( 44 ) PENGORBANAN

5.5K 289 28
                                    

Hari ke lima kerja, Arilla makin terbiasa dengan kegiatannya. Dia juga makin dekat dengan Indri. Teman seperjuangan yang terasa memiliki banyak kesamaan dengannya. Indri juga begitu perhatian dan dewasa. Mungkin karna merasa Arilla lebih muda darinya meski selisih usia mereka tak jauh beda.

Hari ini hotel tampak begitu ramai. Ada sebuah rapat penting antar perusahaan diadakan di sana. Pegawai hotel tampak sibuk dengan adanya acara itu.

Arilla dan Indri tak kalah sibuk juga di loby hotel. Makin banyak orang, makin sering juga mereka harus melakukan pembersihan.

"Fuuhh ... lumayan capek hari ini. Gara-gara banyak orang berdasi, kita jadi ikut repot. Mana perut gue udah laper, lagi," keluh Indri saat mereka beristirahat di pojokan loby.

"Sabar kali Mbak ... bentar lagi giliran kita istirahat kok," canda Arilla menyenggol sahabatnya itu.

"Kalo tiap hari capeknya begini. Enggak perlu diet, berat badan gue pasti cepet turun."

"Baguslah. Enggak perlu cape-cape diet," sahut Arilla.

Tiba-tiba seorang petugas hotel memberi isyarat pada mereka, agar kembali menyapu di bagian depan meja resepsionis. Area itu tampak berdebu padahal baru saja di bersihkan.

Dengan sigap, Arilla dan Indri kembali bekerja. Tanpa banyak bicara. Mereka sudah sangat faham dengan segala isyarat dan intruksi dari petugas hotel.

Arilla tengah srius menyapu. Sedikit merundukkan badannya hingga tak sengaja menabrak seseorang.

"Maaf ... maaf, Pak. Saya enggak sengaja!" Tanpa banyak pikir, Arilla langsung meminta maaf. Membungkukkan badannya berkali-kali. Ia yakin, orang yang ia tabrak adalah salah satu tamu hotel.

"Arilla?" Lelaki yang ditabrak gadis itu menatap Arilla terkejut.

Arilla mengangkat wajahnya. Menatap orang yang barusan memanggil namanya. Gadis itu tersentak.

"O-Om Ray?" Mata Arilla membundar. Menatap lelaki dengan stelan jas yang tampak rapi dan berkharisma itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Nak?" Om Ray tak percaya. Menatap Arilla seksama. Terutama kaos seragam berwarna merah yang dikenakan gadis itu.

"Mm ... Arill ... Arill kerja di sini Om," jawab Arilla canggung.

"Kerja?" Om Ray terkejut. Dipandanginya wajah lelah gadis itu. Wajah yang lembab oleh keringat.

Arilla menundukkan wajahnya. Ada perasaan malu dan sungkan berhadapan dengan Om Ray kali ini. Terlebih tatapan lelaki itu yang tampak iba padanya.

"Maaf, Pak. Ada yang bisa kami bantu? Apa ada masalah?" Seorang petugas hotel menghampiri mereka. Mungkin karna melihat salah satu tamu mereka tertahan di loby hotel dengan seorang petugas kebersihan.

"Oh ... tidak. Tidak ada masalah sama sekali," sergah Om Ray cepat. Ia menepuk bahu Arilla.
"Om harus pergi sekarang. Jam berapa kamu pulang?"

"Jam delapan, Om," jawab Arilla sungkan.

"Ok kalo begitu. Om masuk dulu!" Ray mengusap lengan Arilla sesaat, lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

Arilla menatap kepergiannya dengan perasaan tak menentu. Ia menghela nafas berat. Lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Tadi itu siapa?" tanya Indri saat mereka mendapat giliran makan.

Arilla tersenyum kecut. "Bukan siapa-siapa."

"Jangan bikin gue berfikir, gara-gara butuh uang, lo nekat jadi simpenan Om-Om," celetuk Indri.

"Dih ... apaan si N'dri! Ngaco, lo! Ya enggak lah!" sergah Arilla sengit.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang