71. Teressa

584 118 24
                                    

Jaga hati, mata, mulut juga jari kalian ~~~
*************************************************

"Teressa hamil. Udah jalan lima minggu," ucap dokter Dion memberitahu hasil pemeriksaan Teressa yang dilakukannya.

"Apa? Elo serius?" tanya Tristan tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Gue nggak mungkin bercanda di saat genting kayak ini," sahut dokter Dion tenang. "Gue nggak tahu, istri elo udah cek kehamilan atau belum, tapi normalnya seorang calon ibu akan menyadari kalau dirinya sedang hamil. Bisa dirasa saat siklus menstruasinya terlambat,"

Tristan terhenyak. Pria itu kembali mengingat kejadian tiga jam yang lalu saat ia mendengar suara teriakan Teressa. Kaget menyelimuti dirinya mendapati keadaan Teressa yang tergeletak di lantai menahan sakit. Dan pria itu jelas semakin panik saat Teressa terus mengerang merasakan nyeri di bagian perutnya. Tanpa mengganti baju piyamanya, dia langsung membawa Teressa ke rumah sakit.

"Dan... Teressa mengalami pendarahan kecil. Untuk saat ini, kondisi janin di dalam rahim Teressa masih bisa diselamatkan, tapi dalam dua puluh empat jam ke depan, kondisi pendarahan Teressa semakin parah, maka... cara terakhir yang harus kita lakukan adalah meluruhkan kantung janin tersebut dari rahim Teressa,"

Tristan mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu jelas merasa lelah dengan semua informasi yang baru diterimanya. Marah bercampur sedih menghampiri batin Tristan. Berulang kali ia menghembuskan napas kasar berharap bisa melegakan sedikit beban yang menyesakki dadanya.

"Elo sendiri pasti paham dengan resiko yang dialami ibu hamil akibat terjatuh. Apalagi, usia kehamilannya masih cukup muda...," ucap dokter Dion lagi. Pria itu ikut prihatin melihat rekan kerjanya yang sedang berduka seperti ini.

"Thanks, Dion... sorry gue ngerepotin elo pagi buta gini," ucap Tristan akhirnya. Pria itu melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah empat pagi.

"Santai lah... kebetulan salah satu pasien gue baru selesai ngelahirin. Makanya gue stand by kayak gini," sahut Dion. Pria itu menepuk pundak Tristan sekedar memberikan sedikit dukungan moral.

"Istri elo adalah orang yang paling sedih di saat seperti ini. Elo harus kasih dukungan moral buat dia. Kabarin dia setelah kondisinya stabil," nasihat Dion.

Tristan tersenyum tipis. "Thanks yah sekali lagi, Dion...,"

"Sama-sama," sahut Dion mengantarkan kepergian Tristan dari ruang prakteknya.

***

Ada Mama dan Papa yang sedang menunggui Teressa di ruang rawat VIP tersebut. Keduanya menatap Tristan penuh tanya. Dengan sabar mereka menunggu informasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan.

"Teressa hamil, Ma...," ucap Tristan pelan.

"Astaga," ucap Mama kaget. "Terus... kondisi kandungannya... baik-baik aja, kan?" Mama menatap Tristan khawatir. Takut mendapati kabar buruk perihal kondisi anak bungsunya itu.

"Untuk saat ini kandungannya masih baik-baik aja. Tapi kalau pendarahannya semakin parah, maka kantung janinnya harus segera diluruhkan,"

"Ya ampun, Teressa...," lirih Mama sembari menatap putrinya yang terlelap tidur. Dielusnya satu tangan Teressa yang kini terpasang selang infus. "Astaga... kenapa bisa gini sih," gumam Mama berulang kali.

"Mama sama Papa pulang aja dulu ke rumah, biar Tristan yang jagain Teressa di sini," ucap Tristan memperhatikan kondisi mertuanya yang masih mengenakan piyama berlapis jaket, sama seperti dirinya.

"Yaudah, Papa dan Mama pulang dulu ambil perlengkapan buat Teressa, nanti pagi kita ke sini lagi," sahut Papa menyetujui.

"Nggak usah bawa perlengkapan. Tristan udah minta Tiara yang siapin, dan namti akan dia anter sekalian berangkat ke sini," ucap Tristan.

Girls ! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang