4. Reina

1K 153 17
                                    

Reina sudah bangun sejak lima belas menit yang lalu. Kedua matanya menatap sinar matahari yang berusaha menyelinap masuk ke dalam kamar melalui gorden yang masih tertutup rapat. Cewek itu menghela napas pelan saat merasakan tubuh Kiano yang bergerak di belakang punggungnya. Pandangannya teralih saat kedua lengan Kiano kembali memeluk pinggangnya.

"Kiano... bangun," ucap Reina pelan sambil berusaha melepaskan pelukan Kiano pada pinggangnya.

"Hhmm...," respon Kiano. Cowok itu semakin menarik tubuh mungil Reina mendekati tubuhnya juga kedua tangannya semakin erat melingkar pada pinggang cewek itu. Selanjutnya Reina bisa merasakan Kiano yang mengendus tengkuk lehernya. Menggelitik leher mulusnya dengan hembusan napas teratur Kiano.

"Elo kan harus kerja, Kiano...," ucap Reina lagi. Cewek itu berusaha melepaskan diri dari Kiano.

"Rei... jangan berisik," protes Kiano dengan mata yang masih terpejam.

"Makanya bangun biar gue nggak bikin berisik gini...," protes Reina yang mulai kesal karena tidak bisa melepaskan pelukan Kiano dari tubuhnya. Namun, detik berikutnya cewek itu menegang saat merasakan Kiano mencium tengkuk lehernya juga menggigitnya pelan.

"Sumpah yah bawel banget pagi-pagi...," rutuk Kiano yang akhirnya melepaskan tubuh Reina dari dekapannya. "Elo tuh nggak bisa banget biarin gue tidur nyenyak,"

Reina tidak mempedulikan protes dari Kiano. Cewek itu segera beranjak dari tempat tidur cowok itu. Melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Ia berdiri di depan cermin melihat pantulan dirinya disana. Diperiksanya bekas gigitan Kiano yang meninggalkan tanda berwarna merah keunguan.

"Rei... lama banget sih? Gantian... gue juga mau pipis nih," cowok itu mengetuk pintu kamar mandi berulang kali. Membuat Reina segera menyelesaikan rutinitas paginya di dalam sana.

Begitu pintu kamar mandi terbuka, Kiano menunjukkan cengiran khasnya. Cowok itu menyingkap rambut panjang Reina dan memeriksa bekas gigitannya pada tengkuk leher cewek itu.

"Merah, Rei...," jemari cowok itu mengelus tanda yang tercipta pada kulit mulus Reina. "Kalau elo nggak bawel, gue nggak akan gigit elo kayak gini... elo bawel sih, kan gue jadi gemes,"

Reina menjauhkan tangan Kiano dari lehernya. Cewek itu mendorong tubuh jangkung Kiano yang menghalangi jalannya.

"Rei... gue mau roti panggang buatan elo yah," pinta cowok itu sebelum Reina meninggalkan kamarnya.

***

Reina mengoleskan selai kacang pada dua lembar roti panggang yang masih panas itu. Cewek itu juga menuangkan secangkir kopi hitam. Setelahnya ia meletakan semuanya di atas kitchen isle.

Ia menghembuskan napas pelan saat jemarinya menyentuh tengkuk lehernya. Reina tahu kalau apa yang dibiarkannya terjadi itu salah. Ia juga tahu kalau seharusnya dia berhenti melakukan semua ini. Seharusnya Reina tidak membiarkan dirinya terus tersakiti seperti ini.

Lamunan cewek itu buyar saat merasakan sentuhan pada keningnya. Punggung tangan Kiano sedang mengecek keadaan suhu tubuhnya.

"Sakit, Rei? Kenapa diem aja sih dipanggilin...," Kiano menatap khawatir pada cewek mungil di depannnya itu.

Reina menggeleng lemah. Cewek itu menarik kursi dan duduk di sana. Menikmati air jeruk peras buatannya. Melihat reaksi Reina yang hanya diam seperti itu, membuat Kiano ikut duduk di depan cewek itu.

"Kiano...," panggil Reina.

"Hhmm...," Kiano hanya bergumam seperti biasanya. Cowok itu sedang menikmati roti panggang buatan Reina.

"Kalau gue nggak ada... siapa yang bikinin elo sarapan?"

"Nggak ada. Gue skip sarapan. Paling banter beli kopi pas berangkat kantor,"

Reina mendesah pelan. "Kalau gitu kan bisa bikin elo maag. Jadwal makan nggak teratur,"

"Gue cuma mau sarapan kalau elo yang buat. Males, Rei... harus bikin sarapan sendiri,"

Reina berdecak pelan. "Kayaknya elo harus punya pacar deh...,"

Kiano sontak tertawa. "Kita bahas ini lagi? Ngapain gue cari pacar kalau ada elo? Ribet kali, Rei... harus nyari cewek yang bisa ngertiin mau gue,"

Reina diam mendengar jawaban Kiano. "Tapi gue nggak selalu bisa ada di deket elo kayak gini kan...," lirih cewek itu.

"Makanya kalau elo pas di Jakarta, gue bikin elo ada di deket gue kayak gini terus...," canda Kiano.

"Krystal masih nggak elo kasih izin kesini?"

"Nggak," jawab Kiano singkat.

"Kenapa sih? Kan dia bisa bikin sarapan atau makan malam buat elo...,"

"Buat apa sih, Rei? Buat apa Krystal gue kasih izin ke sini? Kalau dia ke sini, dia bakal tahu kebusukan kakaknya kayak apa,"

"Tapi elo kasih lihat kebusukan itu ke gue...,"

"Karena elo sahabat gue," ucap Kiano dengan satu tangan yang mengelus pipi Reina. Napas Reina tercekat saat ia kembali dihadapkan pada fakta yang selalu diucapkan oleh Kiano. Lihat kan, bagaimana seorang Kiano selalu punya cara untuk membuat Reina tetap bertahan merasakan 'sakit' seorang diri. Kiano mengucapkan batasan yang harus diketahui Reina, tapi juga memberikan sentuhan pada Reina yang terkadang membuat cewek itu berharap untuk bisa melewati batas yang diciptakan Kiano.

Reina mengalihkan wajahnya menghindari usapan lembut dari jemari Kiano. Cewek itu meneguk habis air jeruk yang ada di depannya.

"Rei... kalau mau keluar, rambut elo jangan dikuncir atau kalau pun dikuncir, pakai turtle neck... bekas gigitan gue jelas banget," ucap Kiano mengingatkan Reina kembali pada jejak berwarna merah keunguan di lehernya itu.

"Sorry... besok gue nggak akan gigit elo lagi deh," sambung cowok itu lagi. "Kalau elo nggak bawel kayak tadi tapi... elo kan tahu gue susah banget buat tidur nyenyak, malah diganggu kayak tadi,"

Reina paham. Sangat paham bagaimana Kiano memiliki insomnia parah. Sama seperti dirinya. Sudah sering juga keduanya pergi ke dokter untuk menyembuhkan gangguan tidur tersebut. Tapi sayangnya tidak ada terapi kognitif manapun yang mampu menyembuhkan gangguan insomnia mereka. Karena obat paling manjur menangani insomnia bagi keduanya adalah berada di dekat satu sama lain. Iya, mereka baru akan mendapatkan tidur nyenyak saat bersama. Karena Reina dan Kiano adalah sedatif bagi satu sama lain.

Kiano melirik jam dinding. Dengan cepat cowok itu segera meneguk habis kopi hitamnya. "Oke gue kerja dulu... kalau mau pergi pakai aja mobil gue yang satunya yah... dan jangan lupa kabarin elo ada dimana," titah Kiano.

Tahu apa yang dilakukan Kiano selanjutnya? Cowok itu mengecup kening Reina sebelum berjalan meninggalkan apartemennya. Meninggalkan Reina yang hanya bisa diam membisu. Reina menenggelamkan wajahnya pada kedua tangan yang terlipat di atas meja. Reina bukan cewek bodoh dan sangat sadar seberapa toxic-nya hubungan mereka berdua. Tapi cewek itu masih saja bertahan menikmati tiap kebahagian semu yang di dapatnya itu. Hembusan napas berat menemani cewek itu dalam meredam gemuruh emosinya saat ini.

**************************************************************************************************

Lalalalalala...
Mungkin Reina butuh detox untuk membunuh toxic membandel...
.
.
.
Vote and Comment As always yah...
Pokoknya tinggalin jejak buat cerita ini, sayang sayang ku...
Jangan pelit pelit yah...


XoXo, NonaTembam

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang