Termenung dalam kamar, Arilla tak bisa melepaskan Aryan dari pikirannya. Bayangan wajah Aryan yang terluka itu terus menghantui. Ada rasa bersalah yang mendalam. Tak mengira Aryan akan semarah itu.
Arilla melirik hp-nya di meja. Berfikir untuk menghubungi pemuda itu dan meminta maaf. Tapi ia merasa ragu. Ia berfikir Aryan bahkan terlalu marah untuk sekedar menerima panggilan.
Begitupun dengan Aryan. Kali ini dia merasa sakit hati. Mungkin untuk pertama kali ia merasa begini. Mengapa Arilla tak bisa berbaik hati meski hanya untuk menjaga perasaannya. Ya, meskipun dia seorang laki-laki, dalam hal perasaan, ternyata dia bisa merasa pedih begitu dalam.
Sudah beberapa hari sejak kejadian di lapangan basket indoor, Arilla merasa Aryan berbeda. Pemuda itu jadi berubah cuek dan dingin. Saat berpapasan di sekolahpun, Aryan tak pernah lagi menyapa. Bahkan sekedar memandangpun tidak.
Pemuda itu bersikap seolah tak mengenali Arilla. Dan entah kenapa, Arilla sangat tak nyaman dengan semua itu. Ia merasa Aryan benci padanya. Sedalam itukah perasaan terluka yang dirasakan Aryan, hingga tak sudi lagi menatap dirinya?
Berkali-kali Arilla berusaha untuk menemui Aryan. Ingin meminta maaf. Tapi lelaki itu selalu menghindar. Sama sekali tak ingin menemuinya.
Suatu pagi di kantin sekolah ....
"Lo sama Aryan udah baikan ya? Dia sudah enggak pernah gangguin lo lagi?" Celsea bertanya kepada Arilla.
Arilla terdiam sejenak. Aryan berhenti mengganggunya justru karna pemuda itu sedang marah. Tapi tentu saja orang lain tidak tau itu.
"Iya, begitulah ...." Arilla menjawab singkat.
"Baguslah Rill, gue lega dengernya," sahut Revina.
"Sebenarnya Aryan emang agak berbeda beberapa hari ini. Agak diem. Sering melamun. Ya ... beda aja dari Aryan biasanya," komentar Raffi tiba- tiba.
"Masak sih?" tanya Revina.
Raffi mengiyakan. "Dia juga jarang ikut latihan basket. Malah sering ngumpet di belakang gedung olahraga buat ngerokok."
"Eh, yang bener kamu?" Revina tercekat.
"Beneran, Sayang ...." Raffi sungguh-sungguh.
"Aryan kalo kayak gitu, biasanya lagi punya masalah." Revina mulai khawatir.
"Aku enggak berani nanya. Takutnya dia malah kesinggung. Coba kamu yang tanya," ujar Raffi.
Arilla terdiam. Rasa bersalah itu makin menusuk hatinya. Ternyata Aryan benar-benar terluka hingga sampai saat ini belum bisa melupakan kesalahan yang telah Arilla perbuat.
"Apa dia masih dihukum Om Ray ya?" gumam Revina.
"Dihukum?" Celsea mengernyit tak paham.
"Iya, gara-gara foto dan skors itu. Om Ray katanya marah," jawab Revina.
Arilla tertunduk. Bukan, bukan itu masalah Aryan, pikirnya.
"Eh ... tu dia!" tunjuk Raffi melihat Aryan dan Joshua memasuki kantin.
"Yan! Gabung sini!" Revina memanggilnya.
Aryan menoleh. Tersenyum pada Revina. Dia bersiap menuju pada meja sepupunya itu berada, namun kemudian langkahnya berhenti mendadak melihat Arilla ada di sana. Sedetik kemudian, Aryan langsung merubah arah dan memilih meja lain yang masih kosong.
"Gue di sini aja!" seru Aryan yang kemudian sibuk memesan makanan bersama Joshua.
Arila sangat faham. Aryan pasti melihatnya dan tak mau bertemu dengannya. Itu sebabnya ia memilih meja lain untuk menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN (tamat) Lengkap ✅
Genç Kurgu18+ Mengandung adegan kekerasan, hotkiss, vulgar. Yang di bawah umur tidak dianjurkan untuk membaca. Cerita pasaran tentang benci jadi cinta. Ini cerita pertama gue di wattpad. Aryan. Cowok dingin dan arogan yang bertemu gadis judes bernama Arilla...