"Gimana? Ada yang ketemu?" tanya Aryan yang kini tengah berkumpul di salah satu koridor sekolah."Enggak. Gue udah cari ke tiap kelas, Arill enggak ada," jawab Revina dengan nafas masih terengah.
"Iya, kita udah cari ke semua area sekolah. Arill emang enggak ada Yan. Gue rasa, dia lari keluar deh!" komentar Raffi.
Joshua, dan Celsea juga mengatakan hal yang sama.
"Boss!" panggil Choki yang baru tiba di tempat itu.
"Ada ... ada yang liat Arill keluar gerbang. Dia menuju jalan raya kayaknya!" lapor pemuda itu dengan nafas ngos-ngosan karna barusan berlari.
"Astagaaa ...!" Aryan terlihat frustasi.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi sama Arill. Kita harus cepet cari dia," tegas Raffi.
Aryan mengiyakan.
"Ok. Kita gerak sekarang. Siapapun yang nemuin Arill lebih dulu, kasih tau di grup. Okay?" Raffi memberi komando.
Joshua dan Choki mengiyakan.
"Kalian para cewek pantau temen-temennya Arill ya? Siapa tau, ada yang liat dia." Aryan minta tolong Revina, Celsea dan Pinkan. Ketiga gadis itu memgangguk.
"Jo, lo pakek mobil gue. Gue pinjem motor lo!" Aryan melemparkan kunci mobilnya yang sigap ditangkap Joshua.
Aryan bergegas menuju parkiran. Ia sudah mengganti seragam basketnya. Sebelum menggunakan helm, ia menelfon Ayahnya. Memberi tahukan kalau Arilla pergi dari sekolah.
Ayahnya yang menerima kabar itu ikut panik dan langsung meminta bantuan beberapa orang pegawainya untuk ikut mencari.
Aryan segera bergerak, menyusuri jalanan dengan motor yang ia tunggangi. Matanya waspada dan sibuk melihat kanan kiri, kalau-kalau Arilla ada di sekitarnya.
Begitu pula Raffi dan yang lainnya. Mereka sibuk mencari keberadaan Arilla. Mengunjungi beberapa tempat yang mungkin disinggahi gadis itu.
Namun hingga sore menjelang, hasilnya nihil. Tak ada seorang pun yang berhasil menemukan atau melacak keberadaan gadis itu.
Aryan berhenti di tepi jalan. Menerima panggilan masuk di ponselnya.
"Hallo, Pah!" Ia terdiam sejenak.
"Belum, Pah. Aryan masih nyari. Iya, nanti pasti Aryan langsung ngabarin Papa. Sekarang Papa lagi nyari di mana?" Matanya tetap beredar mencari.
"Ok. Iya Pah. Aryan ngerti." Aryan menutup kontak. Ia menjambak rambutnya Frustasi. Lalu melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul tiga lebih.
"Kamu di mana, Rill?" Aryan mulai putus asa. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tak ada yang bisa menjawab kecemasannya sama sekali. Hanya pemandangan gedung-gedung tinggi menjulang yang nampak angkuh membisu.
Tunggu!
Aryan menyadari sesuatu. Lelaki itu tersentak dengan wajah menegang. Rasanya ia tahu, kemana sepertinya Arilla pergi.
****
Arilla membeku. Wajahnya kaku seakan kehilangan kesadaran. Gadis itu melangkah perlahan menaiki anak tangga satu demi satu. Hingga tiba di lantai terakhir di mana langit sebagai atapnya saat ini.
Kedatangannya di bangunan itu disambut angin sore yang langsung menerpa wajahnya. Tapi kali ini, angin di tempat itu sudah tak terasa bersahabat lagi. Tak bisa mendamaikan jiwanya lagi.
Arilla melangkah perlahan. Dengan air mata yang sudah mengering di pipinya.
Racun dendam Julio yang dimuntahkan lelaki itu, terus terngiang di telinganya. Memberikan sugesti teramat buruk, yang tak bisa ia tolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN (tamat) Lengkap ✅
Jugendliteratur18+ Mengandung adegan kekerasan, hotkiss, vulgar. Yang di bawah umur tidak dianjurkan untuk membaca. Cerita pasaran tentang benci jadi cinta. Ini cerita pertama gue di wattpad. Aryan. Cowok dingin dan arogan yang bertemu gadis judes bernama Arilla...