( 62 ) TITIK AWAL

5.7K 263 32
                                    

Kirani memasuki kamarnya, dengan segelas kopi di atas nampan yang ia bawa. Wanita itu menggelengkan kepala, saat melihat Ray masih terlelap nyaman di dalam selimut.

"Bangun Ray ... ini sudah hampir jam tujuh pagi. Mau sampai kapan kamu tidur?" Kirani meletakkan kopi di meja.

Suaminya itu hanya menggeliat pelan, lalu kembali ke posisinya yang nyaman.

"Ray ...." Kirani menggoyangkan bahu telanjang lelaki itu.

"Sebentar lagi, Sayang ...," sahut Ray tanpa membuka mata.

Kirani terkesiap. Untuk sejenak ia terdiam. Merasakan batinnya bergejolak mendengar panggilan sayang begitu mulus diucapkan Ray. Sudah sangat lama ia tak mendengar panggilan seperti itu.

"Kamu tidak ke kantor?" Kirani duduk di tepian tempat tidur.

"Aku berangkat agak siangan hari ini." Ray masih memejamkan mata. Merasakan Kirani duduk di tempat tidur, lelaki itu menggeser tubuhnya untuk mendekat. Lalu melingkarkan lengan kekarnya ke pinggang Kirani.

Wanita itu tersentak. Merasa agak sungkan dan malu melihat perlakuan manja suaminya. Agaknya yang terjadi dini hari tadi, membuat Ray tak merasa canggung lagi bersikap mesra padanya.

Tiba-tiba lelaki itu mengernyitkan dahi. Hidungnya mendengus seolah tengah mencium sesuatu. Ia membuka matanya.

"Kami sudah cantik begini? Mau kemana? Wangi banget?" tanyanya polos.

Kirani tersenyum. "Aku juga sudah buat sarapan. Makanya kamu bangun! Mau tidur sampe jam berapa?"

"Mmmhh ...." Ray hanya mendesah. Mengeratkan pelukannya di pinggang Kirani.

"Aku malas bangun kalau begini. Belum pernah rasanya aku bangun pagi sebahagia hari ini. Karna langsung melihat kamu di dekatku," ujarnya.

Kirani hanya tersenyum saja menanggapinya. Lelaki itu memang tak pernah berubah.

Ray mendongakkan wajah, menatap wajah istrinya yang juga tengah memandangnya.

"Ayo kita bulan madu!" ujarnya tiba-tiba.

"Apa?" Kirani tersentak.

"Iya. Kita ini pengantin baru, kan?" Wajah Ray tampak antusias.

"Apa yang kamu bicarakan?" Kirani tersenyum tak percaya.

"Kita akan kemana? Bali? Paris?  Kemanapun kamu mau."

"Ray ...." Kirani membulatkan matanya.

"Ckk ... ayolah Raaan ...!" Ray kembali menyesakkan wajahnya ke pangkuan Kirani.

Istrinya itu tertawa pelan. "Ingat, kamu itu bukan lagi Ray berusia dua puluh lima tahun. Kamu sudah punya anak gadis, juga anak lelaki yang sudah jadi mahasiswa. Tidak tau malu."

"Jangan hancurkan semangat bulan maduku dengan mengingatkan aku sama usiaku! Dulu kita juga tak sempat bulan madu. Karna uang tabungan kita habis untuk pindah-pindah kontrakan." Ray tertawa. Mengingat masa-masa sulit yang sempat mereka lalui saat awal menikah untuk pertama kali delapan belas tahun lalu.

Pernikahan tanpa Restu, sempat membuat mereka hidup berpindah-pindah kontrakan. Jangankan resepesi pernikahan, saat itu mereka bahkan hanya menikah di kantor KUA. Keluarga Kirani satu-satunya yang menyaksikan pernikahan itu adalah Ibu panti asuhan tempat Kirani dibesarkan, yang kini sudah tiada.

Mereka terdiam. Agaknya kalimat Ray barusan sama-sama mengingatkan mereka pada kenangan masa lalu.

"Maafkan aku. Aku tak pernah memberi kamu kesan menyenangkan dalam pernikahan kita. Bahkan kali ini aku menikahi kamu di rumah sakit," celetuk Ray dengan nada menyesal.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang