( 57 ) KALUT

5.9K 291 56
                                    


Aryan merebah di tempat tidurnya. Masih merasa ini sebuah mimpi. Hanya dalam sebulan saja, begitu banyak yang sudah terjadi. Ini masih membingungkan. Permainan Takdir yang sungguh di luar dugaan. Hari seberat ini, tak pernah terbayang akan terjadi dalam hidupnya. Juga dalam hidup Arilla, kekasih yang teramat ia cintai.

Aryan masih ingat, bagaimana ekspresi ketakutan Arilla saat dulu Aryan menindasnya. Meskipun niat Aryan saat itu tak sampai ingin melecehkan, tapi sekarang ia menyesal. Pernah membuat Arilla merasakan ketakutan karna perbuatan itu.

Ia ingat, betapa Arilla marah saat mendapati kissmark hasil karya Aryan di tubuhnya. Dan saat ini, Arilla mendapatkannya dari seorang bajingan yang ingin merenggut kesuciannya.

Tiba-tiba Aryan menyesal. Menyesal dengan segala perbuatannya pada Arilla yang pernah menyakiti gadis itu. Aryan merasa begitu lemah sekarang. Hingga semua jalan di hadapannya tampak gelap.

"Enggak. Gue harus kuat untuk Arill. Gue harus bisa bawa dia keluar dari ketakutannya." Aryan menyemangati dirinya sendiri.

Arill tak boleh sendiri menghadapi keadaan ini. Aryan harus menyertainya. Bukankah itu janji mereka?

****

"Aryan masih tidur, Mbok?" tanya Ray saat ia lihat di meja makan tak ada siapapun. Haya ada Mbok Sami yang tengah meyiapkan sarapan pagi.

"Enggak tau Tuan. Kamarnya masih terkunci. Mbok enggak berani ganggu. Takutnya Den Aryan masih capek."

"Lalu Nyonya?" tanya Ray. Tak melihat istrinya juga.

"Nyonya juga belum keluar kamar," jawab mbok Sami.

Ray terdiam. Dia memang tidak tahu. Karna selepas tiba di rumah bersama Aryan jam empat pagi tadi, Ray memilih tidur di kamar tamu. Lelaki itu bangkit. Beranjak dari meja makan dan melangkah menuju kamarnya.

"Ran. Buka pintunya. Ini aku!" Ray mengetuk pintu kamar.

Terdengar suara langkah Kirani. Meski sangat lambat, karna istrinya itu masih agak terpincang karna kondisi kakinya yang belum sembuh sempurna.

"Ya. Ada apa?" Wanita itu membuka pintu.

"Kenapa masih di kamar? Kamu enggak sarapan?" tanya Ray.

"Aku belum lapar," jawab Kirani singkat. Seraya masuk kembali ke dalam kamarnya.

Ray mengikutinya. Bisa ia lihat wajah istrinya yang risau. "Ada apa?"

"Maksud kamu?" Kirani balik bertanya.

"Apa yang membuat kamu tak mau meninggalkan kamar? Apa karna ada Aryan?"

"Ray ... jangan bawa-bawa anak-anak! Aku hanya sedang malas. Aku ingin bertemu Arill. Antar aku ke rumah sakit kalau kamu enggak sibuk!" Kirani menghindar.

"Katakan!" Ray menarik lengan wanita itu. "Ada apa?"

"Apa maksud kamu?"

"Kita memang baru menikah tiga hari, tapi aku kenal baik siapa kamu. Kamu tak kan bisa menyembunyikan apapun dariku!"

Kirani terdiam. "Harusnya aku tak di sini sekarang!"

"Apa maksud kamu?" Kali ini Ray yang mengatakan itu.

"Aku merasa bersalah pada Aryan! Kamu enggak liat gimana terpukulnya dia? Kenyataan ini menyakitinya Ray! Aku membuat kamu menjadi egois, karna menyulitkan Aryan demi anakku!"

"Arill itu juga anakku, Ran!"

"Dan Aryan juga anakmu! Bahkan dia lebih dulu jadi anakmu!" sahut Kirani cepat. "Aku egois karna membuat kamu bertindak tidak adil! Tidak seharusnya Aryan ikut mengalami kesulitan karna aku. Kita sudah menyakitinya." Kirani tertunduk dalam.

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang