidur nyenyak?" tanya Ray kemudian.

Kirani hanya mengiyakan. Ia mengambil teko kecil dan mengisinya dengan air putih.

"Jangan banyak bergadang, Ray. Enggak baik buat kesehatanmu," ujar Kirani mengingatkan. Ia baru saja hendak melangkah kembali ke kamar Arilla, tapi Ray mencegahnya.

"Temani aku sebentar kalau kamu tidak keberatan," ujar lelaki itu. Ia tak menunggu jawaban Kirani. Ray melangkah begitu saja meninggalkan dapur dengan secangkir kopi yang selesai ia buat.

Kirani tercekat untuk sesaat. Menatap punggung suaminya itu. Tapi kemudian ia menurut. Diletakkannya teko di meja dapur. Kemudian melangkah mengikuti suaminya ke ruang tengah.

"Ada apa, Ray? Semua baik-baik saja, kan?" tanya Kirani, duduk di sofa bersebrangan dengan Ray.

Suaminya itu tersenyum simpul. "Tak ada yang lebih baik dari hari ini Ran. Karna hari ini, aku merasa telah memiliki keluarga yang lengkap di rumah ini. Ada Arill, anak gadisku. Aryan, putra kebanggaanku. Dan kamu ... segalanya untuk aku."

Kirani menundukkan pandangan. Ingin menyembunyikan rona wajahnya yang tersipu karna kalimat Ray barusan.

"Apa ... kamu selalu bergadang seperti ini?" Rani mengalihkan perhatian.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang