( 3 ) IMPAS ATAU ...?

14.6K 507 32
                                    

Revina dan Raffi saling pandang. Melihat Aryan mengaduh kesakitan di atas ranjang. Di balik tirai, di ranjang yang lain, Arilla tampak tersenyum sinis. Puas bisa membungkam pemuda sialan itu. Belajar Judo selama enam bulan di sekolahnya yang lama akhirnya ada gunanya juga. Jurus yang diperagakannya kepada Aryan berhasil melumpuhkan pemuda itu.

"Kok lo bisa jatuh gini sih Yan? Ada- ada aja?" Raffi terheran-heran.

"Tau nih, lo lagi ngapain sih? Bisa sampe jatuh gitu?" tanya Revina.

"Gimana Bu? Kakinya enggak patah kan?" Pertanyaan Joshua terdengar polos.

"Diem lo! Enak aja ngatain kaki gue patah!" Aryan menghardik kesal.
"Aaaduuhh ...." Ia kembali merengek.

"Sakit banget ya, Yan?" Revina tampak iba.

"Hanya terkilir. Istirahat dua sampai tiga hari akan sembuh, kok," jawab petugas UKS yang baru selesai membalut lutut Aryan dengan kain kasa elastis berwarna coklat.

"Apa? Dua sampai tiga hari? Besok saya harus bertanding Bu! Enggak! Pokoknya saya harus bisa tanding besok!" Aryan terlihat frustasi.

"Eh Yan, lo apa-apaan si? Kaki lo harus istirahat! Malah mikirin pertandingan," sergah Raffi.

"Nanti saya berikan salepnya ya ...." Petugas UKS keluar dari ruangan itu.

Revina geleng-geleng kepala. Ia beranjak ke tirai sebelah untuk melihat Arilla.

"Mungkin tu anak kena karma, gara-gara udah bikin lo pingsan." Revina bergurau.

"Lo keliatan khawatir banget Re, sama dia. Ntar Raffi cemburu lho!" Arilla tersenyum menggoda.

Revina tertawa mendengar itu. "Rill ... Rill ... enggak mungkin lah Raffi cemburu! Aryan itu sepupu gue!"

Apa? Arilla tertegun. Aryan dan Revina sepupuan? Ya Tuhan. Arilla tak menduga itu sama sekali. Jadi itu sebabnya Revina begitu perhatian kepada Aryan. Ah ... entah mengapa ada perasaan bersalah pada Arilla saat mengetahui hal itu. Ya. Dia merasa bersalah bukan karna melihat Aryan kesakitan. Tapi karna telah membuat teman sebaik Revina merasa khawatir.

"Kalo lo mau pulang, biar nanti Raffi anterin lo, ya?" tukas Revina kemudian.

"Jangan, jangan!" Arilla cepat menolak. "Gue enggak apa-apa kok, bisa pulang sendiri."

"Enggak apa-apa Rill, lo kan temen gue sekarang. Lagian lo begini gara-gara sepupu gue. Jadi gue ikut merasa bersalah."

"Apaan sih Re? Gue baik-baik aja kok. Lagian Aryan juga enggak sengaja." Arilla bersandiwara. Seolah tak ada apa-apa antara dia dan Aryan.

"Iya! Dia baik-baik aja! Gue yakin! gue yang harus dianter pulang! Bukan dia!" teriak Aryan dari balik tirai yang rupanya mendengar percakapan Revina dan Arilla.

Revina memutar bola matanya. Kemudian kembali ke ranjang Aryan.

"Apaan si, lo? Arill begitu gara-gara lo, tau enggak?" sentak Revina.

"Dia enggak apa-apa Re! Tadi dia udah bisa ngebanting ...." Kalimat Aryan terhenti. "Maksud gue ... tadi dia udah bilang bisa pulang sendiri, kan?"

"Diem!" Revina memberi isyarat agar Aryan berhenti mengoceh.

"Gue telpon ke rumah lo, biar ada sopir yang jemput lo kesini. Nanti motor lo biar si Jojo yang bawa." Revina terdengar tak ingin dibantah.

Raffi hanya geleng-geleng kepala. Dia tampak sudah terbiasa dengan sifat kekanak-kanakan Aryan.

Tiba-tiba seorang siswi datang ke ruangan itu dengan tergesa.
"Aryan, lo enggak apa-apa, kan?"

Semuanya menyingkir. Memberikan tempat untuk siswi itu mendekati Aryan .

ARYAN (tamat) Lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang