"Dek, bangun, Dek!" Pukul tiga pagi, seorang perawat membangunkan Arilla yang tertidur di deretan kursi tunggu dengan beralaskan tas di bawah kepalanya.
Arilla membuka mata. Lalu bangun perlahan.
"Berita baik buat kamu. Mama kamu sudah melewati masa kritisnya. Sekarang kamu sudah boleh liat keadaannya," ujar perawat itu ramah. Tersenyum menatap Arilla yang tampak kacau.
"Beneran sus?" Arilla ingin memastikan.
Si perawat mengangguk. "Kamu boleh liat dia sebentar."
"Alhamdulillaah ... makasih ya Suster ...." Arilla sangat merasa lega.
Gadis itu bangkit dari kursi. Menuju toilet untuk mencuci muka terlebih dahulu. Setelah itu masuk ke ruang ICU tempat ibunya dirawat.
Arilla melangkah perlahan. Mendekat ke ranjang di mana ibunya terbaring dengan serangkaian peralatan medis yang terpasang di tubuhnya.
"Ya Allaah ...," desahnya merasakan nyeri di ulu hati, menatap keadaan wanita yang telah melahirkannya tersebut.
Wajah ibunya pucat dengan beberapa luka memar. Matanya terpejam seolah tertidur begitu lelapnya.
Arilla duduk di kursi. Meraih tangan ibunya yang terasa dingin. Lalu menciumnya dengan tangisan kembali mengguncang.
"Kenapa ini bisa terjadi Ma? Hkk ...."Arilla masih merasa bermimpi. Ia berharap ini tidaklah nyata tapi rasa sakit yang jelas menghantam perasaannya menyadarkan dirinya kalau semua ini adalah kenyataan.
"Yang kuat Ma ... Mama harus bertahan. Arill cuma punya Mama. Jangan tinggalin Arill sendirian. Arill mohon," isaknya seraya menggenggam tangan ibunya.
Dari keterangan Polisi, Arilla mengetahui, kalau Taksi yang ditumpangi ibunya terserempet truk yang kehilangan kendali hingga menabrak pembatas jalan. Sopir taksi yang membawa Kirani mengalami patah tulang dan dirawat di rumah sakit juga. Saat ini si sopir truk tengah dalam pemeriksaan polisi.
Beruntung, biaya rumah sakit ibunya ditanggung asuransi. Jadi Arilla hanya perlu memikirkan biaya hidupnya saja saat ini.
Ini begitu berat ia terima. Berat karna ia tak memiliki siapapun untuk ia mintai tolong.***
Pukul tujuh pagi, Indri sudah kembali datang dengan membawakan sarapan pagi.
"Gimana keadaan Nyokap lo?""Udah stabil, Ndri. Mama udah melewati masa kritisnya. Tinggal nunggu dia sadar dari koma, setelah itu baru tindakan oprasi bisa dilakukan," jawab Arilla.
Indri sedikit lega mendengarnya.
"Rill ... ini minggu pertama kita gajian. Lo harus datang, karna enggak bisa diwakilin sama siapapun. Kemarin ibu kepala Yayasan ngingetin gue. Enggak apa- apa katanya kalo lo mau berhenti atau sementara berhenti dulu," jelas Indri."Iya. Gue dateng nanti sore. Makasih ya. Lo udah baik banget sama gue," ujar Arilla sungguh-sungguh. Perhatian Indri sebagai teman yang belum lama ia kenal membuatnya terharu.
"Santai aja ...." Indri menepuk bahu Arilla. "Gue pamit, ya. Gue harus kerja," lanjutnya kemudian.
"Iya. Hati-hati yah!"
Indri mengiyakan. Kemudian pamit.
Arilla membereskan barang-barangnya. Ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu untuk mandi dan berganti pakaian.
Tiba di rumah, ia disambut orang yang ia kenal sebagai pegawai pemilik rumah. Yang biasa bertugas menangih uang sewa.
"Eh ... kamu baru pulang Rill? Dari mana? Kok rumahnya kosong?" tanya wanita berbadan tambun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN (tamat) Lengkap ✅
Teen Fiction18+ Mengandung adegan kekerasan, hotkiss, vulgar. Yang di bawah umur tidak dianjurkan untuk membaca. Cerita pasaran tentang benci jadi cinta. Ini cerita pertama gue di wattpad. Aryan. Cowok dingin dan arogan yang bertemu gadis judes bernama Arilla...